Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 23

Bab 23. Kecaman dan Keluhan Tuhan Yesus

Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
23:1. Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 23:2 "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 23:3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 23:4 Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 23:5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; 23:6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 23:7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 23:8 Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. 23:9 Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. 23:10 Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 23:11 Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 23:12 Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Beberapa pelajaran dari Tuhan Yesus yang dapat penulis pahami adalah, menuruti dan melakukan ajaran baik dari gembala kita yang masih di dunia ini. Namun perbuatan gembala tidak harus selalu ditiru dan dituruti apabila bertentangan dengan ajaran-Nya. Sudah sewajarnya apabila gembala “melayani” para domba-dombanya, supaya tumbuh gemuk dan sempurna. Meninjau ke padang rumput dimana para domba menjalani kehidupannya. Mungkin saja banyak domba yang nyelonong di tempat jauh dan gersang, berjuang mempertahankan hidup. Jangan-jangan malah ada sekelompok domba yang kegemukan sehingga tidak bisa bergerak, hanya tiduran saja.

Sudah menjadi kebiasaan dan budaya apabila para domba “menempatkan” gembalanya di tempat terhormat dan terdepan, dan kata-katanya kadang dianggap sebagai “sabdo pendito ratu.” Penulis tidak tahu apakah ayat di atas mempengaruhi penampilan para pastor saat ini, yang lebih suka berpakaian biasa dari pada jubah. Orang biasa akhirnya tidak bisa membedakan mana yang imam mana yang awam. Sering kali terjadi seorang imam dikira tukang kebun atau pembantu di paroki, yang ditanya si orang awam yang mencari atau ingin ketemu pastor. Kalau si awam bertanya dengan sopan dan halus tidak jadi masalah. Lucunya jika si awam merasa mempunyai derajat lebih, dengan lagak lagu seperti bertanya ke pembantunya di rumah. Bisa kita bayangkan betapa rona merah di wajah dan salah tingkahnya si awam, begitu mengetahui bahwa si tukang itu adalah imam yang dicari.

Pelajaran kedua adalah kita semua saudara yang sederajat di Mata Tuhan, yang harus bisa saling melayani, saling menghormati dan saling mengasihi, saling berbagi. Asal bukan saling berebut rezeki, kekuasaan dan sejenisnya. Tidak ada perbedaan apakah kaya atau miskin, pintar atau bodoh, hierarki atau awam, berkedudukan atau tidak, hitam atau putih, coklat atau kuning, besar atau kecil. Yang membedakan hanya hiasan luar yang dapat kita lihat. Uba-rampe yang akan ditinggalkan kalau kontraknya sudah habis. Persaudaraan sejati tanpa batas, lepas dari ruang dan waktu.

Namun dalam kehidupan sehari-hari, di mata dunia rasanya kita diajar untuk membuat kasta, memilah-milah, mengklasifikasikan sesuai uba-rampe yang disepakati. Akhirnya perbedaan menjadi hal yang paling disoroti dan dibicarakan. Susah menerima dan memaklumi apa itu perbedaan dan apa itu persamaan. Pokoknya harus ada yang bisa dibicarakan, dikomentari ataupun diperdebatkan. Kalau menerima apa adanya, nanti dunia tidak menjadi ramai malahan akan statis.

Pelajaran ketiga adalah kita hanya punya satu Bapa, satu Rabi dan satu Pemimpin, yaitu Allah sendiri. Hal ini sepertinya menyiratkan bahwa yang kita sebut bapa, atau rabi atau pemimpin di dunia ini tidak mencerminkan sesuai namanya. Bisa jadi terjemahan yang pas untuk tiga istilah di atas dari bahasa aslinya tidak ada padanannya. Dalam bahasa Jawa, kata Bapa mempunyai arti yang agak berbeda dengan kata Bapak menurut pemahaman penulis. Walaupun sentilan Tuhan Yesus itu kelihatannya ditujukan kepada kelompok atau orang-orang tertentu yang berlagak karena uba-rampenya, tetapi sering kali terpikir juga ingin mengganti istilah di atas, khususnya kata pemimpin yang sudah begitu populer. Jangan-jangan Sang Mesias menggerutu karena sebutan-Nya kita adopsi. Jalan keluarnya mencari yang gampang. Makna inti kita percayai bahwa Tuhan Yesus pemimpin kita, seperti ungkapan Paulus bahwa Dia kepala dan kita anggota tubuh-Nya. Pemimpin di dunia ini hanyalah istilah yang bisa kita ungkapkan, dan tidak akan pernah setara dengan Sang Pemimpin Sejati. Pemimpin kelompok, pimpinan perusahaan dan sebagainya hanya sebatas ungkapan.

Perlajaran selanjutnya adalah harus berani mengalah, siap melayani dan rendah hati di dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Bukan mengalah dalam hal kebenaran dan kebaikan, dan akhirnya menyerah bahwa kebenaran dan kebaikan diserongkan. Disini rasanya menjadi pelajaran yang sulit untuk diterapkan, karena harus berani mengalahkan ego pribadi atau ego kelompok. Wani ngalah dhuwur wekasane (berani mengalah pada akhirnya akan ditinggikan) dalam ungkapan bahasa Jawa, sampai sing waras ngalah.

23:13. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. 23:14 (Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.) 23:15 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri.
Tuhan Yesus kelihatannya begitu gemas dengan kelakuan ahli-ahli Taurat, orang Farisi dan orang munafik. Mereka sering menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga dan merintangi orang yang berusaha masuk. Untuk mengikut Tuhan kelihatannya harus melalui jalan yang berliku-liku dan bertele-tele. Sepertinya untuk mengikut Tuhan Allah semesta alam harus melalui ujian-ujian, harus lulus ini dan lulus itu. Mereka sudah merasa sebagai yang paling benar dan paling baik sebagai pemegang otoritas pintu Kerajan Sorga. Sudah seperti Allah sendiri dan mengaku paling benar. Iman kepercayaan kepada Tuhan sepertinya bisa diujikan dan dapat dinilai oleh mereka. Terus kriteria kelulusan diciptakan sedemikian rupa sebagai pembenaran diri.

Mereka tidak bisa dijadikan panutan atau teladan, sehingga mempengaruhi orang menjadi enggan untuk mendekat malahan menjauh. Mungkin ayat-ayat suci dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Doa-doa panjang kelihatannya tidak begitu disukai oleh Tuhan Yesus. Dan nyatanya kita lebih senang mendengarkan doa seseorang bagi kita, yang diucapkan begitu indah mendayu-dayu. Si pendoa mengharapkan agar si penerima doa merasa puas karena sudah dilantunkan begitu hebat, panjang dan semuanya sudah dicakup. Dalam doa penutuppun masih diulangi lagi, jangan-jangan Tuhan waktu itu belum mendengar, atau yang empunya rumah belum mendengar doa kita. Mungkin doa-doa panjang hanya enak didengar untuk kita saja yang masih hidup di dunia ini. Pertanyaannya, apakah kita termasuk salah satu dari mereka? Ahli Taurat, kaum Farisi atau orang munafik?

Pengajaran yang salah kelihatannya dapat membawa orang menjadi semakin jauh dari kehendak Tuhan, dan bertentangan dengan hukum kasih. Pasti kita pernah mendengar perbuatan-perbuatan yang menyengsarakan orang lain, menimbulkan penderitaan dan kerusakan alam, dan itu dianggap dan diyakini bahwa mendapat restu Allah. Hebatnya guru yang mengajarkan, sampai-sampai dogma membunuhpun dianggap dan dipercayai sebagai ajaran Allah. Dan lebih hebatnya lagi para pengajar dogma ini malah tidak pernah terlibat langsung di lapangan. Biarlah yang di lapangan tertulis di media, kalau perlu cukup mengenal nama samarannya saja, tanpa pernah tahu siapakah sebenarnya sang guru atau sang panutan di balik layar. Jangan-jangan mereka malah dipersiapkan sejak kecil, dijejali segala macam dogma yang menyesatkan. Kalau perlu diambil dari kota atau pulau lain dan orang tuanya diberi janji muluk akan disekolahkan. Sekolah penyesatan.

Namun mungkin saja hal itu terjadi kalau kita perhatikan dalam Perjanjian Lama tentang bencilah musuhmu. Seringkali penulis dibuat bingung, apakah hal tersebut ajaran Allah sendiri atau sebenarnya ajaran Allah yang dijabarkan oleh manusia yang malahan menyimpang dari pokoknya. Mungkin sejarah kehidupan Saulus dapat menjadi contoh nyata. Dia menjadi seorang yang ahli Kitab Suci hasil besutan Gamaliel. Berbahagialah dia, karena menerima sentuhan Tuhan Yesus. Dia mati dari manusia lama Saulus dan berubah menjadi manusia baru Paulus. Dia buang semua seluruh isi perbendaharaan dalam dirinya dan diganti dengan isi yang baru. Kita masih ingat ajaran Tuhan Yesus pertama kali “Bertobatlah ……” maupun khotbah di bukit.
Jangan jadi penyesat demi keuntungan diri atau kelompok!

23:16 Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. 23:17 Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? 23:18 Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. 23:19 Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? 23:20 Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. 23:21 Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. 23:22 Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.
Kelihatannya Tuhan Yesus tidak setuju dengan sumpah-sumpah segala. Berat tanggungannya jika sumpah itu tidak dapat dipenuhi, dan akhirnya menjadi sumpah palsu. Kalau ya katakan ya dan kalau tidak katakan tidak. Kejujuran lebih utama, yaitu satunya hati, jiwa dan akal budi sampai perbuatan nyata. Ada istilah jawa “madhep, manteb, mati marang Gusti” yang artinya tidak bisa ditawar lagi. Tidak perlu bersumpah, namun cukup janji dalam hati yang harus ditepati. Janji tidak melibatkan siapapun dan apapun, sedangkan sumpah lebih sering melibatkan Yang Di atas atau ciptaan-Nya yang lain. Zaman sekarang karena trend, banyak orang dengan santainya bersumpah dengan membuat tanda dua jari dan menggunakan bahasa Inggris.

Bagaimana komentar hierarki dalam hal membuat tanda salib yang diiringi dengan ucapan “Demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin?” Dapatkah hal tersebut disamakan dengan mengatakan Demi Allah? Mungkin perlu penjelasan secara khusus dari hierarki sampai ke lapangan, tentang sejarah berkembangnya tanda salib dengan sebutan “Demi nama Bapa ......, Atas nama Bapa ....., Dalam nama Bapa ......” Dan mana yang benar dan sebaiknya? Penulis merasa yakin ada banyak alasan yang bisa dikemukakan, dan buntutnya bahwa kata pembuka tersebut hanyalah ungkapan. Intinya masih berpegang kepada Sang Tritunggal. Penyelewengan ajaran tidak harus selalu mulai yang besar-besar, namun bisa dimulai dari yang kelihatan sepele dan sederhana. Setelah sekian puluh tahun kemudian barulah kita berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana asal mulanya, bagaimana sejarahnya, bagaimana budayanya dan sebagainya. Penulis pernah mendengar dari seorang imam Itali, bahwa hanya gara-gara karena kata-kata “dan” bisa membikin perpecahan dan perpisahan. Hanya karena sudah biasa dengan cara lama, Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yang baru menimbulkan pro dan kontra, bukan hanya umat awam namun sampai ke para gembala.
Jangan suka bersumpah demi apapun!

23:23 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. 23:24 Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan.
Kita diajar untuk melakukan segala hal, namun tetap harus ada skala prioritas. Ada hal yang lebih penting yang harus didahulukan, dengan tetap tidak mengabaikan yang lainnya. Pokok terpenting dalam kehidupan ini kelihatannya adalah berpegang kepada keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Keadilan mestinya tidak ada keberpihakan namun karena kebenaran. Keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban dari antara pihak. Belas kasihan adalah perbuatan nyata kepada orang yang membutuhkan, yang mungkin saja berupa materi, nasihat, ataupun pertolongan lainnya. Kesetiaan adalah taat kepada yang diimani, dipercayai dan tidak melarikan diri demi keselamatan pribadi, karena menghadapi masalah. Umumnya dalam hidup ini kita menginginkan yang enak-enaknya saja, kalau bisa dihindarkan dari yang tidak menyenangkan.

Segalanya harus dilakukan kalau memang itu harus dijalankan dan menjadi niat kita. Dinamika kehidupan ini harus kita jalani dan lewati, rawe-rawe rantas malang-malang putung. Disinilah kita akan menjadi berpengalaman setelah melewati segala macam tantangan, hambatan, kenikmatan, keindahan dan sebagainya. Mencari enaknya sendiri biasanya diselubungi dengan dalih pembenaran diri, dan sering mengabaikan kebenaran yang lain.

Pengalaman penulis sewaktu mendengar perselisihan perbedaan pendapat di latihan koor yang cukup panas, penulis diminta dan diajak oleh pengurus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Perselisihan pendapat tersebut terjadi antara yang senior anggaplah sesepuh dan yang yunior anggaplah masih muda. Disepakati bahwa yang muda sebaiknya mengalah demi persatuan. Segala macam cara untuk mempertemukan mereka selalu gagal dan ada saja hambatan yang muncul. Dalam suatu komunikasi rohani dengan yang di atas, malahan kami yang dikatakan keliru. Mereka berdua yang berselisih dikatakan benar semuanya, karena memang ada benarnya masing-masing dari sudut pandang yang berbeda. Dengan mengalah salah satu, malah akan menimbulkan bahaya pendapat bahwa yang satu merasa dirinya lebih benar. Secara tidak langsung kami malahan menanamkan benih kesombongan. Kami disarankan untuk membiarkan saja yang dalam bahasa Jawa disebut “kudu bisa angon wektu.” Harus bisa melihat waktu, situasi dan kondisi. Dan nyatanya setelah beberapa waktu kemudian mereka saling menyapa serta tidak ada masalah yang mengganjal. Mereka saling menyadari akan kekurangan masing-masing pada waktu terjadi perselisihan pendapat. Tuhan sendiri yang mempertemukan mereka berdua dengan cara yang mengherankan.
Jangan mencari enaknya sendiri! Enaknya buat aku, susahnya buat kamu.

23:25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan. 23:26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.
Yang penulis pahami adalah satunya hati, jiwa dan akal budi dalam kasih. Kejujuran dalam kasih, transparan bukan memakai topeng. Sisi dalam lebih penting dari sisi luar. Di sisi dalam itulah kita meletakkan segala sesuatu. Apa yang terbersit dari dalam akan memancar keluar, yang dapat dilihat dari roman wajah atau gerak tubuh yang kelihatan. Kebohongan atau dusta pada dasarnya akan diketahui oleh diri sendiri, yang mau tidak mau akan keluar “baunya.” Aroma yang keluar tersebut akibat dari proses bercampurnya hati, jiwa dan akal budi yang saling mempengaruhi. Mungkin alat “lie detector” memanfaatkan dari proses tersebut. Rasanya dapat dipastikan bahwa orang yang bersih hati dan bibirnya, apalagi yang dilandasi dengan kasih, akan memancarkan aroma tubuh dan wajahnya “berkilauan.” Kita diajar untuk lebih berani melihat kekurangan, kesalahan yang ada di dalam diri sendiri, dan tidak usah memperhatikan atau membicarakan kekurangan orang lain lebih dulu. Setelah itu, siapkah kita untuk membersihkan diri dan berubah melalui pemurnian diri. Dalam proses perubahan ini, mungkin kita mulai bisa meraba rasakan dan memaklumi orang lain.
Jangan merasa paling bersih sendiri!

23:27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. 23:28 Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.
Tuhan Yesus lebih senang kepada orang yang bersih hati, jiwa dan akal budinya, daripada apa yang kelihatan luarnya saja. Ekstrimnya lebih menyukai yang cacat phisik dan buruk rupa namun bersih di dalamnya, daripada yang cantik dan gagah namun kotor di dalamnya. Harus diakui bahwa kebutuhan daging itu menggiurkan, sedangkan kebutuhan roh lebih sering menyedihkan atau menyengsarakan dalam arti duniawi.

Dalam kehidupan ini, kalau bisa semua orang hanya melihat kelebihan kita, kebaikan kita, dan jangan sampai mengetahui tentang keburukan kita. Dalam keluargapun kalau bisa mereka tidak tahu seperti apa kita ini sebenarnya. Dengan segala macam cara kita mempersiapkan topeng tubuh yang menggambarkan keramahan, kebaikan dan sejenisnya. Kalau bisa semua orang menyambut atau menyapa kita dengan penuh keseganan, penghormatan, mengakui, merasa kalah dalam segala hal. Pokoknya dikenal karena kelebihan dan kebaikannya. Kita lupa bahwa yang baik dan benar hanya Tuhan saja.
Jangan merasa paling benar sendiri!

23:29 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh 23:30 dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. 23:31 Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. 23:32 Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu! 23:33 Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?
Pelajaran ini sangat susah dicerna. Namun paling tidak kita diajak untuk selalu waspada dan rendah hati untuk tidak cepat-cepat menghakimi seseorang, jangan-jangan yang bersangkutan tersebut malahan yang benar atau malahan utusan Tuhan sendiri. Kita diajak waspada dan rendah hati untuk tidak selalu membenarkan diri sendiri, menyombongkan diri dengan segala alasannya. Sejarah sudah banyak mengajarkan kepada kita tentang perjalanan hidup orang-orang kudus, yang pernah mengalami penolakan dan penganiayaan oleh hierarki gereja. Beberapa waktu kemudian baru disadari bahwa mereka adalah orang-orang benar. Terus kita mulai bertanya dalam diri sendiri, bagaimana kira-kira mereka yang dahulu menghakimi dan menghukum orang benar tersebut. Beranikah institusi diatasnya mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan?

Apakah kesalahan nenek moyang kita akan mempengaruhi perjalanan hidup kita? Beranikah kita mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan nenek moyang kita? Umumnya kita lebih sering membanggakan tentang kehebatan orang tua, kakek nenek moyang kita, tanpa pernah berpikir akan kekurangan atau kesalahan yang mungkin pernah dialaminya. Penulis merasa sependapat dan setuju apabila membaca iklan kematian yang menyampaikan permohonan maaf, mewakili yang sudah meninggal.
Jangan menyombongkan diri!

Keluhan Yesus terhadap Yerusalem
23:34. Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, 23:35 supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. 23:36 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!"
23:37 "Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. 23:38 Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. 23:39 Dan Aku berkata kepadamu: Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi, hingga kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!"
Kecaman Tuhan Yesus begitu menakutkan karena kesalahan akan ditanggung oleh angkatan pada waktu itu. Para tua-tua, ahli Taurat, kaum Farisi yang buta dan munafik yang akan menanggung akibat perbuatannya.

Apakah ini nubuat Tuhan Yesus tentang Yerusalem dengan Bait Allahnya? Yerusalem yang hancur termasuk Bait Allah yang tinggal puing-puing tembok saja. Sekarang yang lebih dikenal hanyalah Tembok Ratapan. Bangsa Yahudi terus meratapi kehancuran itu dan sampai sekarang tidak bisa berbuat apa-apa. Kemegahan peninggalan nenek moyang mereka hancur lebur dan ditinggalkan. Di sekitar atasnya berdiri megah masjid Al Aqsa. Mereka nampaknya masih menantikan kedatangan Mesias dan belum bisa berseru : “diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.”

Perselisihan bangsa Yahudi dengan bangsa Palestina yang tanpa berkesudahan, memperlihatkan betapa tegar tengkuknya mereka. Mereka sepertinya masih berpegang kepada ayat :bencilah musuhmu. Betapa meresahkan jika dalam kehidupan sehari-hari hanya berisi kekawatiran dalam suasana perang, bom bunuh diri. Dan nyatanya semakin menumbuhkan kebencian, sampai-sampai orang-orang lainpun ikut-ikutan mengembangkan kebencian tersebut. Malahan bangsa-bangsa asing yang menyempatkan diri berziarah ke Yerusalem untuk merenungkan kehidupan Tuhan Yesus pada waktu itu. Pada waktu penulis berziarah ke sana pada tahun 2001, dijelaskan oleh pemandu bahwa sudah enam tahun belum diguyur hujan. Jangan-jangan ..... ..... .
Penulis bersama isteri hanya mengalami sedikit gerimis kecil sewaktu mencari telepon umum di Jumat malam yang sudah masuk hari Sabat. Gangguan kecil kami alami sewaktu orang-orang sedang beribadah Sabat di dalam hotel, ech .... beberapa anak mudanya malah mabuk di luar dan meminta rokok.

Yerusalem jangan-jangan simbol dari hati kita yang mati dan tercerai berai. Sebagai pengikut Kristus, biasanya kita akan mengaku bahwa kelompok kita yang paling benar dibandingkan dengan saudara kita. Kita tahu bahwa agama Kristen mengalami perpecahan dan menjadi tiga kelompok besar, yaitu Katolik yang sering disebut Gereja Barat, Ortodox yang sering disebut Gereja Timur, dan Protestan. Kristen Protestan sendiri terpecah-pecah entah menjadi berapa ribu denominasi. Jangan-jangan Tuhan Yesus sendiri bersedih hati dan menangis melihat pengikutnya yang tercerai berai. Semuanya mengaku yang paling benar, terus mencari kesalahan atau kelemahan pihak lain untuk lebih membenarkan diri.

Mengapa semuanya tidak mencari kelemahannya masing-masing, terus mencari kebenaran yang dimiliki pihak lain? Setelah segala kesalahan dikumpulkan, diikat menjadi satu untuk dibuang, barulah sisanya pasti kumpulan kebenaran-kebenaran yang dapat ditemukan untuk dipersatukan. Mungkin dibutuhkan kerendahan hati yang bukan main untuk saling mengalah demi kebenaran itu sendiri. Yang jelas pasti ada ketegaran atau kesombongan yang membentuk pembenaran diri. Apabila pada zaman akhir nanti ada yang disalahkan, maka dapat dipastikan para gembala yang akan memikul tanggung jawab paling berat, dengan terjadinya penyesatan. Yang mencerai beraikan, berarti bukan mengumpulkan bersama Tuhan Yesus. Sering kali kita lupa bahwa Tuhan Yesus hanya satu dan hanya mengajarkan kasih yang penuh damai dan persatuan. Mengapa kita seperti anak ayam yang tercerai berai kehilangan induknya? Di negara maju nyatanya banyak gereja kosong, malahan dijual dan dibeli oleh kelompok lain. Jangan-jangan malah kelompok lain itu yang bisa berseru : “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!

Terus terang buku Vassula Ryden “Hidup Sejati dalam Allah” menggugah hati penulis, untuk bahan renungan. Banyak hal yang menyadarkan penulis bahwa selama ini merasa terlena dan puas diri serta merasa cukup sebegitu saja. Nyatanya Tuhan Yesus begitu lemah lembut, bijaksana dan memohon dengan merendahkan diri, perubahan dari diri kita untuk menuju ke yang lebih baik. Memohon untuk bersatu dalam hati, dalam satu Tubuh Kristus, memohon penyatuan hari raya Paskah dan memohon mau mengakui wakil-Nya di dunia ini.

Gereja Kristus memang telah diserongkan, terpecah belah dan tercerai berai. Dan hebatnya, semua mengaku yang paling baik, paling benar. Betapa tidak pernah kita sadari bahwa Yesus sang satu begitu ingin mengumpulkan pengikutnya menjadi satu, dalam kasih dan damai. Dan, selama belum bisa mengalahkan ego pribadi atau kelompok, untuk saling menekuk, maka persatuan gereja Kristus hanya sebuah mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar