Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius bab 21

Bab 21. Dielu-elukan di Yerusalem, menyucikan Bait Allah, Pohon ara, kuasa Tuhan Yesus, Perumpamaan

Yesus dielu-elukan di Yerusalem
21:1. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem dan tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya 21:2 dengan pesan: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku. 21:3 Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya." 21:4 Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: 21:5 "Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda." 21:6 Maka pergilah murid-murid itu dan berbuat seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka. 21:7 Mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik ke atasnya. 21:8 Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan. 21:9 Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!" 21:10 Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata: "Siapakah orang ini?" 21:11 Dan orang banyak itu menyahut: "Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea."
Tuhan Yesus menyuruh muridnya untuk berbuat sesuatu yang digambarkan sebelumnya, padahal hal tersebut belum terjadi. Dan murid-murid-Nya sendika dhawuh, langsung berangkat ke tujuan. Betapa Tuhan Yesus menguasai seluruh ruang, batas dan waktu. “Ngerti sedurunge winarah” atau sudah tahu sebelum segalanya terjadi. Dan inilah kesaksian iman yang dialami para murid dan perlu dituliskan.

Atau nalar kita akan berkata pasti, bahwa Tuhan Yesus sudah dikenal sekali oleh yang empunya keledai. Hubungan mereka sudah akrab dan Tuhan Yesus sering datang ke rumahnya, maka Dia tahu bahwa keledai itu sudah beranak. Apakah sebelumnya memang sudah ada pembicaraan antara Tuhan Yesus dengan si empunya keledai? Namun mengapa jawab murid-Nya :”Tuhan memerlukannya?” Apakah yang empunya keledai sudah tahu bahwa Dia adalah Tuhan?

Keledai sepertinya menjadi binatang tunggangan bagi orang-orang sederhana atau rakyat kecil. Namun dengan naik keledai, Dia dimuliakan sebagai keturunan raja Daud, yang diberkati. Dia disebut nabi Yesus dari Nazaret, yang mestinya menjadi panutan bagi mereka yang sudah mengenal-Nya. Jangan-jangan mereka hanya menginginkan agar Tuhan Yesus menjadi pemimpin, menjadi nabi bagi mereka dan dapat melepaskan diri dari penindasan bangsa Romawi. Jangan-jangan di dalam benak mereka, dengan segala macam kesaktian-Nya, mestinya Dia bisa menjadi pemimpin yang hebat dan akhirnya menjadi raja dan nabi mereka. Maka mereka berteriak hosana-hosana, selamatkanlah kami dari segala macam jenis penjajahan.

Kita bisa membayangkan bagaimana saat itu banyak sekali orang berkumpul, paling tidak mereka yang pernah merasa disembuhkan. Dengan penuh rasa kegembiraan yang meluap-luap, mereka memuji-muji dan memuliakan-Nya. Mungkin situasinya mirip para calon kepala daerah yang diarak oleh massanya ke suatu tempat untuk pidato. Segala macam bunyi-bunyian, nyanyian disenandungkan. Karena pengaruh psikologi massa, apapun pada saat itu siap dikorbankan. Tidak apa-apa mengorbankan jubah baju sebagai pengganti karpet demi sang pilihan. Jelas para massa dalam hatinya mengharapkan suatu perubahan yang lebih baik. Dan sepertinya perubahan yang diharapkan lebih duniawi dibandingkan yang rohani.

Mengapa Tuhan Yesus mengambil keledai betina dengan anaknya? Kenapa anak keledai juga dibawa, apakah ada rasa kawatir atau jangan sampai telat untuk menyusui induknya? Adakah hal-hal yang tersirat dari simbol keledai betina dan anaknya? Adakah hal ini berhubungan dengan karya Bunda Maria dan Puteranya sendiri? Bunda Maria yang selalu mengurusi, mendampingi Putera-Nya sampai pada waktunya. Anak keledai itupun kalau sudah besar, jangan-jangan akan menjadi kurban manusia.

Secara jujur penulis akui bahwa dalam kehidupan sehari-hari ini, sering kali Bunda Maria dan Puteranya kita jadikan keledai tunggangan untuk membantu kita supaya kita tidak capai. Inginnya segala masalah dan beban yang kita tanggung ini kita berikan kepada Bunda Maria dan Tuhan Yesus. Dengan bahasa yang begitu halus kita memohon, yang isi sebenarnya kurang lebih :”Hei Maria, aku sedang menghadapi masalah nich. Ayo dong bantu aku menyelesaikan masalah ini. Sampaikan ya, kepada Anakmu Yesus untuk membantuku, agar aku tidak seperti begini. Jangan pernah aku dikecewakan!”

Tuhan, selamatkanlah kami dari jurang kedosaaan, jauhkan kami dari yang jahat.
Yesus menyucikan bait Allah
21:12. Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati 21:13 dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." 21:14 Maka datanglah orang-orang buta dan orang-orang timpang kepada-Nya dalam Bait Allah itu dan mereka disembuhkan-Nya. 21:15 Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melihat mujizat-mujizat yang dibuat-Nya itu dan anak-anak yang berseru dalam Bait Allah: "Hosana bagi Anak Daud!" hati mereka sangat jengkel, 21:16 lalu mereka berkata kepada-Nya: "Engkau dengar apa yang dikatakan anak-anak ini?" Kata Yesus kepada mereka: "Aku dengar; belum pernahkah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?" 21:17 Lalu Ia meninggalkan mereka dan pergi ke luar kota ke Betania dan bermalam di situ.
Kelihatannya Tuhan Yesus ingin memurnikan Bait Allah sebagai rumah doa tanpa embel-embel lainnya. Tempat yang sakral hanya bagi Tuhan saja. Halamannya dipergunakan untuk berdagang dan pasti mencari keuntungan. Memang bisa terjadi pikiran yang mendua bagi mereka yang akan beribadat dalam rumah doa. Niat awal yang satu, dari rumah untuk berdoa, begitu melihat segala macam dagangan bisa memunculkan niatan yang lain. Jika perdagangan tersebut sudah menjadi kegiatan sehari-hari, biasanya dari rumah akan mengambil jalan praktis tanpa perlu menyiapkan diri. Tempat menukar uang sudah ada, butuh merpati dan bianatang yang lain sudah tersedia, mengapa repot-repot menyiapkan dari rumah? Yang membikin repot atau akan menjadi batu sandungan, apabila mulai mengeluh atau bersungut-sungut karena merasa terlalu mahal. Niat baik yang satu tadi mulai terkotori bermacam pikiran.

Bagi si penjual, disinilah tempat yang memberikan keuntungan. Orang yang membutuhkan pasti akan membeli dan tidak ada di tempat lain. Jika perlu harga dapat dinaikkan sedikit agar laba menjadi lebih banyak. Kalau perlu bekerja sama dengan pejabat Bait Allah agar dimudahkan dan bisa bagi-bagi keuntungan. Semua barang dan binatang yang akan dijual sudah dicap halal, memenuhi syarat untuk kurban. Yang membawa dari rumah atau tempat lain belum tentu lulus uji kelayakan.

Apakah sama gereja kita dengan Bait Allah di Yerusalem sebagai rumah doa? Penulis merasa yakin bahwa Tuhan Yesus mengatakan rumah-Ku akan menjadi rumah doa. Yang namanya gereja dan diberi lampu yang tidak pernah padam, adalah rumah Allah, rumah untuk berkumpul dan berdoa, untuk bertemu dengan Tuhan sendiri. Bait Allah sekarang ini tinggal puing-puing dan hanya tertinggal satu tembok, dikenal sebagai Tembok Ratapan.

Di zaman sekarang ini bagaimana kalau ruang di depan pintu gereja kita dimanfaatkan untuk berdagang? Penulis merasa yakin bahwa kita mempunyai seribu satu macam alasan, mengapa halaman gereja kita dipakai untuk jualan. Kelihatannya apabila hal tersebut terjadi di gereja kita, kita perlu merenungkan sekali lagi dengan bening, apakah harus di halaman gereja atau ada tempat lain agar tidak “mengganggu” orang yang akan berdoa. Jangan-jangan Tuhan Yesus akan berkata :”Gereja-Ku diperdagangkan.”

Secara tidak langsung, jangan-jangan kita menjadi “penggoda” seperti zaman Adam dan Hawa. Rasa lapar dan haus yang ditunda karena ingin bertemu Tuhan, zaman dahulu pernah diajarkan. Berpuasa satu jam sebelum mengikuti Misa Kudus karena akan menyantap Tubuh Tuhan Yesus, sepertinya sekarang ini mulai meluntur. Jajanan yang tersedia yang dapat kita lihat, sepertinya menggoda kita apalagi bagi anak-anak. Mereka akan menyanyi untuk dibelikan minuman dan makanan dan kalau orang tua kalah, terpaksalah keluar sebentar agar sang anak tidak membuat ulah di dalam gereja. Buntut-buntutnya, di dalam gereja sering kita jumpai sisa-sisa makanan, kertas tissue, bungkus permen dan lain-lain. Orang dewasapun tidak kalah dengan yang anak-anak, masuk gereja dengan membawa minuman segelas atau permen. Pasti ada alasan tertentu mengapa perlu minum atau makan permen.

Pertanyaan ekstrim yang perlu kita renungkan, siapkah kita berpuasa sehari semalam sebelum perayaan Ekaristi? Pada waktu Doa Syukur Agung jangan-jangan secara tiba-tiba dapat melihat Tuhan Yesus secara kasat mata! Jika hanya puasa semalam maka melihat perubahan roti menjadi daging, dan jangan-jangan malah menjadi jijik. Lha kalau hanya satu jam, ya cukup melihat roti bundar saja. Jika tanpa puasa sama sekali, ya mungkin cukup untuk kelengkapan budaya sebagai pengikut Kristus.

Dari gurauan di atas, paling tidak kita belajar menyiapkan diri dengan suatu niat akan ikut bersatu memuji dan bersyukur dalam perjamuan kudus. Perjamuan yang paling luhur di dunia, karena Tuhan Yesus berkenan hadir sendiri dan memberikan berkat-Nya. Biarlah mata hati kita yang merasakan kehadiran Tuhan di dalam kita.

Dari mulut bayi dan anak yang menyusu Engkau telah menyediakan pujian, apakah hal ini seperti tertulis dalam Mazmur 8? Dalam benak penulis, alangkah indahnya apabila sebelum Misa Kudus ada lagu yang mudah diingat untuk semua orang :”Tuhan Yesus, Juru Selamat kami!” Lagu pujian sedemikian rupa, yang membuat orang termasuk anak-anak ingin segera masuk ke dalam gereja dan ikut serta menyanyikannya.

Yesus mengutuk pohon ara
21:18. Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar. 21:19 Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. Kata-Nya kepada pohon itu: "Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya!" Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. 21:20 Melihat kejadian itu tercenganglah murid-murid-Nya, lalu berkata: "Bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering?" 21:21 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi. 21:22 Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya."
Penulis tidak tahu mengapa Tuhan Yesus mengutuk pohon ara. Pohon yang biasa berbuah pada musimnya adalah hal biasa apabila tidak berbuah jika belum waktunya. Menjadi hal yang tidak lumrah apabila berbuah bukan pada musimnya. Pasti ada pengaruh dari luar yang membuat pohon musiman selalu berbuah setiap waktu. Mungkin disinilah Tuhan Yesus mengharapkan kepada kita, dengan sentuhan-Nya kita bisa berbuah setiap waktu tanpa mengenal musim. Mau berbuah sedikit atau berbuah lebat tidak masalah, yang penting buahnya bisa dinikmati oleh orang yang membutuhkan, di setiap saat.

Apakah pohon ara disamakan dengan bangsa Yahudi yang sedang murtad dan tidak menghasilkan buah pada waktu itu? Pohon ara yang tidak bersalah tersebut menjadi “korban” kiasan atau perumpamaan. Mungkinkah bangsa Yahudi setelah itu memang dinubuatkan selamanya tidak berbuah banyak? Mungkinkah dari mereka hanya menimbulkan perselisihan yang tidak berkesudahan sampai sekarang ini? Buah-buah yang dihasilkan kering, rontok dan mati oleh pohon ara itu sendiri. Kesombongan rohani sebagai bangsa terpilih malah menjadikan bumerang bagi mereka sendiri.

Namun kelihatannya Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan belas kasihnya kepada manusia termasuk orang Yahudi. Percaya dan tidak bimbang akan keallahan Tuhan Yesus apapun bisa terjadi. Permintaan dalam doa dengan penuh kepercayaan merupakan janji Tuhan Yesus bahwa kita akan menerima. Yang paling sulit adalah mengatasi kebimbangan, keraguan yang menjadi batu sandungan. Kebimbangan, keraguan, jangan-jangan dan sejenisnya ini kalau kita kumpulkan akan membentuk gunung kekawatiran. Gunung penghalang tersebut akan menutupi jalan terang, jalan lurus yang akan kita lalui. Dan bukit keraguan ini hanya yang bersangkutan sendiri yang tahu. Jalan keluarnya hanya satu, memindahkan gunung tersebut. Tuhan Yesus malahan lebih ekstrim, dicampakkan ke dalam laut sampai tenggelam tidak kelihatan, agar tidak menjadi penghalang juga bagi orang lain. Kalau bisa, dihancurkan atau malahan dihilangkan sama sekali.

Terkabulnya doa yang sungguh-sungguh, bisa langsung terjadi pada saat itu, tetapi mungkin saja setelah melampaui kurun waktu beberapa lama. Janji Allah kepada Abraham untuk mempunyai anak berkisar dua puluh lima tahun! Bisa kita bayangkan bagaimana kira-kira pergolakan iman bapak Abraham. Disinilah peran waktu yang sering membuat kita menjadi bimbang dan ragu, apakah doa permohonan kita diterima atau tidak. Iman kepercayaan mulai goyah, timbul gempa di dalam diri. Keinginan kita biasanya langsung sak deg sak nyet, pada waktu itu juga dikabulkan, tidak boleh kurang. Kalau bisa sesuai persis dengan permintaan kita, syukur-syukur lebih baik. Jika belum dikabulkan, terus muncul pertanyaan :”Bagaimana sich, kok belum?” Jangan-jangan kita terus mendongkol, mengeluh dan menuntut dan buntutnya menghojat. Apabila dikabulkan namun tidak sesuai dengan permintaan, kita masih mengeluh :”Lho, koq hanya segini?”

Selama ini penulis belum pernah mendengar akan kabar bahwa gunung dipindahkan oleh orang kudus. Bagi penulis, gunung adalah simbul bukit batu sandungan, kumpulan pencobaan yang dapat kita campakkan ke dalam laut, sehingga tidak mengganggu kita, apabila kita percaya kepada-Nya dan berniat bangkit serta berubah. Siapkah kita percaya dan mengikuti ajaran-Nya?

Pertanyaan mengenai kuasa Yesus
21:23. Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?" 21:24 Jawab Yesus kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. 21:25 Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?" Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? 21:26 Tetapi jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes ini nabi." 21:27 Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami tidak tahu." Dan Yesuspun berkata kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Pertanyaan para imam dan tua-tua kelihatannya menuntut Tuhan Yesus untuk menjelaskan tentang jati diri-Nya, dan selanjutnya dari jawaban Tuhan Yesus, mereka akan “menyerang-Nya.” Namun pertanyaan tersebut dibalikkan menjadi pertanyaan yang hampir sama kepada mereka, dan mereka malah gelagapan kebingungan menjawabnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, rasanya kita juga sering melakukan pertanyaan-pertanyaan kepada orang lain dengan tujuan untuk menyudutkan atau membuat malu orang tersebut. Seringkali kita membuat skenario pertanyaan yang jawabannya sudah ada, dimana dari setiap jawaban akan memunculkan pertanyaan baru dan pertanyaan baru. Orang yang tidak cerdik dan waspada akan merasa terdesak dan gelagapan. Dan kita merasa puas telah “berhasil menang” pada waktu itu. Terus kemenangan itu kita ceritakan kepada orang lain, betapa hebatnya kita. Jangan-jangan orang yang mendengar malahan menertawakan kita dalam hatinya.

Tuhan Yesus sepertinya memberi pengajaran kepada kita untuk selalu cerdik dan waspada, kalau perlu pertanyaan dijawab juga dengan pertanyaan, untuk mengorek maksud yang sebenarnya dari pertanyaan tersebut. Tidak semua pertanyaan harus selalu dijawab langsung. Dalam hal-hal tertentu, pertanyaan perlu dijawab dengan pertanyaan. Disinilah ilmu kecerdikan ular seperti yang dikatakan Tuhan Yesus perlu dikeluarkan, dalam menghadapi jebakan-jebakan serigala dunia. Namun ketulusan hati harus melambari kecerdikan yang kita ungkapkan. Dengan berkata dalam hati :”Nach, kalah kau!” berarti kita juga sama dengan mereka. Ingin membalas untuk mengalahkan, mau tidak mau, diakui atau tidak, pasti terbersit di dalam hati bahwa kita marah dan balik menyerang. Ungkapan Jawa menang tanpa ngasorake, menang tanpa mengalahkan nyatanya sejalan dengan ajaran Tuhan Yesus sendiri.

Paling tidak, kita bisa merasakan bahwa pada waktu itu banyak orang awam yang mempercayai bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi pilihan Allah. Tuhan Yesus malah lebih menegaskan bahwa ia seorang nabi besar. Tetapi para elit agama, tua-tua dan imam-imam kepala bangsa Yahudi malah melecehkannya. Mereka lebih takut kepada orang banyak dari pada meyakini bahwa Yohanes Pembaptis adalah utusan Allah.

Bagaimana di zaman sekarang Ini? Mungkin, karena banyaknya penipuan yang berkedok penampakan, maka hierarki gereja harus sangat berhati-hati menyikapinya. Diperlukan penelitian dengan berbagai macam cara, dengan hati yang bening, mengharap pertolongan Tuhan agar tidak keliru menentukan. Secara umum mungkin dibutuhkan waktu yang sangat lama, karena menunggu buah-buah yang dihasilkan.

Perumpamaan tentang dua orang anak
21:28. "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. 21:29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. 21:30 Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. 21:31 Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. 21:32 Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya."
Perumpamaan yang diberikan Tuhan Yesus begitu sederhana dan mudah dijawab. Namun secara sadar kita juga sering dan mudah mengucapkan untuk mengikuti kehendak Tuhan, yang dalam pelaksanaannya ucapan tinggal ucapan. Bangkit berubah untuk berkarya atau berbuat malahan tidak. Kita mengakui Dia sebagai Guru dan Tuhan, mengerti serta tahu kehendak Tuhan, namun kenyataannya lebih banyak dan sering mengingkarinya. Mari kita renungkan bersama.

Para ahli Taurat maupun orang Farisi adalah masyarakat terpandang dan terhormat, dan mereka bagaikan anak sulung yang baik. Mereka penurut dalam ajaran namun tidak mengamalkannya secara nyata. “Inggih-inggih ora kepanggih” dalam ungkapan Jawa yang berkata ya namun tidak dilaksanakan. Mereka “mbegegek ngutha waton,” bagaikan batu besar yang tidak bergeming. Merasa sudah yang paling baik, merasa suci dan memandang rendah orang lain.

Para pemungut cukai, pelacur dan sejenisnya dianggap sebagai anak bungsu, atau warga kelas sekian yang tidak dianggap. Mereka para pendosa yang menolak pergi bekerja di kebun anggur. Mereka menyadari akan kemalasannya dan tahu bahwa itu tidak baik. Pada suatu ketika mereka menyesal dan bertobat, akhirnya bangkit berubah pikiran dan berangkat bekerja di ladang anggur, yang akan menghasilkan buah berlimpah.

Kelihatannya Tuhan Yesus ingin menegaskan akan kenabian Santo Yohanes Pembaptis, bahwa ia memang utusan Tuhan sendiri, sebagai nabi Elia kedua. Orang-orang ahli dan terhormat tetap ingin mempertahankan keahlian dan keterhormatannya, biarpun melihat pertobatan yang terjadi karena ajaran Santo Yohanes Pembaptis. Rasanya sayang sekali untuk meninggalkan segala embel-embel yang sudah tersandang, nanti bisa turun derajatnya. Masak kalah dengan orang gembel yang teriak-teriak di padang gurun menyerukan pertobatan. Meninggalkan kemapanan yang sudah diraih dan dinikmati memang berat dan sulit Makanya yang terakhir bisa menjadi yang terdahulu dan sebaliknya. Mungkin bahasa ekstrimnya, lebih baik seorang imam bekas bajingan dari pada bajingan bekas imam.

Tuhan Yesus sebenarnya hanya meminta pertobatan dari setiap orang, untuk kembali ke jalan kebenaran dan selanjutnya berubah menjadi manusia baru. Batu sandungan bagi orang-orang yang merasa menjadi pembawa kebenaran, biasanya sudah merasa benar sendiri. Sering kali malahan berlindung dibalik kebiasaan yang disebut manusiawi. Kalau hanya salah sedikit kan tidak apa-apa. Orang lain kan lebih parah dari pada kita. Akhirnya malah lupa untuk bertobat dan tidak berbuat salah lagi. Padahal yang salahnya besar malahan mengakui kesalahannya dan tidak melakukan lagi. Kita sering lupa bahwa sebenarnya ada juga kebenaran-kebenaran yang dimiliki orang lain dan harus kita akui karena memang benar. Dengan berlindung di balik dogma, ajaran atau apapun namanya, kita sering masih mencari kelemahan dari kebenaran orang lain tersebut.

Tuhan, ajarilah aku untuk dapat bertobat secara sungguh-sungguh, berubah dan berbuat sesuai dengan kehendak-Mu.

Perumpaman tentang penggarap-penggarap kebun anggur
21:33. "Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. 21:34 Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. 21:35 Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. 21:36 Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. 21:37 Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. 21:38 Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. 21:39 Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. 21:40 Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?" 21:41 Kata mereka kepada-Nya: "Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya." 21:42 Kata Yesus kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. 21:43 Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu. 21:44 (Dan barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk.)" 21:45 Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. 21:46 Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi.
Sepertinya perumpamaan ini menggambarkan tentang kelakuan bangsa Yahudi, khususnya para imam, ahli Taurat dan tua-tua yang mengambil hak Tuhan dan sudah merasa paling benar dan paling suci. Mereka bersepakat bahwa merekalah wakil Allah yang sangat menentukan benar tidaknya perbuatan seseorang. Secara tidak langsung mereka menganggap dirinya yang empunya kerajaan Allah. Mestinya merekalah yang menjadi ujung tombak untuk membawa umat dan rakyatnya kembali ke jalan yang benar. Pengalaman banyak nabi yang ditulis dalam Kitab Suci mestinya dapat dijadikan pegangan. Jika mereka hidup di jalan Tuhan, segala sesuatunya berjalan baik penuh damai dan sejahtera. Jika melawan kehendak-Nya, maka kesengsaraan yang akan mereka hadapi. Kerajaan Sorga akan diambil dan diserahkan kepada bangsa lain yang percaya dan bertobat lalu berserah kepada-Nya.

Jangan-jangan di lingkungan kitapun sama dengan zaman waktu itu. Pertobatan atau Sakramen Tobat sudah menjadi kegiatan langka, dan ajakan “bertobatlah dan percayalah kepada Injil” tinggal menjadi kenangan cerita, yang dilakukan setahun sekali. Kelihatannya para Pastor dan Dewan Pastoral Paroki serta tua-tua perlu menggerakkan kembali pentingnya Sakramen pertobatan, bukan hanya sewaktu menjelang Natal dan Paskah saja. Kalau kita mau jujur, jangan-jangan setiap hari kita selalu membuat salah dan dosa. Walaupun kita anggap kecil-kecilan namun kalau ditumpuk dan ditambah terus menerus, lama kelamaan bisa menjadi banyak dan berat. Penulis masih ingat sewaktu masih kecil, setiap Sabtu sore banyak orang datang ke gereja untuk melakukan pengakuan dosa. Pada hari Minggu sebelum misa kudus dimulai, para imam menyediakan diri menerima pengakuan dosa.

Yang menjadi permasalahan, kesalahan kecil sudah kita anggap biasa dan bukan lagi menjadi dosa. Yang lain juga berbuat sama seperti kita. Kita lebih senang menunjuk orang lain yang berbuat dosa dan kelihatan lebih besar di mata kita. Terus mereka kita samakan, kita generalisir kalau model seperti itu pasti dari berbuat dosa. Pada akhirnya kedosaan atau kesalahan tersebut menjadi budaya, dan hebatnya merasa tidak bersalah karena sudah biasa.

Jangan-jangan Kerajaan Sorga juga sudah diambil dari kita dan diserahkan kepada mereka yang kita sebut para koruptor, penjahat, perampok, pembunuh dan pelacur yang bertobat dengan sepenuh hati. Dan kita selalu menganggap bahwa mereka orang-orang bersalah yang kemudian kita jadikan obrolan dalam percakapan. Kita gebyah uyah, kita sama ratakan yang intinya kita lebih baik dari pada mereka.

Kita sering mendengar atau membaca sejarah para orang kudus yang mendapat pengalaman rohani dari Tuhan atau Bunda Maria. Pada awalnya mereka dilecehkan dan ditolak oleh Pastor atau Uskup setempat sampai akhir hayatnya. Setelah selang beberapa waktu, karena terjadinya mukjizat barulah terpikirkan bahwa orang-orang tersebut kudus dan perlu dibeatifikasi sebagai orang kudus. Jangan-jangan kalau Tuhan Yesus berkarya pada saat sekarang ini, kitapun akan menolak Dia dan akan menghojatnya. Kelihatannya orang-orang zaman dahulu dengan zaman sekarang ini tidak ada bedanya, dalam sisi rohani dan kebenaran hakiki.

Penulis mencoba merenungkan kata Tuhan Yesus, dan penulis merasa bahwa nyatanya selama ini hanya numpang hidup sesuai kontrak. Bumi dan alam ini bukan milik kita, semuanya milik Yang Maha Kuasa. Penulis hanya salah satu dari penggarap kebun. Hanya salah satu penyewa lahan, yang tidak pantas kalau disebut kebun. Namun virus keserakahan ini selalu membujuk dan merayu. Kepenginnya dunia ini kita kuasai dan kita miliki selama-lamanya. Kita lupa dengan kontrak, bahwa jika sudah habis waktunya kita harus hengkang dari dunia ini alias mati. Perhitungan selama kontrak tadi harus kita pertanggung jawabkan dengan yang Empunya. Jangan-jangan banyak kewajiban kontrak yang belum kita laksanakan dan kita lunasi. Jangan-jangan sewaktu dituntut di depan pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat, kita kalah dan harus masuk penjara. Penjara seperti apa? Nach .....!

Jika kita membuka Kitab Mazmur, Yesaya, Yeremia maupun Zakharia, maka akan kita temukan kata batu penjuru. Mungkin hal ini berhubungan langsung dengan Tuhan Yesus sendiri yang sudah dinubuatkan oleh para nabi. Batu yang begitu hebat namun tidak kelihatan hebatnya bagi orang Israel. Batu itu dianggap biasa dan dibuang, namun malah akan ditemukan oleh orang lain dan menjadi batu penjuru. Betapa mengerikan jikalau Kerajaan Surga diambil dari mereka dan diserahkan ke bangsa lain. Pada kenyataannya sampai sekarang mereka tidak mengakui Tuhan Yesus sebagai Mesias.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar