Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 10

Bab 10. Pengutusan para Murid, Penganiayaan dan pengakuan akan Tuhan Yesus, Pemisahan dan syarat mengikut Tuhan Yesus

Yesus memanggil kedua belas rasul
10:1. Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan. 10:2 Inilah nama kedua belas rasul itu: Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, 10:3 Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, 10:4 Simon orang Zelot dan Yudas Iskariot yang mengkhianati Dia.
Penulis tidak tahu mengapa Tuhan Yesus hanya memilih duabelas orang rasul menjadi murid istimewa. Mungkin ada hubungannya dengan budaya orang Yahudi yang sudah terbiasa dengan duabelas suku Israel. Suku-suku tersebut diambil dari anak laki-laki saja, karena ank Yakub lebih dari duabelas termasuk perempuan. Namun yang jelas mereka tidak mewakili dari setiap suku Yahudi. Bisa kita lihat bahwa mereka banyak yang masih bersaudara kakak beradik. Kita semua tahu Simon dan Andreas, Yakobus dan Yohanes yang masih sekeluarga. Mungkin inilah dasar baru bagi gereja yang akan terbentuk di kemudian hari. Mereka diutus yang berarti menjadi rasul atau utusan yang akan menyampaikan kabar sukacita, kabar keselamatan. Mungkin hal ini praktek kerja lapangan yang pertama yang dilakukan para rasul. Dan mereka diberi karunia kuasa mengusir roh jahat dan menyembuhkan, bahkan melenyapkan penyakit dan kelemahan.

Penulis merasa yakin bahwa para rasul terpilih tersebut akan mengalami kekagetan, terpesona dan bingung, bahwa tiba-tiba bisa berbuat yang mengherankan banyak orang. Itulah kuasa Tuhan Yesus, yang tidak dipunyai oleh semua orang yang hidup. Kuasa-Nya bisa merambat menyelusup kepada siapapun yang dikehendaki. Mereka berkarya tanpa jampi-jampi dan ramuan obat tertentu, yang mungkin hanya membawa minyak zaitun. Tidak ada ilmu khusus yang harus dihafal atau dipelajari, namun secara spontan kuasa Tuhan mengalir begitu saja. Itulah misteri mukjizat yang mengherankan, yang tidak dapat dianalisa oleh nalar dan pengetahuan sekalipun.

Yesus mengutus kedua belas rasul
10:5. Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: "Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, 10:6 melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. 10:7 Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat. 10:8 Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. 10:9 Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. 10:10 Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. 10:11 Apabila kamu masuk kota atau desa, carilah di situ seorang yang layak dan tinggallah padanya sampai kamu berangkat. 10:12 Apabila kamu masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka. 10:13 Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke atasnya, jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.
Pertama kali Tuhan Yesus mengutus para muridnya, adalah hanya kepada orang Israel. Merekalah orang-orang pilihan sesuai janji yang telah diikat Tuhan semasa Abraham. Mereka disebut sebagai domba-domba yang hilang karena sudah tidak mengikuti ajaran Taurat secara murni dan konsekuen yang diberikan Musa. Mereka bagaikan anak emas kesayangan yang selalu dimanja, namun malahan sering salah jalan karena ketegaran hati mereka. Bangsa-bangsa lain disekitar sana pada waktu itu kelihatannya memang penyembah berhala. Demikian juga bangsa Samaria yang mungkin mencampuradukkan segala macam kepercayaan, termasuk penyembahan berhala.

Sesuai ajaran Tuhan Yesus saat pertama kali, mereka disuruh memberitakan Kerajaan Sorga yang sudah dekat. Kerajaan Sorga berarti yang meraja di singgasana kudus ya Allah sendiri. Dan pada waktu itu Allah sudah turun di dunia dengan ujud manusia sejati yang menyebut diri Sang Anak Manusia. Sang Juru Selamat yang begitu dekat dengan mereka namun tidak dikenal. Mungkin kalau kita hidup pada waktu di sana, kitapun juga tidak mengenal-Nya. Atau malahan lebih banyak menyepelekannya dan tidak peduli.

Dengan tegas Tuhan Yesus mengajarkan untuk tidak perlu kuatir akan bekal, sandang, pangan dan tempat tinggal. Mereka harus yakin bahwa setiap pekerja pasti akan mendapat upahnya. Kita bisa membayangkan betapa orang yang disembuhkan akan merasa berterima-kasih. Rasa terima kasih tersebut bisa bermacam-macam. Orang yang layak mungkin termasuk orang yang berkecukupan, tempat tinggalnya masih bisa menampung para pengembara yang membutuhkan tempat berteduh. Mungkin kita masih bisa merasakan dan mengalami, apabila kita pergi ke desa terpencil yang masih menjaga tradisi gotong royong. Mereka akan menerima kita dengan tangan terbuka tanpa rasa kuatir dan curiga.

Hal ini sudah mulai berbeda untuk zaman sekarang, apabila kita diutus untuk apa saja. Yang kita pertanyakan pertama kali dan kita minta adalah “bekal” dalam perjalanan. Kita selalu bertanya bagaimana untuk pakaian pengganti, apa yang akan dimakan dan diminum, nanti istirahat tidur, hotel atau penginapannya seperti apa dan sebagainya. Belum lagi bagi para pesolek yang lebih menonjolkan penampilan, ubarampe untuk hal ini tidak boleh ketinggalan. Jangan-jangan kita ini tidak berani muncul di hadapan jemaat, sebelum penampilan kita dipoles sedemikian rupa.
Coba kita bertanya kepada diri sendiri, sewaktu kita diundang jadi peserta dalam suatu rekoleksi atau retreat; apakah inti yang kita cari itu isi kotbah yang diajarkan atau penampilan si pengkotbah? Yang akan kita ingat setelah beberapa waktu kemudian, apakah inti isi kotbah atau model penampilan si pengkotbah? Atau malah yang kita perbincangkan jangan-jangan masalah akomodasi.

Menurut penulis, sesuai tradisi Yahudi waktu itu, orang-orang yang layak dan mampu, hampir selalu mau menerima tumpangan bagi pengembara. Orang-orang mampu tersebut dengan para pembantunya akan menyediakan keperluan sehari-hari bagi para tamunya. Para pengembara Israel boleh dikatakan masih satu saudara karena sama-sama keturunan Abraham. Yang jelas, mereka ini masih ada hubungan persaudaraan, ikatan darah Yahudi. Masih satu keturunan Yakub yang melahirkan kedua belas suku Yahudi. Tradisi baik yang mungkin mulai hilang di zaman ini. Yang muncul di zaman sekarang adalah rasa curiga dahulu, apakah si pendatang ini orang baik atau orang jahat. Apakah sudah pernah kenal atau sudah pernah membuat janji sebelumnya? Mungkin seribu satu pertanyan sudah kita persiapkan lebih dulu, sebelum menerima seseorang menginap di rumah kita. Zaman memang sudah banyak berubah.

Ajaran yang diberikan sejak awal termasuk memberikan salam berkat Tuhan, apabila memasuki rumah orang lain. Salam berkat ini kelihatannya sangat jarang sekali kita ucapkan, kecuali pada saat ada ibadat. Mungkin saudara kita saja yang malahan sering mengucapkan kata-kata salam tersebut sewaktu bertamu, biarpun sering hanya tinggal sepotong, tanpa berkat Tuhan. Salam berkat yang tidak diterima akan kembali kepada kita.

Yang lebih hebat lagi adalah, Tuhan Yesus-pun memberikan kuasa kepada para murid dengan gratis dan agar diamalkan dengan cuma-cuma pula. Jika kita renungkan, sebenarnya Tuhan Yesus mewariskan kuasa-kuasa illahi yang mempesona dan menakjubkan. Penulis tidak tahu apakah kuasa-kuasa illahi tersebut juga diwariskan kepada penerus para rasul sampai saat ini. Namun penulispun merasa yakin bahwa kuasa illahi tersebut tetap dikaruniakan kepada orang-orang pilihan-Nya sampai saat ini dan selamanya. Mungkin kita saja yang tidak bisa menyelami akan misteri kuasa-kuasa tersebut. Atau kita malahan curiga dan tidak percaya, jangan-jangan asalnya dari kuasa kegelapan.

10:14 Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu. 10:15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya pada hari penghakiman tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."
Disini Tuhan Yesus kelihatannya sangat keras sekali mengajarkan kepada para murid, bahwa orang atau masyarakat Israel yang meninggalkan adat istiadat memberi tumpangan kepada pengembara, hampir sama saja telah melupakan kebiasaan tolong menolong, yang merupakan bagian dari persaudaraan dan saling mengasihi. Mestinya mereka masih terikat hubungan saudara, walaupun sudah begitu jauh. Masih satu keturunan Abraham, Iskak dan Yakub. Dalam situasi seperti itu, kelihatannya hawa disekitar tempat tersebut sudah begitu penuh dengan kegelapan, kecurigaan, dan tidak bersahabat, sampai-sampai debupun perlu dikibaskan. Jangan-jangan debupun sudah mengandung bibit penyakit egois, curiga, tidak bersahabat dalam persaudaraan.

Namun menurut pemahaman penulis, kita diminta untuk meninggalkan dan melupakan mereka. Jangan sampai, karena debu di kaki saja kita mengingat perbuatan mereka terus, yang akhirnya malahan membikin kita mendendam. Memori otak kita harus selalu tetap bersih, agar betul-betul bisa menyampaikan kabar suka cita dengan penuh kegembiraan. Masih banyak orang yang perlu mendengarkan kabar suka cita dan perlu diselamatkan. Tidak semua orang harus selalu sepaham dan sependapat dengan kita. Tidak perlu menceritakan pengalaman pahit yang pernah dialami, yang buntutnya pasti menjelekkan orang atau daerah tersebut. Biarlah Tuhan sendiri yang akan menyelesaikan, sesuai selera Tuhan.

Namun peringatan Tuhan Yesus kepada orang yang tidak memberi tumpangan, tidak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada hari penghakiman nanti. Mungkin kita pernah membaca atau mendengar bagaimana Abraham sampai tawar menawar dengan Tuhan, agar hukuman tersebut tidak dijatuhkan ke Sodom dan Gomora. Kita juga tahu bahwa hanya Lot dan kedua putrinya saja yang selamat. Mungkin, beruntunglah orang-orang Sodom dan Gomora yang sedang bepergian keluar daerah pada waktu itu. Kedua kota tersebut bagaikan dihantam dengan bom atom dan hancur berantakan. Para ahli memperkirakan tempat tersebut terletak di sebelah timur selatan atau tenggara Laut Mati. Daerah yang begitu panas dan gersang, yang mungkin sampai sekarang tidak berpenghuni.

Penganiayaan yang akan datang dan pengakuan akan Yesus
10:16. "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. 10:17 Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. 10:18 Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. 10:19 Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. 10:20 Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.
Mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala, yang berarti siap diterkam dan dirobek-robek si binatang buas. Harus siap mati sebagai martir. Namun Tuhan Yesus juga mengajarkan untuk cerdik dan tulus serta waspada didalam mengarungi gelombang kehidupan, menyampaikan kabar suka cita. Cerdik bukan berarti mengandung licik, tetapi bisa melepaskan diri dari jeratan, menghindar dari tipu daya, dan tidak merugikan siapapun. Tulus dapat diartikan keikhlasan yang dilambari cinta kasih tanpa pikiran negatif dan tidak ingin membalas dendam. Waspada boleh dikatakan sikap selalu siaga menghadapi segala kemungkinan. Ungkapan Jawa “setiti ngati-ati” agar tidak terperosok ke dalam suatu masalah apapun. Menggabungkan tiga hal kecerdikan, ketulusan dan kewaspadaan dalam kehidupan bukanlah suatu hal yang gampang. Yang kelihatannya kawan, dalam kenyataannya bisa menjadi lawan. Para anti-Kristus akan selalu mencari jalan untuk menganiaya kita. Mereka akan selalu mencari segala macam kelemahan kita. Sekarang bagaimana segala kelemahan yang kita sadari tersebut kita ubah menjadi kekuatan. Pada dasarnya, Tuhan Yesuslah yang mereka aniaya dan kita kena imbasnya karena menjadi pengikut Kristus.

Kembali, Tuhan Yesus menekankan untuk tidak perlu kuatir apa yang akan terjadi, selama tetap percaya dan pasrah dalam doa kepada Tuhan. Roh Kudus Tuhan sendiri yang akan menyelesaikan sisanya. Menghilangkan kekuatiran dan “jangan-jangan” memang sangat sulit dan ini betul-betul batu sandungan yang akan dapat menjatuhkan kita. Dalam kehidupan sehari-hari nyatanya kita selalu mereka-reka, kira-kira apa ya yang akan mereka perbuat, yang akan mereka pertanyakan. Dan sikap apa yang harus kita lakukan, serta jawaban yang bagaimana yang harus kita keluarkan. Jangan-jangan kecemasan inilah yang menghalangi kuasa Roh Kudus berkarya untuk menuntun kita. Mestinya segalanya kita serahkan kepada Roh Kudus, biar Dia berkarya secara bebas di dalam diri kita. Maka rasa kasih dan damai penuh sukacita itu tanpa rasa kuatir akan selalu menyelimuti kita.

Ada satu ganjalan dalam benak penulis, mengapa Tuhan Yesus memakai simbul cerdik seperti ular. Jika kita membuka Kitab Kejadian (3), ada tertulis bahwa ular yang cerdiklah yang telah membuat Hawa jatuh ke dalam dosa. Dan Hawa yang mengajak Adam untuk sekalian berdosa. Dalam Kitab Wahyu-pun (12) kita jumpai nama si ular tua atau naga atau Iblis atau Setan. Simbul ular yang jalannya “ndlosor” atau melata, meliuk-liuk dan melilit bagaikan manusia yang pandai merendah dan menjilat untuk maksud tertentu. Dengan penuh kesabaran dia akan menunggu si mangsa menjadi lengah, disambar dan ditelannya.

Dalam benak penulis timbul pemikiran bahwa Tuhan Yesus ingin membuka hati dan pikiran kita tentang simbul ular dalam kehidupan sehari-hari. Ular yang cerdik dapat dimaknai secara mendua, untuk kebaikan atau untuk kejahatan. Atau kemungkinan lain adalah, si ular akan menghindar, pergi diam-diam apabila bertemu lawan yang tidak bisa dihadapi. Namun akan mempertahankan diri apabila dalam keadaan terdesak. Dan nyatanya banyak jenis ular jadi peliharaan yang bisa dijinakkan, yang makannya tidak perlu setiap hari.

Jika direnungkan, ayat di atas sepertinya menggambarkan akan perjalanan hidup para rasul setelah Tuhan Yesus naik ke surga. Mereka dikejar-kejar dan dianiaya oleh bangsa Yahudi maupun bangsa lain yang belum mengenal Allah. Yang pernah penulis baca, hampir semua rasul wafat sebagai martir kecuali Yohanes yang berumur panjang. Yohanes meninggal setelah amat tua, rohnya dapat melihat badan wadagnya yang ditinggalkan. Kemudian rohnya dijemput Tuhan Yesus masuk ke dalam surga.

Sepertinya Tuhan Yesus mulai memperkenalkan nama Bapa yang sebelumnya tidak pernah disebut seperti itu. Allah atau Yahwe sang maha pencipta yang sebelumnya begitu ditakuti karena pencemburu, oleh Tuhan Yesus disebut sebagai Bapa yang begitu mengasihi semua ciptaan-Nya. Kelihatannya hal inipun mengajak kita untuk merubah paradigma lama. Cemburu bukan berarti iri, namun perasaan harap-harap cemas mananti yang dikasihi kembali pulang. Sedang apa ya dia saat ini, moga-moga tidak tersesat dan terjerumus dan seterusnya.
Tuhan, ajarilah aku untuk tidak perlu kuatir dan hanya berpasrah kepada-Mu saja, dalam mengarungi kehidupan ini dan tetap di jalan-Mu.

10:21 Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. 10:22 Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. 10:23 Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.
Jangan kaget apabila dengan ajaran Tuhan Yesus, dalam suatu keluarga bisa terjadi perselisihan sampai dengan pembunuhan. Mereka akan menganggap bahwa ajaran Tuhan Yesus telah menyalahi aturan atau kebiasaan yang sudah berlaku dan dianggap menghujat Allah. Bisa terjadi bahwa seorang anak akan tidak diakui oleh orangtuanya, karena berubah haluan dan mengikuti serta melakukan ajaran Tuhan Yesus atau sebaliknya. Terus dicari siapa tadi yang membikin "murtad" sehingga saudaranya berubah haluan. Para murid inilah yang perlu mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Kalau perlu, dikejar-kejar, dihukum, didera atau bahkan dibunuh sekalian.

Siapkah kita untuk menjadi murid-murid Tuhan Yesus secara terbuka? Siapkah kita menjadi utusan dan kalau perlu menjadi martir? Siapkah kita untuk dibenci dan dikejar-kejar, sehingga hidup kita selalu berpindah-pindah tempat? Janji Tuhan Yesus, siapa yang bertahan dengan ajaran-Nya akan selamat.

Pemberitaan kabar suka cita (Injil) kelihatannya tidak akan pernah usai sampai kedatangan Sang Putera Manusia secara nyata. Memang, selama Iblis masih boleh berkarya maka di dunia ini akan selalu ada baik dan buruk, benar dan salah, seperti adanya siang dan malam, terang dan gelap, panas dan dingin dan lain-lainnya. Dan semuanya itu harus kita lalui dengan tegar, penuh sukacita karena sudah ada Yang Mengatur. Pada saatnya, semua orang juga akan mati, entah bagaimana cara matinya. Yang jelas pasti akan mati. Janji Tuhan Yesus, melalui kematian badan wadag barulah kita akan sampai untuk menerima kehidupan kekal. Tanpa melalui kematian badan ini, bagaimana mungkin akan sampai kepada Tuhan? Namun kenyataannya hampir semua orang takut mati, kalau bisa nanti saja kalau sudah bosan hidup di dunia

10:24 Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, atau seorang hamba dari pada tuannya. 10:25 Cukuplah bagi seorang murid jika ia menjadi sama seperti gurunya dan bagi seorang hamba jika ia menjadi sama seperti tuannya. Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya. 10:26 Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui.
Tuhan Yesus memberi semangat kepada para murid untuk tidak perlu takut kepada orang Israel yang pintar-pintar. Banyak orang telah mendalami Kitab Taurat dan ajaran para nabi, namun belum tentu sekelas dengan para nabi itu sendiri. Nyatanya banyak ajaran yang diambil untuk kepentingan dan menguntungkan diri sendiri. Segala sesuatunya akan terbuka dan diketahui didalam buah-buah dari hasil perbuatan yang ditanamnya.

Jangan-jangan kalau kita mendapatkan dan mengikuti guru yang salah, kitapun akan menjadi yang tidak benar. Segala macam kekerasan, perselisihan, penindasan, jangan-jangan karena diajari untuk berbuat begitu dan dianggap wajar-wajar saja, malahan bisa dianggap pahlawan. Merasa yang paling benar jangan-jangan malahan akan menjadi yang paling salah. Pada akhirnya tetap akan diketahui yang mana emas dan yang mana loyang. Kebenaran yang hakiki tidak bisa disembunyikan terus menerus sampai hilang ditelan bumi. Pada waktunya pasti kebenaran itu akan muncul, terbuka dan tidak bisa dibantah. Kita diminta percaya bahwa Roh Kudus akan berkarya membuka segalanya yang tertutup. Yang sudah menjadi rencana Allah walaupun dihalangi dan dihambat, pasti akan tetap terlaksana.

Mungkin bagaikan kita sudah bisa menebak kearah mana tujuannya seseorang berbicara. Orang yang bertanya dengan jujur karena ingin tahu ataukah orang bertanya karena ingin menguji. Bahkan orang yang selalu mencari-cari kesalahan atau kelemahan, karena memang tujuannya ingin menjatuhkan dan mempermalukan. Pertanyaannya, siapakah yang bisa mengalahkan Roh Kudus yang maha segalanya? Walaupun mencoba ditutupi dan disembunyikan, pada saatnya pasti akan terbuka dan kelihatan.

Mungkin kita pernah mengalami bagaimana Roh Kudus berkarya dengan mengherankan. Dalam keadaan tidak tahu harus berkata apa, tiba-tiba ada sesuatu yang menggerakkan, membukakan sehingga bisa berbicara dan menjelaskan dengan lancar. Jika diminta untuk mengulangi kembali di lain waktu, rasanya begitu sulit untuk mengingat semua apa yang dulu pernah dibicarakan.
Tuhan, ajarilah aku hanya berpasrah kepada-Mu saja. Amin.


10:27 Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.
Yang dapat penulis pahami adalah kita tidak perlu sembunyi-sembunyi dalam menyampaikan dan melaksanakan kabar suka cita. Biarlah semua orang tahu bahwa kita telah menjadi murid dan utusan Tuhan Yesus, dan biarlah mereka melihat melalui perbuatan-perbuatan kita, sesuai ajaran-Nya. Pengalaman sukacita memang susah untuk disembunyikan dan kita biasanya ingin membagikan pengalaman sukacita tersebut. Seperti orang buta yang mendapatkan penyembuhan dari Tuhan Yesus, pasti ingin menceritakan pengalamannya. Kita semua diutus menjadi corong atau pengeras suara akan kabar sukacita. Berubahlah, sebab Sang Sukacita sudah ada di hadapan kita!

Penulis tidak tahu apakah pada waktu itu para murid diajar khusus oleh Tuhan Yesus pada malam hari, karena siang hari untuk berkarya nyata. Malam hari yang belum ada listrik, yang mungkin cukup memanfaatkan ranting-ranting kayu untuk membuat api unggun. Bisa kita bayangkan bahwa pada waktu itu pasti suasana di sekitarnya gelap. Karena hanya berduabelas, maka Tuhan Yesus mestinya berbicara dengan pelan seperti ngobrol biasa. Dengan duduk berkeliling di keheningan malam yang gelap dan sunyi, maka akan membuat kata-kata bisikan Tuhan Yesus terdengar dengan cukup jelas. Seakan-akan setiap telinga langsung mendengar dari Mulut Tuhan Yesus.

Mengajar pada siang hari di hadapan banyak orang, memang diperlukan suara yang cukup keras agar bisa didengar oleh semuanya. Bisa dibayangkan ketika berbicara di tempat terbuka di hadapan banyak orang. Jika mereka para jemaat berdiam dengan serius, maka suara pembicara dapat terdengar jelas. Namun jika ada yang berbicara sendiri atau ada anak-anak yang sedang bemain dan berteriak, mungkin suasananya berbeda. Lebih baik lagi apabila si pengajar berdiri di tempat tinggi, sehingga bisa dilihat oleh semua pendengar.

10:28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. 10:29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. 10:30 Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. 10:31 Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.
Kita diajak untuk berani mengatakan kebenaran kepada siapapun, kalau perlu siap untuk mati demi kebenaran. Kita diajak untuk kembali hanya takut kepada Tuhan dan segala perintah-Nya. Patokannya cerdik, tulus dan waspada. Kalau Tuhan menghendaki, apapun dapat terjadi, termasuk yang bagi manusia dianggap tidak mungkin. Jiwa kita lebih berharga dibandingkan dengan apapun di hadapan Tuhan. Bahkan jiwa lebih berharga daripada tubuh yang penuh kedagingan, penuh hawa nafsu duniawi.

Burung pipit jika berkicau pasti suasana kelihatan ramai. Ada yang senang menikmati namun ada juga yang merasa terganggu oleh suaranya. Di pasar burung pasti suara kicauan akan lebih ramai seperti saling mempertontonkan diri bahwa suaranya lebih bagus. Burung burung tersebut mempunyai nilai tersendiri. Pada saat itu kita mulai membeda-bedakan, mengklasifikasikan, mana yang lebih bagus dan lebih bernilai. Harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah. Namun Tuhan Yesus menegaskan bahwa manusia lebih bernilai dari pada segala macam burung tersebut.

Harus diakui bahwa ajaran ini tidak mudah untuk dilaksanakan, karena yang dapat dilihat dan dirasakan adalah yang kasat mata, yang duniawi. Yang tidak kelihatan lebih sering dikesampingkan atau malahan dianggap itu urusan nanti saja. Jangan-jangan kita menjadi pengecut, mengakui secara batin dan hal tersebut kita tutupi dengan yang lahiriah. Kita pasang topeng di wajah kita agar tidak kelihatan yang sebenarnya. Memang diperlukan permenungan batin yang dapat menjelaskan apa itu suka cita sejati, apa itu bahagia yang sejati lahir batin. Dan saat yang cocok untuk permenungan ya di malam hari yang terasa sunyi dan sepi.

Tidak ada seorangpun yang dapat membinasakan jiwa, kecuali Allah Bapa sendiri. Membinasakan jiwa dalam arti bukan menikmati kehidupan kekal di surga, namun merasakan neraka abadi.

Orang Jawa menyebut bahwa kehidupan itu sebagai orang yang sedang “mampir ngombe” mampir untuk minum sesaat. Jiwa yang diselimuti daging ini hanya hidup di dunia untuk sesaat, walau berpulh-puluh tahun hitungannya. Setelah hidup di dunia, akan datang saatnya kematian badan dan jiwa meninggalkan raga. Kehidupan atau kematian jiwa ini sudah tidak ada batas waktunya, kekal abadi. Jiwa yang hidup berarti bersatu dengan Allah Bapa di surga, sedangkan jiwa yang mati akan mengalami kertak gigi tanpa berkesudahan. Jiwa yang hidup inilah yang didambakan Tuhan kepada semua manusia. Kalau bisa, semua jiwa manusia menjadi penghuni Kerajaan Sorga. Kehidupan lain yang tidak ada seorangpun yang masih hidup ini mengetahuinya.

10:32 Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. 10:33 Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga."
Kita ditantang untuk memilih, mengakui atau menyangkal keallahan Tuhan Yesus. Semuanya terserah kepada kita, dengan segala konsekuensinya di dunia maupun di akhirat nanti. Mengakui Tuhan Yesus di depan manusia berarti menuntut kita untuk hidup dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran-Nya. Mempraktekkan dan mengamalkan ajaran-Nya, melalui perbuatan nyata di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dilihat dan dirasakan orang lain. Biarlah semua orang tahu bahwa kita memang pengikut Yesus Kristus, yang berani tegak melakukan perbuatan nyata sesuai ajaran-Nya. Berani hidup suci dan konsekuen.

Mengakui Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat dan tuhan tidak harus pamer dengan atribut macam-macam. Bukan penonjolan diri yang tidak berisi kehendak-Nya, namun malahan lebih langsung dengan perbuatan nyata seperti yang dilakukan Tuhan Yesus sendiri. Jika kita mengakui Dia, maka kita diminta untuk bisa menjadi garam maupun terang di sekitar kita, sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Menjadi garam dan terang berarti melebur ke dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di perantauan, kita sering merasa kecil, marasa minoritas yang kemudian terus menutup diri. Tetangga hanya tahu bahwa kita orang Kristen yang tuhannya mati disalib. Kemudian kita dianggap kelompok eksklusif yang tidak bisa membaur dengan kelompok lainnya. Ada ungkapan tak kenal maka tak sayang, sehingga mereka tidak tahu persis siapakah kita, pokoknya orang kristen.

Repotnya lagi apabila kita ketempatan untuk berkumpul bersama, dan kita lupa berada dimana serta bagaimana keadaan sekitar kita. Seringkali kita lupa dan kita anggap seperti di kampung sendiri yang mayoritas ataupun seimbang, dengan adat kebiasaan yang berbeda. Bersyukurlah kalau para tetangga merasa tidak terganggu dan terusik serta bisa memahami.

Rasanya Tuhan Yesus tidak mengharapkan janji atau ucapan dari mulut kita, melainkan perbuatan nyata yang dilandasi belas kasihan yang tidak membedakan. Hal ini sering mengingatkan kepada penulis sewaktu menonton acara pelantikan para pejabat. Dilihat banyak orang, mereka bersumpah atau berjanji untuk berbuat dan melakukan yang baik-baik, menolak yang tidak baik. Hal ini hampir sama pada waktu Misa Paskah, kita juga mengucapkan kepercayaan kita kepada Allah dan berjanji menolak setan. Jangan-jangan ................ janji tinggal janji, perbuatan lama jalan terus. Tidak mau bangkit dan berubah menuju lebih baik. Inti pengakuan dosa kelihatannya hanya satu, yaitu berani bangkit dan berubah dari perbuatan lama untuk menuju kepada perbuatan baru yang lebih baik dan benar.
Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk lebih berani mengakui, bahwa Engkau sungguh Allah dan sungguh manusia, yang menebus dosa kami semua jika kami mau dan berani berubah.

Yesus membawa pemisahan - bagaimana mengikut Yesus
10:34 "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. 10:35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, 10:36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.
Harus kita akui bahwa memang Tuhan Yesus membawa "perselisihan". Perselisihan faham antara pengikut Kristus dan pengikut anti Kristus ataupun pengikut kelompok lain. Perselisihan faham dapat menimbulkan perasaan benci, iri dengki bahkan sampai antipati, kalau perlu malah sampai mati. Hidup di dunia yang beraneka ragam ini, mestinya harus kita sadari bahwa berbeda itu sah-sah saja. Masih banyak jalan lain menuju ke Roma. Hal ini menjadi bagian hak setiap manusia untuk hidup sesuai keyakinannya. Tidak ada dalam kamus untuk memaksakan kehendak dengan segala macam iming-iming. Allah saja memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat apa saja dengan segala konsekuensinya, mengapa kita ingin memaksakan kehendak?

Dalam kehidupan keluarga, dimana anak-anak sudah semakin besar dan bisa berkehendak sendiri, kadang muncul perbedaan. Berbeda pendapat sudah barang tentu hal yang lumrah dan wajar-wajar saja. Setiap generasi pasti akan membawa “budaya” yang berbeda, karena proses perubahan akan terus mengalir tanpa henti. Namun berbeda pendirian, prinsip sampai berbeda kepercayaan, jika tidak diterima dengan bijaksana, pasti bisa terjadi perang tanding dalam keluarga.

Memang betul juga, dipercaya atau disegani orang lain belum tentu berlaku di dalam rumah sendiri. Paling tidak seisi rumah pernah tahu perjalanan hidupnya, dan biasanya yang paling diingat adalah kekurangannya. Rasanya jarang kita memaklumi bahwa seseorang bisa mengalami perubahan dalam hidupnya. Mestinya kita melihat seseorang adalah saat ini, bukan masa lalunya yang sudah lewat. Yang muncul di benak kita, biasanya kekagetan atau tidak menduga bahwa seseorang dapat berubah. Entah berubah menjadi baik atau berubah menjadi tidak baik. Kita hanya bisa melihat da memperhatikan, tidak bisa langsung menilai karena tidak tahu persis bagaimana latar belakang perjalanan hidupnya. Karena sesuatu hal yang begitu hebat, orang yang kita kenal sebelumnya begitu jahat bisa berubah menjadi begitu alim. Atau bisa juga malah kebalikannya, yang sebelumnya begitu halus, baik budi dan penurut, tiba-tiba berubah begitu ganas dan menakutkan.


10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. 10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
Biarpun sudah tertulis di dalam Sepuluh Perintah Allah untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu, hal ini diulangi lagi oleh Tuhan Yesus. Mengasihi Tuhan haruslah menjadi yang nomor satu, dibandingkan dengan mengasihi anak atau orang tua. Kelihatannya mudah namun juga amat sulit karena kedekatan kedagingan yang tumbuh sejak lahir. Tuhan sering kali dirasakan hanya sebagai Roh yang tidak kelihatan, yang dapat dikesampingkan untuk sementara waktu. Orang tua atau anak-anak selalu kelihatan dan bisa diraba-rasakan. Dan kita menjadi bingung bagaimana cara mengasihi Allah yang tidak kelihatan? Apakah setiap aku mengasihi seseorang harus aku anggap sedang atau sebagai mengasihi Allah? Bagaimana praktek sehari-hari menomor satukan Allah?

Kelihatannya kita diajar untuk dapat dan berani melepas kelekatan darah daging apabila memang itu perlu dilakukan. Kita ditantang dengan sungguh-sungguh untuk memilih antara Allah atau saudara sedarah-daging. Jika di dalam keluarga kita ada yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran-Nya, kita harus berani menegur, berani mengatakan tidak bersetuju. Dalam hal kebenaran, kita harus berani berlawanan dengan orang tua kita atau anak-anak kita. Bukan karena kita mengasihi mereka, terus kita mengalah dan dikalahkan oleh ketidak-benaran. Kita diajar untuk berani melepaskan diri dari ketergantungan dalam keluarga yang tidak mendorong pertumbuhan rohani yang lebih baik. Berani menuju kebebasan atau kemerdekaan bersikap, apabila itu memang baik dan benar adanya. Allah adalah sumber kebaikan dan kebenaran dan kita hanya bisa menyerap begitu sedikit yang hampir tidak berarti.

Mengikut Tuhan Yesus tanpa mau berusaha memikul salibnya sendiri, dianggap tidak layak juga. Salib disini yang dapat penulis pahami adalah segala konsekuensi yang kita tanggung di dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pengikut Tuhan Yesus. Makna salib secara pribadi bisa begitu luas, sesuai dengan pengalaman hidup kita masing-masing. Yang penulis pahami, salib adalah konsekuensi hidup karena mengasihi Tuhan Yesus dan mengasihi sesama. Perasaan senang dan susah, untung dan malang, kebahagiaan dan kesengsaraan harus atau mau tidak mau menjadi bagian di dalam hidup kita. Yang harus kita terima dan kita jalani, yang memang harus terjadi terjadilah tanpa mengeluh, apalagi mencari kambing hitam.

Secara nalar, salib bisa berdiri dimulai dengan tonggak yang berdiri, baru dipasang tonggak yang mendatar. Mengasihi Tuhan hanya dapat diimplementasikan melalui mengasihi sesama. Bagaimana mungkin bisa mengasihi Allah tanpa mengasihi orang lain, apabila kita hidup di tengah masyarakat? Mungkin hal tersebut hanya berlaku bagi para pertapa yang menyendiri dan tidak bergaul dengan manusia. Seluruh hidupnya diserahkan hanya kepada Allah. Yang doa-doanya pasti berisi permohonan damai dan kasih Allah menyelimuti dunia ini.

Mengasihi sesama sendiri lebih mudah diucapkan atau dikotbahkan. Praktek mengasihi dalam kehidupan sehari-hari, pasti banyak jatuh bangunnya. Disinilah salib yang harus dipikul kemana-mana. Salib tersebut tidak kita letakkan untuk istirahat atau malahan kita lempar jauh-jauh. Itulah konsekuensi hidup mengikut Tuhan Yesus. Salib tersebut sudah menjadi bagian dalam hidup kita, yang kita bawa sampai jatuh dan bangun, jatuh dan bangun lagi di belakang Tuhan Yesus. Salib tersebut terus kita pikul sampai puncak bukit, sampai kita dipanggil oleh-Nya.

Memikul salib namun tidak mengikuti-Nya, jangan-jangan akan tersesat. Kita tidak tahu persis jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir. Kita belum pernah kesana. Hanya Tuhan Yesus yang tahu dan hafal jalan yang harus dilalui, karena Dia memang berasal dari sana. Dari kacamata dunia, jalan tersebut dianggap begitu sempit, sepertinya tidak menjanjikan apa-apa.

10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Hal ini dapat kita bayangkan secara ekstrim; bagaimana sikap kita apabila kita menghadapi suatu situasi yang membahayakan keselamatan hidup kita karena iman kepercayaan. Konsekuensi hidup mati untuk mengakui atau menyangkal Yesus sebagai Tuhan kita. Sering kali demi iming-iming jabatan yang tinggi atau kemewahan, kita ditantang untuk menyangkal Tuhan Yesus. Pilihan diserahkan kepada kita, termasuk segala konsekuensinya. Tuhan Yesus menegaskan, siapa yang berani kehilangan nyawa demi Dia, akan memperolehnya. Iming-iming hidup kekal di rurga.

Pertanyaan untuk direnungkan, apa yang akan kita lakukan apabila melihat orang lain sedang menghadapi maut? Misalkan musibah hanyut di sungai atau di laut, diserang binatang buas, atau mengalami kecelakaan di jalan. Siapkah kita menolong, atau hanya cukup berteriak minta tolong orang lain lagi. Kita masih bisa berkata bahwa kita memang tidak dapat berenang atau kita memang takut dengan binatang buas. Terserah menurut kita.

Pengalaman Maria Simma yang mendapat karunia dapat berkomunikasi dengan yang sudah meninggal, diminta untuk mendoakan seorang anak dewasa. Anak tersebut kehidupannya tidak baik seperti preman, namun sewaktu pulang kampung, secara sukarela ia membantu turun tangan dalam bencana banjir dan tanah longsor. Sialnya, atau malahan untungnya, ia malah ikut meninggal terbawa tanah longsor. Dalam pandangan ibu Maria Simma, anak tersebut mendapat kasih karunia Tuhan masuk ke dalam surga. Aneh bukan?

10:40 Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. 10:41 Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. 10:42 Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."
Yang dapat penulis pahami adalah, berbahagialah mereka yang mau menyambut dan menerima murid Tuhan Yesus, biarpun mereka bukan atau belum menjadi murid-Nya melalui baptisan. Tinggal memilih upah dari Bapa, upah nabi, upah orang benar atau upah belas kasihan Tuhan. Berkat Tuhan selalu ditawarkan kepada siapapun juga, sesuai dengan amal perbuatannya. Mungkin menyambut disini yang perlu mendapat perhatian khusus. Menyambut dengan penuh rasa persaudaraan, perasaan tulus ikhlas, tanpa rasa curiga. Ibaratnya seteguk air bening saja sudah dapat memberikan kelegaan dan sukacita yang tidak terlukiskan. Dan Tuhan selalu mengerti akan perbuatan baik seseorang, siapapun mereka dan akan dibalas dengan upah.

Penulis tidak tahu apa yang dimaksud dengan upah nabi, upah orang benar. Mungkin kita tidak usah repot dengan upah jenis apa, yang penting siapkah kita berubah menjadi orang yang penuh dengan belas kasihan kepada siapapun yang membutuhkan, tanpa persyaratan tertentu. Berbelas kasihan yang tanpa pamrih dan tanpa syarat apapun. Berbelas kasih yang sejati tidak pernah memakai embel-embel, persyaratan atau apapun. Keikhlasan atau ketulusan yang murni dan tidak mengharapkan sesuatu sebagai timbal balik.

Wejangan Sang Guru di bab sepuluh ini kelihatannya perlu mendapat perhatian lebih apabila kita sudah siap terjun menjadi utusan-Nya. Cerdik, tulus dan waspada, pasrah dan melepaskan diri dari kekawatiran tentang apapun sehingga selalu penuh sukacita. Melepaskan diri dari iri dengki dan dendam, percaya bahwa Allah yang akan berkarya penuh mujizat. Siap dan berani teraniaya dalam bentuk apapun demi kebenaran. Kita diajar untuk berani sabar dan pasrah kepada Tuhan dalam menghadapi gelombang kehidupan. Tuhan Yesus memanggul salib dan berjalan ke atas bukit, maka kitapun harus memanggul salib kita masing-masing dan mengikuti jalan-Nya.

Dalam pemahaman penulis, sepertinya untuk pertama kali kita diminta untuk memelihara, mengingatkan, menguatkan umat yang dalam satu gereja lebih dahulu. Bagaimana caranya agar ikan dalam satu kolam tidak loncat dan lepas kemudian hilang, mati atau diambil orang yang menemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar