Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 7

Bab 7. Hal Menghakimi, yang Kudus dan berharga, pengabulan doa, jalan yang benar, pengajaran sesat, dua macam dasar

Hal menghakimi
7:1. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 7:2 Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. 7:3 Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 7:4 Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. 7:5 Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."
Tuhan Yesus mengajarkan untuk tidak menghakimi, karena hanya Dialah Sang Maha Hakim. Disini Tuhan Yesus sepertinya mengingatkan kepada kita, bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna. Setiap orang diciptakan dengan memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus disadari. Setiap manusia diingatkan untuk selalu mawas diri, apakah sudah lebih baik sebelum membicarakan kekurangan orang lain. Membuang segala kekurangan dan tinggal kelebihannya yang kelihatan, maka kita akan bisa belajar dari orang lain.

Padahal dalam kenyataannya kita lebih sering menghakimi orang lain. Menghakimi melalui pikiran-pikiran yang negatif, melalui perkataan-perkataan, gosip-gosip yang belum tentu kebenarannya. Memang, membicarakan orang lain rasanya begitu nikmat kalau kita sedang berkumpul, dan jarang sekali membicarakan orang lain karena kebaikannya, tetapi lebih banyak issue kejelekannya. Jangan-jangan tanpa kita sadari kitapun juga dibicarakan oleh orang lain, seperti kita membicarakannya.

Memang dalam kehidupan sehari-hari yang berkembang adalah menghakimi orang lain dengan perbuatan-perbuatan, karena sudah merasa tidak cocok lebih dahulu. Masih beruntung kalau hanya baru di dalam batin menilai negatif. Jangan-jangan orang tersebut begini dan begitu, yang masih belum tentu kebenarannya. Sering kali kita memilih-milih orang untuk menjadi teman atau sahabat, dan begitu waspada dan curiga kepada orang yang belum kita kenal. Sering kali kita merendahkan orang lain karena penampilan, pendidikan, kekayaan dan sebagainya. Tidak kita pungkiri bahwa mempunyai modal sesuatu, apakah itu kekayaan, pendidikan, kemampuan atau malahan segalanya punya, akan membawa ke jenjang percaya diri yang lebih. Berani tampil dimana-mana dan kepala bisa sedikit diangkat karena merasa bermodal. Dan umumnya apabila merasa tidak mempunyai modal apapun, menjadi orang yang lebih penurut, pendiam dan pendengar. Terserah mereka saja yang pada lebih segalanya. Menerima saja tanpa berkomentar. Aku kan hanya manusia biasa yang tidak mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan dan disombongkan.

Menurut penulis, sebenarnya setiap orang mempunyai modal, paling tidak modal pengalaman hidup yang dialaminya selama ini. Entah pengalaman itu yang baik ataupun yang buruk, yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan. Itu salah satu kelebihan yang mungkin orang lain tidak mempunyai. Jadi, sebenarnya semua orang itu mempunyai kelebihannya masing-masing. Sepandai apapun seseorang, yang mungkin kita sebut sebagai jenius jempolan, tetap saja masih ada kekurangan. Dan kekurangan si jenius itu malah dimiliki oleh orang lain dan menjadi kelebihannya.

Tuhan Yesus mengajak kita untuk selalu berkaca lebih dahulu (balok dalam mata kita), apakah kita ini sudah baik tanpa cela, sebelum mencela orang lain. Cermin yang kotor kena debu, harus sering kita bersihkan agar kita dapat berkaca dengan jelas. Yang pantas menghakimi hanya Tuhan sendiri.

Yang dapat penulis pahami adalah, kita diajak untuk selalu berpikir positif terhadap orang lain, menghilangkan rasa curiga dan berprasangka. Kita diajar untuk melihat ke dalam diri sendiri dahulu, masih adakah kekurangan yang kita temui. Sebelum bisa membersihkan diri sendiri, mengapa mesti repot-repot mengurusi kotoran orang lain? Pada dasarnya kita ini belum tentu lebih baik dari orang lain. Betapa malunya jika kita kecelik menilai seseorang, dan nyatanya keliru jauh dari penilaian kita itu.

Dengan berpikir positif, maka kita malah bisa belajar banyak karena selalu melihat segala kelebihan yang dimiliki orang lain. Mencela dan menghakimi, secara tidak langsung kita merasa lebih baik dibandingkan orang lain tersebut. Karena merasa lebih baik, maka kita tidak belajar apapun, tidak tumbuh dan berkembang semakin baik.

Karena selalu berpikir positif, maka Tuhan juga akan melihat kita secara positif. Bukan menghakimi tetapi malah sebaliknya mengakui bahwa masih ada yang kurang dalam diri. Mungkin agak berbeda dengan memberi nasihat, petuah atau saling ngobrol untuk saling koreksi diri, agar dapat tumbuh berkembang bersama-sama. Kita akan lebih gampang tumbuh berkembang apabila mau menerima pupuk dan siraman dari orang lain.

Hal yang kudus dan berharga
7:6 "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu."
Anjing dan babi pada zaman itu kelihatannya termasuk binatang rendah, malahan haram yang tidak perlu didekati. Anjing dan babi sudah barang tentu tidak suka dengan barang kudus maupun mutiara. Dia jelas lebih senang dengan sisa makanan, ampas tahu atau tulang muda. Pokoknya makanan kesukaan yang dibutuhkan pada saat itu. Anjing dan babi tidak akan pernah tahu akan nilai barang kudus maupun mutiara. Dikira makanan enak, tidak tahunya bukan, marahlah binatang tersebut karena merasa dipermainkan. Kalau mau memberi sesuatu, mbok sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan saat yang tepat agar nilai gunanya pas.

Perumpamaan ini seperti suatu peringatan kepada kita untuk hati-hati didalam membagikan pengalaman hidup, dimana kita telah menerima karunia atau berkat dari Tuhan. Barang yang kudus dan mutiara adalah suatu simbol yang tidak ternilai yang datang dari Tuhan. Karunia Kasih Tuhan tidak perlu digembar-gemborkan kepada setiap orang, apalagi kepada mereka yang dilambangkan anjing dan babi, karena belum tentu mereka semua orang dapat menerimanya, melainkan malahan dapat memusuhi dan menganiaya kita. Bersaksi memang mestinya hanya di kelompoknya sendiri saja sebagai penguat iman. Pengalaman iman yang disampaikan ke dalam kelompok sendiri saja belum tentu dapat diterima dan dipercaya, apalagi kepada orang lain. Setiap keinginan sepertinya mempunyai caranyanya masing-masing yang perlu dipikirkan dan dipersiapkan, sebelum menjadi perbuatan nyata.

Penulis mencoba merenung apakah hal ini ada kesamaan dengan sebutan kristenisasi? Yang jelas tidak ada katolikisasi. Mengapa? Karena untuk menjadi orang katolik perlu belajar tentang iman katolik hampir selama satu tahun. Jika merasa tidak cocok dan masih bimbang, mereka diperbolehkan menunda menjadi katolik. Atau malahan bebas untuk tidak menjadi katolik sama sekali.

Menyampaikan kabar sukacita keselamatan yang dilakukan Tuhan Yesus ke sembarang orang, dapat menjadi batu sandungan. Ada orang yang menerima kabar tersebut sekedar untuk basa-basi, dan ada yang sama sekali tidak mau terima. Kelompok ini bisa marah karena merasa ikan di dalam kolamnya akan diambil orang lain. Sesuatu hal yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Namun yang dapat penulis simpulkan adalah : “jadilah contoh atau panutan yang baik.” Biarkan orang lain yang menilai. Jika suka biar datang sendiri kalau mau ikut, jika tidak suka ya tidak apa-apa, tidak akan disia-siakan.

Pada dasarnya setiap orang bisa membedakan mana yang baik dan benar, dan mana yang tidak. Namun dalam kegelapan hati, iri dengki, ada saja orang atau kelompok yang sulit untuk menerima kenyataan tersebut. Ada saja alasan yang dikemukakan untuk tidak mau mengakui. Malahan jangan-jangan kebenaran dan kebaikan yang universal tersebut diaku hanya sebagai miliknya. Kebaikan dan kebenaran sejati tidak bisa ditutupi walaupun ditolak dan tidak diakui. Apabila kesadaran diri sudah bisa menerangi orang tersebut, maka sekecil apapun pengakuan itu, pasti akan terbersit di dalam hati nuraninya.

Kira-kira apa yang terjadi apabila ada seseorang yang membutuhkan makanan karena sudah beberapa hari perutnya tidak kemasukan sesuatu. Dia datang kepada kita dan memohon untuk diberi makan. Terus kita jawab bahwa ada makanan lain yaitu firman yang membuat tidak pernah lapar lagi. Atau orang tersebut kita suruh mencari kerajaan surga terlebih dahulu. Kemungkin besar orang tersebut bersungut-sungut, marah besar atau ingin menghajar kita. Pada saat itu dia hanya membutuhkan makan dan minum, bukan ceramah rohani.

Hal pengabulan doa
7:7. "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. 7:8 Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. 7:9 Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, 7:10 atau memberi ular, jika ia meminta ikan? 7:11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Janji Tuhan begitu indahnya, apabila kita mau meminta, mencari dan mengetok Hati Tuhan Allah Bapa kita. Dialah Yang Maha Baik Penuh Belas Kasih Tanpa Batas. Janji itu berlaku bagi siapapun, bagaikan sinar matahari yang dicurahkan bagi siapa saja yang memerlukannya. Kita diajar untuk memohon kepada Tuhan, Sang Maha Pemberi, apapun yang kita perlukan di dalam hidup ini. Kita juga diajar untuk mencari dan mencari. Mencari adalah suatu usaha yang harus kita lakukan untuk menemukan yang kita inginkan. Sering kali yang kita cari tidak ketemu atau begitu sulit, sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Mata, hati dan pikiran kita sepertinya buta, sehingga tidak melihat pintu yang ada di hadapan kita. Semua jalan sepertinya buntu yang membuat kita tidak tahu lagi harus berbuat apa. Tuhan mengajarkan untuk mengetuk Tuhan, agar pintu dibukakan. Pintu Tuhan bisa bermacam-macam model, berbagai bentuk, demikian juga cara membukanya.

Yang dapat penulis pahami adalah hidup ini suatu anugerah Tuhan, dimana segala sesuatunya kembali diserahkan kepada-Nya. Apabila kita mempunyai suatu rencana, segalanya kita sampaikan dan mohon kepada Tuhan untuk mengabulkannya. Setelah itu kita harus selalu berusaha dengan segala daya upaya agar rencana tersebut tercapai. Meminta tanpa usaha adalah sia-sia. Namun demikian, seringkali terjadi bahwa rencana kita tidak kunjung tercapai. Sepertinya semua pintu tertutup, sehingga kita tidak bisa melewatinya. Disinilah kita diajak untuk “mengetuk Tuhan” agar “pintu” yang tertutup itu dibukakan.

Didalam perenungan “mengetuk Tuhan,” seringkali kemacetan-kemacetan rencana kita sepertinya terbuka sendiri. Mengapa hal itu tidak terpikir sewaktu merencanakan, mengapa jalan keluarnya koq begitu sepele, dan sebagainya. Kadang-kadang malahan lebih ekstrim lagi, mengapa kita mesti merencanakan hal tersebut, mengapa bukan rencana yang lain yang lebih sesuai. Tanpa kita sadari, seringkali Tuhan membuka hati, jiwa atau pikiran kita, sehingga kita sendiri terbengong mengapa tidak terjadi sebelumnya. Mengapa hal tersebut tidak terpikirkan dari dahulu. Namun kita tidak menyadari bahwa itu kuasa Tuhan yang membuka mata kita.

Batu sandungan yang sering kita buat adalah, kita tanpa sadar menjadikan Tuhan sebagai pesuruh kita. Bahasa memohon kita paksakan sesuai kehendak kita. Jika permohonan tidak terkabul kita marah atau mengeluh dan jangan-jangan malah menghujat Tuhan.
Ada ungkapan Ora et Labora bahwa kita diberi kehendak bebas untuk melakukan sesuatu. Keinginan tersebut dapat dicapai kalau kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Biar hasil usaha yang akan kita capai tersebut menjadi berkat, kita memohon kepada Tuhan melalui doa. Jadi hasil apapun yang akan kita capai adalah berkat dari Tuhan yang harus kita syukuri. Hasil itulah yang terbaik dari Tuhan pada saat itu. Yang terbaik bagi Tuhan memang belum tentu terbaik bagi kita pada saat itu, karena keserakahan kita. Secara jujur harus kita akui bahwa kita selalu ingin lebih, apapun itu.

Jika waktu sudah berlalu beberapa saat dan kita mencoba merenungkan kembali tentang hasil-hasil dari permohonan dan usaha kita, kita bisa terheran-heran sendiri. Coba kita melihat ke belakang, ke dalam liku-liku perjalanan hidup kita sampai saat ini. Pasti ada sesuatu yang ajaib dan luar biasa. Kita bisa merasakan bahwa hati ini sepertinya dibuka, diperlihatkan mengapa Tuhan mengabulkan doa kita seperti ini dan seperti itu. Begitu indah dan penuh misteri, betapa maha baiknya Tuhan Allah kepada kita.

Jalan yang benar
7:12. "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.
Tuhan Yesus disini kelihatannya memberikan pelajaran pokok dari seluruh isi hukum Taurat dan kitab para nabi terdahulu. Kita bisa mengatakan bahwa lawan kata “kasih” adalah “egois,” sedangkan lawan kata cinta adalah benci. Kasih lebih melayani dan keluar dari diri kita, sedangkan egois lebih minta dilayani yang masuk ke dalam diri kita. Kita diajak untuk mengenal diri sendiri dengan keinginan ego kita, dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Apa yang kita mau dan apa yang kita tidak mau, ……… yang pada dasarnya menjadi keinginan setiap orang juga. Kita diajar untuk mau mengenal dan memaklumi orang lain, karena sebenarnya hampir sama dengan kita. Kalau mau dipuji orang lain, belajar dan pujilah orang lain lebih dahulu. Kalau tidak mau disakiti orang lain, belajar untuk jangan menyakiti orang lain lebih dahulu. Inilah ajaran kasih yang mau melayani orang lain tanpa pamrih. Inilah proses pembelajaran untuk berubah, ego digeser dan digeser menurun menuju ke arah kasih yang semakin meningkat.

Dan kenyataannya, perjuangan untuk berubah ini sangat berat. Kita lebih sering bersembunyi dibalik ungkapan Jawa ciri wanci ilange yen digawa mati. Kita berlindung bahwa itu semua sudah menjadi bagian watak, kodrat, karakter atau istilah apapun. Yang berarti kita memang tidak siap untuk berubah. Yang sering terjadi malahan kitalah yang ingin merubah orang lain menurut selera kita.

Pelajaran untuk saling mengasihi, saling membahagiakan, saling menyenangkan, saling menghibur dan saling lainnya lagi dikatakan menjadi dasar seluruh hukum. Betapa indahnya hidup ini jika hal tersebut memancar dari diri kita masing-masing, dan selanjutnya menyebar ke segala penjuru. Pasti bumi akan ikut menyuarakan sorak pujian kepada Allah, bersama para suci di surga.

Mengapa harus berbuat jahat kepada orang lain? Apa ruginya berbuat baik kepada orang lain? Apa bedanya memberi senyum dengan memberi cemberut kepada orang lain? Jika segala sesuatu dapat dipermudah, mengapa mesti dipersulit? Bagaimana rasanya kalau kita yang dipersulit orang lain? Jika segala sesuatu bisa dipercepat, mengapa mesti diperlambat? Mana yang kita pilih, membuat orang lain senang atau membuat orang lain marah? Membuat diri sendiri dicintai orang lain atau dibenci? Semuanya tergantung kepada kita masing-masing, jalan mana yang akan kita pilih.

Jika kita renungkan, sebenarnya hidup ini malah untuk menyenangkan orang lain. Jika semua orang melakukan hal tersebut, maka kita semua akan menjadi senang karena kita juga akan disenangkan orang lain. Alangkah indahnya! Hal inipun sebenarnya tidak gampang karena memerlukan proses untuk berubah, bagaimana menyenangkan orang lain.

7:13 Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; 7:14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya."
Jadi memang betul bahwa jalan menuju kehidupan abadi sangatlah sulit, ditinjau dari kenikmatan duniawi yang menjanjikan. Tuhan Yesus sebenarnya sudah menawarkan jalan keselamatan kepada semua orang. Tawaran Tuhan tidak mengikat dan memaksa, namun diserahkan kepada kita untuk memilih. Tawaran tersebut berlaku sampai akhir hayat kita. Tuhan Yesuspun juga sudah mengatakan bahwa akan sedikit yang menerima dan mengikuti tawarannya. Tawaran Tuhan Yesus memang tidak populer di dalam kehidupan yang serba mengandalkan kepada uang dan materi. Namun demikian hanya tawaran kasih Tuhan Yesus yang membawa ke keselamatan abadi. Dan Tuhan Yesus sendiri juga tidak pernah mengatakan bahwa orang tidak boleh kaya, selama kekayaan tersebut diperoleh dengan jalan yang benar dan tidak merugikan orang lain.

Duniawi yang gemerlapan harus diakui menjadi dambaan orang banyak. Segala kemewahan terhampar di hadapan kita yang dapat kita rasakan dengan daging kita. Hampir sulit mencari orang yang mau hidup di dalam kesederhanaan dan tidak terpikat gemerlapnya dunia. Hal ini tidak terkait langsung bahwa orang tidak boleh kaya raya. Masih banyak orang kaya raya yang hidupnya sederhana dan lurus jika diukur dengan jumlah kekayaannya. Banyak juga orang miskin yang terbuai dengan kenikmatan duniawi dan lupa diri bahwa sebenarnya ia belum mampu.

Dampaknya, mungkin kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Pertanyaannya, sekarang mana yang mau kita pilih? Jalan keselamatan yang tidak populer dan tidak menarik serta sulit dicari, atau jalan sebaliknya. Virus penyakit serakah memang bisa dikatakan sebagai biang keladi segala macam, yang mungkin para ahli menyebutkan dalam model tingkat kebutuhan. Dan semuanya itu syah-syah saja karena kita memang masih di dunia. Kelihatannya Tuhan Yesus memang lebih berpihak kepada orang-orang kecil dan sederhana dalam segala hal. Kelompok yang seperti ini memang boleh dikatakan menerima apa adanya, walaupun juga mempunyai keinginan yang lebih baik. Mereka sudah dapat mawas diri sesuai kemampuan yang mereka rasakan. Lebih baik dari hari kemarin namun tidak terlalu ngangsa meloncat tinggi. Cukup yang sekelas adem ayem tentrem murah sandang pangan saling gotong royong, aman sejahtera.

Batu sandungan yang biasanya dihadapi apabila kita merasa memiliki kemampuan, kelebihan, kepandaian dan sejenisnya. Benih keinginan atau kebutuhan menggelora di dalam akal budi kita dan ingin meledak tersalurkan. Jika tidak hati-hati, berkembangnya kebutuhan duniawi akan membuahkan segala macam cara ditempuh untuk mencapainya.

Hal pengajaran yang sesat
7:15. "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. 7:16 Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? 7:17 Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. 7:18 Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. 7:19 Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. 7:20 Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
Jadi sejak awal Tuhan Yesus sudah mengingatkan kepada kita tentang nabi-nabi palsu. Nabi-nabi palsu tersebut begitu pintarnya dan sepertinya apa yang diajarkan dapat diterima oleh akal budi kita. Secara nalar dan perasaan sepertinya tidak ada yang keliru dan semuanya baik. Untuk menghadapi hal tersebut, Tuhan Yesus memberi petunjuk kepada kita, untuk selalu memperhatikan dan merasakan “buah-buah” yang dihasilkan.

Buah-buah yang beraromakan kebencian, perselisihan, perseteruan, peperangan, penindasan dan sejenisnya jelas datang dari para nabi palsu. Nabi palsu ini dapat menyamar siapa saja, mungkin public figure, pengkotbah, pemimpin kelompok, orang vokal atau siapapun juga. Jangan-jangan kita juga secara tidak sadar untuk beberapa saat sudah menjadi nabi palsu, begitu kita melihat dari hasil buah tangan kita. Secara tidak sadar kita menyebarkan gagasan-gagasan yang dapat menimbulkan pro dan kontra menjadi perpecahan, suka dan tidak suka. Awalnya sich kelihatan baik dan menyenangkan, sepertinya ranum dan segar. Bagaikan buah mahkota dewa yang kemerahan, merangsang untuk dibrakot. Atau jenis jambu batu yang buahnya begitu menyenangkan, namun asamnya tidak ketulungan. Secara tidak disadari malah menyiapkan bara api yang dapat mengobarkan hati orang dan akhirnya memunculkan perbuatan seperti serigala buas.

Seringkali kita berdialog baik-baik, namun kemudian berubah memanas terus berdiskusi dan selanjutnya berubah berdebat tentang sesuatu. Masih untung kalau ada yang menyadari dan mau mengalah. Kita lebih jarang menganalisa sesuatu tersebut untuk mencoba melihat dan mengenal buah-buahnya yang telah dan akan dihasilkan. Mungkin kita perlu belajar kepada petani profesional yang mencari dan mencari, menganalisa, merekayasa suatu tanaman agar bisa menghasilkan buah berlimpah, rasanya enak, tidak berdampak negatif dan tahan terhadap penyakit. Sang pohon sendiri boleh dikatakan hanya memproduksi buah dan tidak ikut merasakan hasilnya. Paling-paling hanya daun kering yang diberikan kepada sang pohon, sebagai pengganti pupuk. Jika hasilnya baik maka akan dipelihara terus, dan dikembang biakkan. Jika tidak memenuhi selera, kemungkinan besar dapat ditebang atau malahan akan dimusnahkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, nyatanya banyak jenis pohon yang menghasilkan buah tidak enak ini malahan dipelihara. Banyak alasan dapat dibuat mengapa pohon tersebut perlu dipertahankan dan dilestarikan. Paling tidak bisa untuk mengecoh atau mengelabui orang-orang yang tidak disukai. Secara bodoh, selama iblis masih boleh berkarya di dunia ini, maka akan sangat sulit untuk mempersatukan domba dengan serigala dalam satu kandang. Pasti akan muncul orang-orang yang selalu ingin menanam pohon tidak baik ini dengan tujuan tertentu. Berbagai macam alasan dapat disiapkan apabila ada yang menanyakan.

7:21. Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 7:22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? 7:23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Ajaran ini begitu mengejutkan dan mengingatkan kepada kita akan salah satu dari sepuluh Perintah Allah. Jangan menyebut dengan sembarangan nama Allah, Tuhan kita. Apalagi membawa-bawa nama Tuhan di setiap perbuatan kita, demi untuk pembenaran diri. Tuhan Yesus lebih menekankan kepada perbuatan nyata yang harus kita lakukan, yang harus seiring dan sejalan dengan kehendak Bapa di sorga. Perbuatan nyata yang dipenuhi dengan kasih dan iman sejati, yang merangsang dan menggerakkan kita melakukan hukum Tuhan.

Yang dapat penulis pahami adalah satunya jiwa, hati, pikiran, perkataan dan perbuatan untuk melaksanakan ajaran kasih tanpa pamrih. Kasih menjadi inti ajaran Tuhan Yesus, apabila kita ingin masuk ke dalam kerajaan Sorga. Kasih bukan hanya berhenti di pikiran dan mulut, namun harus diimplementasikan ke dalam perbuatan nyata

Bagi penulis memang masih ada satu hal yang membingungkan, apabila kita telah berbuat sesuatu demi nama-Nya, namun nyatanya diusir oleh Tuhan. Bernubuat, mengusir setan sampai membuat mujizat demi nama-Nya dan pada akhirnya tidak dikenal oleh Tuhan. Dimanakah salahnya? Kekuatan atau kuasa siapakah yang berkarya pada waktu itu? Apakah segala perbuatan yang dilakukan hanya untuk diri sendiri, pamrih pribadi? Lupa, bahwa Tuhan yang berkarya, bukan yang bersangkutan dengan kesaktiannya sendiri. Apakah ini yang disebut nato (bisanya hanya ngomong untuk orang lain, namun tidak berlaku bagi diri sendiri)? Apakah kata “demi” dapat disamakan dengan sumpah? Atau, masih adakah sesuatu dalam diri yang berlawanan dengan kehendak Tuhan? Apakah ini berhubungan dengan perbuatan berbelas kasih yang lainnya, yang masih perlu dikembangkan? Mungkin bagi yang disembuhkan atau dibebaskan dari derita, merasa yakin bahwa Tuhan sendiri yang berkarya melalui orang tersebut.

Sebaik apapun kita menurut yang kita rasakan, namun kalau kita berani melihat ke dalam diri sendiri, nyatanya memang masih jauh dari kehendak Tuhan. Jangan-jangan selama ini kita hanya memakai topeng-topeng sesuai kebutuhan. Disinilah menurut penulis menjadi pijakan awal untuk berubah dan berubah menjadi lebih baik lagi.

Mungkin contoh ekstrim ini bisa terjadi, misalkan saja seorang pastur yang anggaplah tidak pantas menjadi imam. Kelakuan dan perbuatannya sangatlah bejat tidak ketulungan, namun siapa yang tahu?. Apa yang akan terjadi apabila dia mempersembahkan perayaan Ekaristi? Bagi penulis, perayaan Ekaristi tersebut tetap perayaan Misa Kudus, dimana roti dan anggur yang dipersembahkan dalam doa syukur agung tetap menjadi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus. Menjadi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, bagi yang percaya dan memperlakukan-Nya dengan baik dan benar. Imam yang bersangkutan hanya “dipakai” oleh Tuhan demi umat-Nya. Dalam hal ini mungkin saja Tuhan Yesus akan berkata kepada sang pastur :”Aku tidak mengenal engkau!”

Dua macam dasar
7:24 "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 7:25 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. 7:26 Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. 7:27 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
Dengan berpegang dan melakukan ajaran Tuhan Yesus ini, maka kita sudah mempunyai dasar yang kokoh. Dasar tersebut menurut penulis adalah iman kepercayaan. Kita semua mungkin sudah sadar, mana yang baik dan mana yang tidak menurut ajaran Alkitab. Yang paling berat memang melakukan perbuatan yang sesuai dengan ajaran tersebut. Orang mendengar ajaran dan terus melakukan, hanya akan terjadi kalau yang bicara tersebut dipercayai dan diimani tanpa berpikir jauh. Agak berbeda dengan mendengar kata sang pimpinan duniawi terus melakukannya. Pimpinan tersebut mungkin yang menggaji kita atau yang lainnya, jadi ada ikatan “kontrak” dengan segala dampaknya.

Tuhan Yesus lebih kepada mengingatkan kita dalam memilih antara bijaksana dan bodoh. Bijaksana yang dilandasi kecerdikan dan ketulusan untuk kemungkinan jangka panjang. Antara surgawi dan duniawi ataupun antara rohani dan jasmani. Disinilah sebenarnya, karena iman maka melakukan perbuatan nyata dengan tulus ikhlas yang menjadi pondasi batu yang kokoh. Jadi kalau hanya pintar omong tentang ajaran Tuhan Yesus, tanpa melakukan sendiri, jangan-jangan Tuhan Yesus dengan sedih akan berkata :”Maaf Dar, Aku tidak kenal anda, silahkan pergi dari sini.”

Yang menjadi hambatan paling berat memang karena kedagingan ini, yang kadang-kadang masih memilih-milih. Batu pondasi lebih mahal dibanding langsung ke tanah walaupun dengan mengambil risiko yang sudah diketahui. Kita sadar bahwa kita tinggal di wilayah yang banyak gempa bumi, curah hujan tinggi maupun badai topan. Batu yang begitu keras, sulit untuk dipecahkan dan berat untuk diangkat. Pasti akan sangat berbeda hasilnya apabila suatu rumah memakai pondasi batu dibandingkan dengan yang tanpa pondasi sama sekali. Apalagi didirikan diatas batu cadas dibandingkan dengan tanah gembur. Kita juga mengerti bahwa penyesalan tidak pernah datang duluan.

Tulus ikhlas bagi siapa saja ternyata tidak mudah untuk dilaksanakan, dan batu pondasi tersebut cukup berat untuk diangkat dan dipasang. Seringkali kita merasa bahwa sebenarnya kita hidup dan tinggal di atas pasir atau tanah berawa-rawa. Kita setengah menyerah duluan dan akhirnya membiarkan diri memasang batu pondasi seadanya. Nanti saja kalau sudah mempunyai modal atau mengharap semoga tidak terjadi banjir atau gempa bumi. Dan kita semua tahu tentang ungkapan bahwa penyesalan itu muncul setelah segalanya terjadi. Tidak ada penyesalan yang datang lebih dahulu.
Tuhan, ajarlah aku dengan Firman-Mu dan ajarlah aku untuk berani melakukan perbuatan nyata sesuai dengan kehendak-Mu.

Kesan pendengar
707:28 Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, 7:29 sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.

Mari kita bayangkan, bagaimana mereka takjub akan ajaran Tuhan Yesus di bukit ini. Diceritakan bahwa mereka takjub mendengarkan pengajaran baru, yang seolah-olah lebih berpihak kepada orang-orang miskin dan sederhana. Bisa kita bayangkan bahwa pada waktu itu mereka memang sedang dijajah oleh orang Romawi. Segala macam penjajahan, yang paling menderita adalah orang miskin dan sederhana, sebutlah orang bodoh karena ketidak tahuan. Dan Tuhan Yesuslah yang memberikan penghiburan. Sepertinya Tuhan Yesus tampil sungguh-sungguh berbeda dan tidak pernah memprovokasi untuk memberontak kepada situasi yang ada. Mungkin, kalau mereka melaksanakan hukum Taurat dengan benar dan konsekuen, saling memberi dan saling menguatkan, Romawi tidak bisa menjajah mereka.

Kalau kita mencoba menyimak khotbah Tuhan Yesus di bukit ini, mulai dari delapan sabda bahagia, garam dan terang dunia, penjelasan hukum Taurat, bersedekah, berdoa, berpuasa, hal mengumpulkan harta, kesetiaan, kekuatiran, merasa benar sendiri, menghakimi, hal yang kudus dan berharga, pengabulan doa, jalan yang benar, waspada sampai hal pengajaran yang sesat, menjadi contoh dan bijaksana, hal ini merupakan ajaran dari Bapa di sorga melalui Tuhan Yesus.

Walaupun baru dari kotbah yang hanya anggaplah sehari, cukup banyak yang disampaikan dan nyatanya gampang diterima namun susah dilaksanakan. Untuk dapat melaksanakan ajaran di bukit tersebut, perlu bekal iman dan niat yang sungguh-sungguh. Niat saja tidak cukup apabila tidak disertai dengan perbuatan nyata, berubah menjadi manusia baru dengan kehidupan baru. Dengan iman dan niat serta melaksanakan, kita sudah dapat memperkirakan segala macam hambatan yang akan dilalui. Semuanya memang harus dilalui dan dilewati, karena tujuan akhir berada di depan sana. Pada batas tertentu karena keterbatasan kita, kita hanya bisa bersandar dan bersandar kepada-Nya.

Dalam perjalanan ziarah hidup ini, jika ingin selamat sepertinya kita diberi kebebasan untuk bertindak selama masih dalam batas rambu-rambu yang diajarkan. Segala kejadian untung dan malang, jatuh bangun dan sebagainya memang menjadi bagian dari perjalanan hidup itu sendiri. Allah selalu dekat dan mengawasi kita, menyentuh kita. Sepertinya kita diajar untuk tidak manja dan cengeng, namun selalu tegar penuh sukacita. Dia bersama kita!

Dalam benak penulis terbayang seorang anak bayi yang sedang belajar berjalan dan bapak atau ibunya berada di belakangnya. Si anak dilepas untuk berdiri dan mulai belajar melangkahkan kakinya. Orang tua akan memberikan dorongan dan sentuhan halus yang selalu berjaga-jaga jangan sampai terluka. Si anak dengan penuh kegembiraan yang keluar dari dirinya, berusaha berjalan. Si anak percaya dengan penuh kepasrahan bahwa di belakangnya ada yang menjaga, yang tidak akan meninggalkannya. Penulis merasa yakin bahwa si anak pasti pernah merasakan jatuh dan bangun lagi, jatuh dan bangun lagi. Jika hari ini belum berhasil, masih ada hari esok dan dicoba lagi. Orang tua pasti tidak akan memaksakan kepada bayinya harus langsung bisa berjalan. Proses belajar dan proses berubah menjadi lebih baik dan lebih benar. Pada saatnya sewaktu berhasil berjalan dalam jarak tertentu, kita bisa melihat wajah bayi mungil yang begitu gembira dan bahagia di pelukan orang tua yang juga bersukacita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar