Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 11

Bab 11. Yohanes Pembaptis, Kecaman dan ajakan Juru Selamat

Yesus dan Yohanes Pembaptis
11:1. Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka. 11:2 Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus, 11:3 lalu menyuruh murid-muridnya bertanya kepada-Nya: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" 11:4 Yesus menjawab mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: 11:5 orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. 11:6 Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku."
Seorang nabi besar seperti Yohanes Pembaptis saja masih merasa ragu akan Tuhan Yesus, apalagi orang-orang seperti kita pada waktu itu. Ia masih meminta kepastian tentang Sang Mesias. Dan jawaban Tuhan Yesus juga begitu sederhana tanpa banyak promosi. Dengarlah dan lihatlah apa yang sudah terjadi. Kita diminta untuk percaya dan bersaksi akan berita kabar suka cita tersebut. Sejarah dalam Alkitab pada waktu itu, belum pernah ada orang yang kuasanya seperti Tuhan Yesus. Kabar seperti itu sudah cukup bagi Yohanes untuk percaya dari kebimbangannya.

Percaya adalah buah-buah dari mendengar dan melihat. Mendengar saja belum tentu benar akan cerita apa yang kita dengar. Cerita sering kali sudah dibumbui, ditambah dan dikurangi sesuai selera yang membuat cerita. Dengan melihat sendiri kita menjadi lebih yakin dengan apa yang kita lihat.
Pengalaman mendengar dan melihat menumbuhkan rasa percaya. Percaya sendiri kadang-kadang masih berpikir dengan nalar, apakah yang dilihat tersebut benar atau ada suatu rekayasa. Jika rasa percaya itu diyakini dengan sungguh-sungguh, biasanya terus ada rasa ingin tahu lebih mendalam. Rasa ingin tahu yang mendalam ini boleh dikatakan ingin mempelajari. Kalau kita berani jujur dengan diri sendiri, kepercayaan kita kepada Tuhan Yesus pasti berasal dari mendengar. Mendengar dari orang tua, mendengar dari orang lain atau mendengar dari tulisan alias membaca. Kita percaya ujug-ujug tanpa pernah mendengar sebelumnya, kelihatannya hanya suatu karunia dari Tuhan belaka.

Jika kita ditanya apakah pernah “melihat” Tuhan Yesus, pasti jawabnya belum. Pembaca akan ngomongin penulis pembohong, jika penulis mengatakan bahwa sudah pernah melihat Tuhan Yesus. Tetapi mungkin kita masih bisa memberikan jawaban bahwa wajah Tuhan Yesus bisa kita lihat di wajah orang-orang lain, khususnya yang menderita dan teraniaya. Itu mungkin baru dimaklumi dan dimengerti.

Namun jika ditanya mengenai “pengalaman disentuh” Tuhan Yesus, mungkin jawabnya bisa ya bisa tidak. Bagi penulis, disentuh Tuhan adalah pengalaman yang hanya bisa dilihat dan dirasakan dengan mata hati. Jelas penglihatan mata hati sangat sukar untuk dibuktikan karena merupakan pengalaman pribadi atau pengalaman kelompok secara rohani. Mungkin itulah misteri karya Tuhan yang sulit untuk dijabarkan, namun penulis merasakan dan meyakini sentuhan Tuhan tersebut. Dari apapun yang kita lihat di sekitar kita, maupun yang masuk ke dalam diri. Seperti bisikan di hati dan jiwa yang terdalam, yang menggerakkan untuk berbuat sesuatu. Namun sering akal budi atau pikiran ini malah yang menghambat dengan berbagai alasan nalar.
Diberkatilah kita yang tidak kecewa dan tidak menolak Tuhan Yesus, setelah mendengar dari orang lain.

11:7. Setelah murid-murid Yohanes pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? 11:8 Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian halus itu tempatnya di istana raja. 11:9 Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. 11:10 Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu. 11:11 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya.
Yohanes Pembaptis dikatakan oleh Tuhan Yesus sebagai orang besar, lebih besar dari semua orang. Seorang nabi besar. Kita semua mungkin sudah tahu bagaimana kelahiran Yohanes Pembaptis itu sendiri adalah suatu mujizat. Lahir dari seorang perempuan tua yang sudah menopause. Bagaimana Roh Kudus berkarya dalam rahim Elisabeth sewaktu Bunda Maria mengunjunginya. Namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. Apakah karena Yohanes yang begitu besar masih mempunyai perasaan ragu akan Sang Mesias? Terus terang perkataan Tuhan Yesus tersebut membingungkan penulis. Ataukah Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa orang-orang yang sudah berada di dalam kerajaan Sorga, yang berarti orang kudus, sekecil apapun, tetap lebih besar dari orang yang masih hidup di dunia ini? Kehidupan di dunia masih dapat mengganggu perjalanan orang-orang lurus, orang bijaksana untuk tersandung.

Banyak orang yang mendapat berkat dari Tuhan namun akhirnya berbalik arah demi kepentingan sendiri di dunia. Kita pernah mendengar tentang cerita Yudas Iskariot yang dipanggil dan terpilih menjadi salah satu rasul. Yang terpilihpun nyatanya masih bisa berkhianat, walaupun hal tersebut memang perlu untuk penggenapan. Kasihan Yudas Iskariot yang selalu menjadi olokan sampai sekarang ini karena pernah menjual Yesus. Namun kita juga mungkin pernah mendengar pengalaman Saulus sehingga menjadi Paulus yang begitu hebat. Secara gurauan sering kali kita ditanya untuk menilai, mana yang lebih baik setelah sampai akhir hidupnya; seorang pastur bekas preman atau preman bekas pastur.
Memang karya Allah begitu misteri bagi semua orang. Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya sendiri. Tetapi dalam keadaan tertentu, sepertinya Allah memilih seseorang atau kelompok menjadi utusan-Nya secara mengherankan. Tetapi penulis merasa yakin bahwa sesungguhnya Tuhan menghendaki semua manusia masuk ke dalam kerajaan surga, saking maha kasihnya Tuhan. Hampir sama halnya kita-kita ini yang menginginkan anak-anak kita menjadi begini dan begitu, karena kita menginginkan kebahagiaan bagi anak-anak kita. Umumnya kebahagiaan yang berhubungan dengan materi kecukupan, walaupun juga mengharapkan harus melalui karya kebaikan dan kebenaran.

11:12 Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. 11:13 Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes 11:14 dan--jika kamu mau menerimanya--ialah Elia yang akan datang itu. 11:15 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!
Dalam kemapanan, biasanya kita tidak siap menghadapi perubahan yang akan mengalir, menggelinding terus tanpa henti. Seringkali kemapanan tersebut dikaitkan dengan kekayaan, kepandaian, jabatan, pengakuan dan berhubungan dengan kenikmatan duniawi. Bagaimana mempertahankan kemapanan tersebut? Dengan kelebihannya, yang bersangkutan memberikan suatu gagasan, ide, pendapat atau apapun namanya dan dapat memberikan suatu argumentasi yang meyakinkan. Secara pelan, segala macam argumentasi tersebut sebenarnya untuk menyelubungi kemapanan yang sudah dibentuk. Secara lambat namun pasti maka akan terjadilah penyerongan atau pelintiran yang kelihatannya tidak menyalahi hukum.

Harus kita sadari, bahwa ayat-ayat suci dalam kehidupan sehari-hari seharusnya dimanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran. Namun juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain yang sifatnya lebih jasmani atau duniawi. Harus kita sadari bahwa jika berbicara dengan ayat-ayat Kitab Suci, dalam benak kita sepertinya sudah terisi hal-hal yang tak terbantahkan. Ini kata Kitab Suci lho! Namun sering kali kita merasa ada sesuatu yang mengganjal, tidak sesuai dengan yang kita rasakan. Kita dibuat bingung, dimana ya yang tidak pas, kurang sreg. Secara bodoh mungkin kita hanya setengah bertanya :”Semuanya kelihatan baik dan benar, namun koq begini jadinya, ya?”

Penulis pernah bertemu dengan seorang bapak beragama katolik yang isterinya lebih dari satu. Argumentasi yang diberikan adalah contoh orang-orang pilihan dalam Perjanjian Lama. Dalam Kitab Suci tidak tertulis bahwa tidak boleh mempunyai isteri lebih dari satu. Yang tertulis hanya masalah hukum perceraian. Penulis tidak terus mendesak bertanya, apakah isteri selanjutnya juga dinikahi secara katolik.

Tuhan Yesus menegaskan kepada orang banyak bahwa Yohanes Pembaptis adalah Elia. Taurat menubuatkan bahwa Elia akan datang lebih dahulu sebelum kedatangan Tuhan Yesus (Maleakhi 4:5). Apakah ini suatu reinkarnasi Elia kepada Yohanes atau suatu misteri secara rohani? Ataukah kata Elia mempunyai arti secara khusus?

Kelihatannya zaman pada waktu itu betul-betul berada pada zaman kegelapan. Kalau perlu kebenaran Taurat dan nubuatnya direkayasa sedemikian rupa, sehingga semua orang dibuat menjadi bimbang dan ragu. Jika kita bertelinga, diharapkan kita mau mendengarkan kabar tersebut, merenungkannya dengan jernih.

Menurut pemahaman penulis, Yohanes Pembaptis dalam kehidupannya sehari-hari hampir sama dengan kehidupan Elia. Pakaian bulu onta, hidup di padang gurun, ajakan bertobat dan yang lainnya. Dari kemiripan kehidupan inilah maka disebutkan bahwa Yohanes Pembaptis adalah Elia yang akan datang. Nabi Elia adalah seorang nabi terpilih, yang berpuasa dan tidak tidur selama empatpuluh hari. Seorang nabi yang bisa terbang dan diangkat ke surga dengan raganya (1 Raja-raja 18-19).

Dalam suatu pidato atau kotbah, kita sering mendengar kata-kata seperti “Semoga yang akan datang muncul Theresa-Theresa baru yang peduli akan kemanusiaan.”

11:16. Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: 11:17 Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak berkabung.
Pasar adalah tempat berkumpulnya orang-orang untuk bertransaksi, yang sibuk dengan urusan jual beli. Setiap orang boleh dikatakan sibuk dengan urusannya masing-masing, dan tidak peduli dengan orang lain. Dalam proses tawar menawar, setiap orang mencoba mencari keuntungannya sendiri-sendiri. Penjual mencoba mencari untung yang besar, harga dinaikkan dan pembeli mencoba mencari untung dengan harga yang murah. Dalam pikirannya tidak ada yang mau merugi, saling tawar menawar.

Perumpamaan ini agak susah untuk dipahami, angkatan pada waktu itu diumpamakan anak-anak di pasar. Ada beberapa kelompok anak-anak yang terpisah dan sibuk masing-masing. Mereka sepertinya malahan tidak sedang berjual beli, namun main dan duduk-duduk di pasar. Pemahaman pertama, Yohanes digambarkan sebagai orang yang sedang membunyikan alat musik untuk menarik perhatian, namun semua orang acuh tak acuh kepadanya. Penampilannya dianggap tidak populer untuk masa itu. Jangan-jangan zaman sekarangpun juga sama. “Ach, ….. dia tidak seperti apa yang aku mau.” Semua orang sudah masuk ke dalam jerat duniawi dengan segala daya tariknya. Pada saat itu mereka sedang tidak tertarik berbicara yang rohani. Digambarkan dengan model permainan atau pertunjukan yang dapat melibatkan penonton. Orang bisa menari dengan bebas kalau dia merasa merdeka dan bisa bersukacita, bisa menikmati alunan musik tersebut. Dari dalam dirinya ada dorongan untuk menari. Orang bisa menangis, berkabung kalau dia merasakan penyesalan, pertobatan mendalam atau sesuatu yang membuat bersedih. Dan alunan musik tersebut bisa menggugah, mengingatkan sesuatu yang perlu disesali atau disedihan. Kenyataannya mereka tidak peduli karena sibuk sendiri dengan kebutuhannya yang lebih menarik.

Pemahaman kedua adalah kita-kita ini sebenarnya ingin menarik perhatian orang lain. Kita merasa memiliki sesuatu kelebihan yang perlu didengar dan diketahui orang lain. Apakah kelebihan itu yang menggembirakan ataupun yang menyedihkan, yang penting orang lain mau mendengarkan. Nyatanya semua orang acuh tak acuh, cuek. Mengapa? Karena orang lain juga merasa mempunyai kelebihan yang juga ingin didengarkan lebih dahulu. Semuanya sibuk dengan egonya masing-masing, semuanya ingin yang ter ... . Semuanya ingin menjadi pusat perhatian dengan berbagai macam alasan.

Mungkin perumpamaan tersebut lebih ditujukan kepada kelompok yang pro dengan orang-orang Farisi dan Ahli Taurat. Mereka tidak peduli akan seruan Yohanes Pembaptis yang mengajak untuk bertobat dan dibaptis. Mereka merasa lebih segalanya dibanding Yohanes Pembaptis. Mengikut Yohanes Pembaptis berarti mengakui dia sebagai nabi, dan secara tidak langsung mengakui bahwa mereka juga orang berdosa. Dimana harga diri ini akan diletakkan yang selama ini sudah dibungkus dengan tembok lingkaran aman dan mapan. Masak kalah dengan seorang gelandangan yang hidupnya tidak karuan.

Di Televisi mungkin kita sering melihat obrolan para pakar yang ahli segala macam, saling berdiskusi, saling berdebat. Sepertinya semuanya benar dan kita yang bodoh ini hanya bisa tersenyum dan manggut-manggut. Selanjutnya, apa yang dihasilkan dari bincang-bincang tersebut? Namun kenyataannya negeri ini masih terseok-seok dan tertatih-tatih seperti orang tua sakit-sakitan nggak sembuh-sembuh. Ataukah kita masih berpegang kepada ungkapan “alon-alon waton kelakon = biar lambat asal selamat?”

11:18 Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. 11:19 Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya."
Penampilan Yohanes maupun Tuhan Yesus dianggap tidak mengikuti arus zaman. Apalagi ajakannya tidak populer untuk saat itu. Semua orang mencari-cari alasan yang negatif, hanya karena berbeda pendapat atau tidak mau mengikuti ajarannya. Dan zaman sekarangpun hampir sama saja, kalau kita berani tampil apa adanya, maka akan dikatakan kuno, aneh. Umumnya orang malah akan hilang kepercayaan dirinya jika tampil apa adanya. Jangan-jangan keluarga atau pasangan kita yang malahan tidak suka melihat penampilan kita yang begitu sederhana.

Dalam kehidupan sehari-hari, kitapun sering melakukan hal tersebut. Dalam hati kecil kita sering mengakui kebenaran perkataan atau perbuatan orang yang bukan kelompok kita atau malahan kita anggap lebih rendah dari kita. Namun untuk gengsi dan menjaga martabat kita, mulut kita tidak mau mengakui hal tersebut dengan berbagai macam alasan.
Kita sering membuat “kasta” dalam kehidupan masyarakat kita. Kasta ini kita anggap bukan level kita dan kasta itu bukan sekelas kita. Rasanya berat sekali untuk berubah dari “kemapanan” yang kita nikmati selama ini. Untuk bertahan dalam kemapanan tersebut, mau tidak mau kita harus menyiapkan benteng pertahanan dan jurus-jurus alasan yang menguatkan tindakan kita. Jika perlu pihak yang bukan sehaluan dengan kita, direkayasa agar menjadi pihak yang “salah” dan menjadi kambing hitam. Sering muncul pertanyaan, apakah keluar dari lingkaran aman yang selama ini sudah mapan, akan menjamin perubahan yang lebih baik? Jangan-jangan ....., muncullah kekawatiran dan keraguan.

Zaman sekarang ini apabila memasuki musim pemilihan penguasa, umumnya berpromosi diri atau kampanye yang indah-indah membuai. Masyarakat mau tidak mau akan terpecah dalam kelompok-kelompok atau pendukung atau partai. Sering kali kita lupa akan tujuan dari pemilihan itu sendiri, mencari pemimpin yang dapat membawa seluruh masyarakat yang heterogin ini menuju adil makmur aman damai sejahtera. Namun begitu selesai pemilihan, mengapa selalu terjadi ketidak puasan? Jika perlu pemilihan diulang kembali, yang buntutnya biaya besar yang akan terbuang-buang. Jika sudah diakui siapa yang menang, dalam perjalanannya selalu dicari-cari kelemahannya oleh yang kalah. Mengapa yang menang dan kalah tidak bekerja sama, mendorong dan mendukung kepada tujuan utama di atas?

Hikmat Tuhan biasanya dapat mengganggu hati kecil kita, sewaktu kita sedang menyendiri dan merenungkan perbuatan kita itu. “Rasanya, betul juga kata orang itu. Tapi ..... biarin saja lah. Kalau dibiarin dan diiyakan, nanti mereka bikin susah kelompok kita saja.” Kita tidak siap legowo walaupun sentuhan Tuhan mengingatkan kita. Padahal kita diajar untuk tidak cepat menilai seseorang karena penampilannya. Apa yang kita lihat sesaat tidak selalu sama atau benar dengan apa yang kita perkirakan.

Ada seorang imam muda dan gagah menerima tamu perempuan di kamar tamu, kemudian pintu ditutup. Setelah beberapa saat perempuan tersebut keluar dan diantar sang imam sampai pintu. Beberapa hari kemudian tamu tersebut datang kembali dan diterima sang imam seperti biasanya. Jika kita berpikir negatif, maka imam tersebut sedang berpacaran dengan si perempuan. Tetapi jika berpikir positif, pasti perempuan tersebut sedang konsultasi rohani atau sejenisnya. Mengapa kita usil membicarakan orang lain? Selama belum tahu, biarlah kita tidak berprasangka, nanti kita lihat buah-buah yang dihasilkan. Coba kita bayangkan bahwa kedua prasangka tersebut ternyata keliru sama sekali. Perempuan tersebut dari biro perjalanan ziarah yang membutuhkan pastor pembimbing rohani, untuk mendampingi para peziarah. Pasti banyak hal yang mereka bicarakan dan yang harus disiapkan, tidak cukup ketemu sekali dua kali.

Yesus mengecam beberapa kota
11:20 Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya: 11:21 "Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. 11:22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. 11:23 Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. 11:24 Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu."
Kelihatannya Tuhan Yesus sangat kecewa dengan kelakuan orang-orang Khorazim dan Betsaida serta Kapernaum yang tidak berubah, walaupun telah banyak mujizat yang Dia lakukan di sana. Nubuat Tuhan Yesus pada hari penghakiman untuk kota-kota tersebut begitu keras dibandingkan dengan kota Tirus dan Sidon yang dikutuk para nabi serta kota Sodom yang mengalami kehancuran total. Apakah begitu bebalnya mereka, sehingga tidak menyadari akan kuasa mukjizat Tuhan Yesus yang begitu hebat? Ataukah sebenarnya kitapun juga sama bebalnya, karena sangat sulit berubah dari kedagingan kita. Kedagingan yang menggiurkan dan roh yang menyengsarakan.

Sering kali kita mengikuti acara retreat atau rekoleksi hidup baru dalam roh atau sejenisnya. Kita mendengarkan para pastor atau pendeta memberi siraman rohani dan kita mengangguk-angguk. Pada waktu itu sepertinya semua peserta begitu antusias, serius, dan ingin berubah menjadi lebih religius. Beberapa saat sepertinya kita berubah menjadi lebih baik. Namun lama kelamaan hal tersebut meluntur, menguap dan kita kembali kepada kehidupan yang lama. Kristal tersebut secara lambat mencair bahkan menguap diterpa segala sesuatu di sekitar kita. Mungkin orang lain yang mengenal kita, tidak melihat perubahan apapun di dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kelihatannya setiap keluarga harus selalu melakukan retreat setiap hari. Bagaikan tanaman yang harus selalu disirami, sering diberi pupuk pada saatnya, sekali waktu dibersihkan dari segala hama yang menempel, sehingga dapat menjadi pohon yang subur. Pada waktunya akan berbunga dan menghasilkan buah. Disinipun masih harus dirawat agar bunga tidak rontok dan buah tidak jatuh sebelum waktunya. Kita masih bisa menggerutu sewaktu mempunyai pohon yang subur namun buahnya tidak pernah jadi karena selalu rontok.

Mungkin secara nyata kita harus berani bangkit melaksanakan pesan Bunda Maria di Medjugorje, yang memberikan lima senjata keselamatan. Berdoa dan membaca Kitab Suci setiap hari bersama keluarga, bertobat, berpuasa dan mengikuti perjamuan kudus Ekaristi serta menerima Tubuh Kristus.

Ajakan Juru Selamat
11:25. Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 11:26 Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.
Tuhan Yesus melakukan doa singkat, yang sangat berpihak kepada orang-orang kecil dan sederhana. Memang biasanya orang-orang kecil dan orang-orang miskin menjadi kaum tertindas oleh orang bijak dan orang pandai. Jadi kitapun diajar untuk selalu berpihak kepada kaum jelata yang tertindas akibat keserakahan segolongan orang. Mungkin ajaran Jawa ini ada betulnya :”Yen pinter ojo minteri.” Kepandaian hanya untuk membodohi orang yang tidak tahu apa-apa, sampai muncul istilah pijak-sana dan pijak-sini. Memang orang kecil lebih “nrimo” dibandingkan dengan orang bijak dan orang pandai yang selalu haus akan kebijakan dan kepandaian. Orang kecil lebih sederhana, lebih pasrah dengan keadaannya, lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, lebih mudah bersyukur untuk hal-hal kecil. Segala hal yang duniawi diolah dan direnungkan dari sisi rohani menjadi sederhana.

Penulis agak bingung kena apa disembunyikan bagi orang bijak dan pandai? Apakah hal tersebut berkaitan dengan kedudukannya? Hal sederhana bisa menjadi sesuatu yang rumit jika ditinjau dari ilmu kepandaian dan kebijaksanaan? Yang mudah dan sederhana bisa menjadi sulit dan rumit? Segalanya bisa ditinjau dari semua sudut, semua aspek dan lain-lainnya? Mungkin kita akan menjawab sederhana saja, berapa lima ditambah lima. Jangan-jangan mereka jawabannya bisa enam, tujuh, delapan atau sembilan. Lho koq begitu? Lha iya lah! Sisanya nanti dicicil, kan tidak harus hari ini sepuluh. Siapa tahu sisa tersebut masih bisa dikembangkan yang memberi keuntungan.

Di kampung orang memasak air dengan kayu bakar di dapur dan semuanya menjadi hitam karena jelaga. Air didapat dari sumur atau sumber air yang ada, entah memenuhi syarat kesehatan atau tidak, biarin saja. Adanya cuma air itu. Jika sudah mendidih berarti sudah matang dan bisa untuk membuat minuman teh atau kopi. Bagi orang pandai dan bijaksana anggaplah di kota, dicari akal bagaimana supaya dapur bisa selalu bersih dan enak dipandang mata. Air harus yang pilihan, ketel yang bagus kalau bisa otomatis memberitahu kalau sudah mendidih, kayu diganti dengan kompor gas atau kompor listrik yang tidak menimbulkan jelaga. Hasil akhirnya sebenarnya hampir sama saja yaitu minuman teh atau kopi. Yang jelas, minuman teh atau kopi kota pasti lebih mahal biayanya dibandingkan yang dari kampung. Rasanya pasti tidak begitu jauh berbeda apabila bahan teh atau kopinya sama. Namun orang pandai dan bijak pasti masih mempunyai jurus-jurus argumentasi, yang mungkin malahan tidak dimengerti oleh orang kecil sederhana. Kan masih ada beberapa faktor antara lain kebersihan, keindahan, penampilan dan sebagainya.

11:27 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
Tuhan Yesus sudah mengatakan bahwa tidak ada yang kenal Dia selain Bapa di surga dan orang-orang yang dipilihnya. Jadi, sadar atau tidak sadar para pengikut Kristus adalah perkenan Allah sendiri. Otoritas ada di tangan Tuhan Yesus karena telah diserahkan oleh Bapa. Kemahakuasaan yang diterima dari Bapa dapat dipergunakan sewaktu-waktu oleh Tuhan Yesus, apabila Dia menghendaki. Paradigma Allah yang begitu jauh dan tinggi tak terjangkau, diperkenalkan sebagai Bapa yang begitu dekat dan mengasihi. Kita tidak akan mampu menjelaskan dan menjabarkan Allah itu seperti apa dan bagaimana. Paling hanya kira-kira, pokoknya yang maha segalanya terserah Tuhan. Jadi, perlu kita sadari bahwa menyampaikan kabar suka cita tentang Tuhan Yesus belum tentu akan diterima oleh orang lain. Banyak orang sampai sekarang ini yang meragukan keallahan Tuhan Yesus dan “menganiaya” para pengikutnya. Hanya sentuhan Tuhan saja yang bisa menggerakan.

Dan itu harus kita maklumi karena Tuhan Yesus sendiri saja juga tidak dipercaya, apalagi kita. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha sesuai kemampuan kita, dan biarlah Tuhan sendiri yang menyelesaikan sisanya. Pengalaman Saulus karena sentuhan dan perkenan Tuhan Yesus sendiri, dapat mengubah jalan hidupnya. Jika Tuhan sudah menghendaki, siapapun yang disentuh-Nya akan berubah dan jangan-jangan akan menjadi pewarta suka cita yang hebat. Penulis yakin bahwa sentuhan Tuhan dapat terjadi dengan cara yang mengherankan, diluar pemikiran kita.

Penulis pernah merasa disentuh Tuhan sewaktu masih SMA dan sedang dalam keadaan sakit di rumah sakit. Setelah itu lupa dan cuek karena kedagingan ini. Padahal pengalaman pada waktu itu begitu luar biasa, karena bisa mengetahui lebih dahulu siapa yang akan datang mengunjungi penulis yang sakit. Sentuhan Tuhan selanjutnya sewaktu membaca buku Vassula yang berkomunikasi dengan Tuhan Yesus secara ajaib. Pengalaman seterusnya sewaktu berkenalan dengan pak Pudjono yang mendapat karunia melihat dan mendengar dimana orang lain tidak dapat melihat dan mendengar. Dari pengalaman tersebut, kami bersepakat dan bersama-sama mencoba berusaha mencari pengajaran yang kudus.

Dan jangan-jangan, sebenarnya setiap saat kita selalu disentuh oleh Tuhan, namun tidak kita sadari. Kita sibuk sendiri dengan urusan hidup ini, sehingga tidak menghiraukan sentuhan Tuhan yang begitu lembut.
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau berkenan memanggil aku dan menyatakan kepadaku tentang Allah Bapa di surga, walaupun aku begitu kecil dan bodoh. Walaupun wejangan-Mu membuat kami terkejut dan bimbang. Amin.

11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan."
Tuhan Yesus menawarkan diri bagi orang yang letih lesu dan berbeban berat. Orang letih adalah orang yang sudah melakukan sesuatu atau bekerja keras, yang semestinya mendapat upah yang sesuai. Bagi kita semua yang sudah bekerja keras, namun sering merasakan beban kehidupan ini koq masih berat. Masih belum bisa menutupi kebutuhan sehari-hari atau bulanan. Ataukah karena kita ingin menabung untuk masa depan yang tidak jelas? Mengikuti kebiasaan dan budaya demi hari esok?

Tuhan Yesus menawarkan kelegaan dan kesegaran rohani. Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati memberikan kuk-Nya yang terasa ringan. Kelihatannya disini Tuhan Yesus mengajarkan hidup yang sederhana dalam menggabungkan perintah Tuhan dan aturan yang berlaku di dunia. Rasanya kita lebih sering terberati akan beban-beban duniawi, masa depan keluarga dan sejenisnya, daripada beban perintah Tuhan yang tidak kelihatan. Malahan perintah Tuhanlah yang kita abaikan karena beratnya tanggungan hidup yang memeras pikiran dan tenaga.

Mungkin, kalau kita merenung “apa sich yang kita cari dalam hidup ini ?” Kekayaan, kemewahan, kehormatan, penghargaan, kebahagiaan atau yang sejenisnya? Terus kita sambung, apakah sudah tercapai, mungkin secara umum jawabnya belum. Dan Tuhan Yesus menyediakan diri untuk tempat berteduh, beristirahat dan tempat konsultasi pribadi. Dia akan dengan sabar menunggu bagi siapapun yang mau datang kepada-Nya.

Pengalaman penulis sewaktu masih kecil sebagai anak tentara, ajaran disiplinnya cukup keras. Setelah bapak pensiun, penulis dan adik perempuan dititipkan kepada saudara sepupu karena tidak mampu lagi membiayai sekolah. Kebetulan saudara tersebut tidak mempunyai putera. Yang namanya “ngenger” bekerja membantu pekerjaan di rumah dan warung sambil belajar, rasanya cukup lumayan berat. Yang memberatkan hati sebenarnya bukan pekerjaan, tetapi karena memang beliau, yang penulis tumpangi tidak suka dengan penulis, mungkin mendekati setengah benci. Beruntunglah dan puji Tuhan bahwa penulis tidak membenci mereka. Pada hari libur penulis manfaatkan menjadi kuli bangunan di pelabuhan. Muncul pikiran pada waktu itu apabila nanti sudah bekerja sendiri, jangan sampai mengalami hidup susah; bukan berarti harus kaya raya.

Pengalaman hidup selanjutnya karena kemurahan Tuhan, penulis dapat bekerja di suatu perusahaan milik negara. Penulis pernah merasakan tinggal di penginapan kelas kecil sampai hotel berbintang lima, pernah berkunjung ke beberapa negara. Pernah menetap beberapa waktu di Glasgow maupun di Wellington untuk belajar, yang mungkin bagi orang lain sudah dianggap hebat sekali dan berbahagia.

Kenyataannya harus penulis akui bahwa ada sesuatu yang hilang selama penulis menikmati kehidupan tersebut. Rasanya lebih nikmat dan bahagia tidur berpelukan dengan isteri dan anak-anak dibandingkan tidur di hotel mewah sendirian. Lebih nikmat makan dengan tangan di warung Tegal sambil mengangkat satu kaki dibandingkan makan di restoran yang harus berpakaian komplit memakai jas.
Begitu penulis pensiun, kebebasan dan kemerdekaan malah semakin dapat dirasakan dan dinikmati. Rasanya persahabatan dengan Tuhan Yesus dan Bunda Maria bisa semakin dekat. Sebelumnya, waktu untuk Tuhan hanya hari Minggu di gereja yang mungkin agar tidak diomongi orang lain. Kelegaan dan ketenangan yang ditawarkan Tuhan begitu mempesona yang mungkin bagi orang lain bisa-bisa dianggap bodoh dan tidak maju. Nyatanya makan ketela atau ubi talas juga bisa dinikmati dengan sukacita. Nyatanya memakai celana dan baju seadanya juga tidak membuat menjadi berbeda.
Tuhan, terima kasih atas segala berkat-Mu yang Kau berikan kepada kami. Tuntunlah selalu agar kami jangan terpeleset jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar