Minggu, 29 November 2009

Memahami Mtius Bab 26

Bab 26. Penderitaan Tuhan Yesus, Diurapi, Dikhianati, Paskah, Penetapan Perjamuan Malam, Disangkal, di Taman Getsemani, Ditangkap, di hadapan Mahkamah Agama

Pemberitahuan keempat tentang penderitaan Yesus
26:1. Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: 26:2 "Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."
Tuhan Yesus sudah memberikan tanda beberapa kali bahwa Dia adalah Anak Manusia yang akan disalibkan. Kelihatannya Tuhan Yesus memang sering mengulangi berkata tentang sesuatu hal yang penting. Sekali bicara mungkin kita hanya mendengar separoh perhatian, dan ketika diulangi dan diulangi kita mulai berpikir dan bertanya di dalam hati, mengapa. Apakah kita dianggap tidak memperhatikan ucapannya secara serius, ataukah hal tersebut menjadi catatan tersendiri bahwa memang perlu untuk selalu diingat. Penulispun merasakan hal tersebut bahwa Tuhan Yesus sering mengulang perkataan tertentu yang mengharapkan atau lebih pastinya memohon agar kita mencermatinya.

Dalam hal tertentu kitapun sering mengulang-ulang untuk mengingatkan bahwa hal tersebut penting, perlu perhatian, jangan dilupakan. Namun kadang-kadang juga malah membikin bosan orang lain yang mendengarkan. Itu lagi, itu lagi. Apa tidak ada yang lainnya? Namun dari kata itu lagi itu lagi, malahan si pendengar akan ingat tentang hal penting tersebut. Masalah masuk ke dalam hati atau tidak, biarlah yang bersangkutan merenungkan sendiri.

Rencana membunuh Yesus
26:3 Pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di istana Imam Besar yang bernama Kayafas, 26:4 dan mereka merundingkan suatu rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia. 26:5 Tetapi mereka berkata: "Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat."
Sebagai tokoh masyarakat Yahudi, penulis merasa yakin bahwa mereka orang pandai. Segala macam rencana dan rekayasa pasti diperhitungkan dengan teliti, memperhatikan dampak atau akibat yang mungkin terjadi. Jika rencana satu gagal, masih ada rencana dua, rencana tiga dan seterusnya.

Yesus diurapi
26:6. Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, 26:7 datanglah seorang perempuan kepada-Nya membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak itu dicurahkannya ke atas kepala Yesus, yang sedang duduk makan. 26:8 Melihat itu murid-murid gusar dan berkata: "Untuk apa pemborosan ini? 26:9 Sebab minyak itu dapat dijual dengan mahal dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin." 26:10 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku. 26:11 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. 26:12 Sebab dengan mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku, ia membuat suatu persiapan untuk penguburan-Ku. 26:13 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia."
Seringkali kita dibuat bingung ketika melihat perbuatan baik seseorang, sampai-sampai mau mengeluarkan biaya yang cukup mahal, dibandingkan dengan kehidupannya sehari-hari. Mengapa sich mesti repot-repot? Tanpa kita sadari muncul sedikit kesombongan dan kasihan mengapa mesti dengan cara pemborosan. Mbok yang sederhana, apa adanya.

Biasanya ada sesuatu yang kita lupakan bahwa seseorang tersebut berbuat begitu, karena ada rasa “kasih suka cita” yang tulus ikhlas tanpa melihat materi. Ia hanya mengharapkan perbuatan baiknya dapat diterima dengan gembira dan ucapan terima kasih. Dapat kita bayangkan betapa kecewanya apabila kita memberikan sesuatu dengan tulus namun ditolak, biarpun dengan penolakan secara halus. Namun betapa gembiranya apabila segala jerih payah ini diterima dengan sukacita. Rasa kasih sukacita dalam kehidupan sehari-hari sering kita rasakan dan nyatanya rasa tersebut tidak bisa dihitung dengan nilai uang.

Itulah manusia yang lebih sering usil menurut sudut pandangnya sendiri, tanpa meraba rasakan perasaan orang lain. Kita lebih sering nyeplos begitu saja, dan kita merasa bahwa pendapat yang terucap itu lebih baik bagi banyak orang. Apalagi kalau kita merasa kaya dan mampu, kemudian ada seseorang mengirim sesuatu, anggap saja hanya daun singkong. Bisa jadi kita langsung nyeplos :”Ngapain bawa daun singkong segala? Bikin repot saja. Tahu nggak bahwa aku pantang karena asam urat tinggi?” Mestinya kita hargai bagaimana orang tersebut jauh-jauh mengumpulkan daun singkong, dan hanya itulah yang bisa diberikan kepada kita. Dia sudah merelakan waktu dan usaha hanya untuk menyenangkan kita dengan tulus. Kita harus berani menghargai perbuatan tersebut, menerimanya dengan ucapan terima kasih. Bahwa setelah yang bersangkutan pergi, terus pemberiannya kita berikan kepada orang yang mau menerima, itu soal lain.

Jika di rumah kita ada sembahyangan sore hari dan kita menyediakan camilan sampai makan malam dengan hati yang tulus. Apa yang akan kita rasakan jika seluruh makanan tersebut dilahap sampai habis? Dan bagaimana perasaan kita jika segala suguhan tersebut malahan tidak laku? Mungkin hal tersebut agak berbeda jika kita merasa terpaksa, apalagi pekerjaan kita kebetulan buka warung dan yang kita sediakan tersebut berasal dari warung. Tidak laku malah kebetulan, masih bisa dijual lagi. Dilahap sampai habis, dalam hati mungkin malah muncul kata-kata :”Sialan! Dasar rakus memakai aji mumpung.”

Ketulusan penuh sukacita memang bisa mengalahkan perhitungan untung rugi, rasa capai, kemalasan dan keengganan. Pada saat seperti itu, rasanya energi ini begitu besar, siap berbuat apa saja demi menyenangkan orang lain.

Apakah perbuatan perempuan tersebut sebagai simbol dari Sakramen Minyak Suci yang kita kenal? Tuhan Yesus mengatakan bahwa curahan minyak tersebut sebagai persiapan penguburan-Nya. Dan nyatanya perempuan tersebut tertulis dalam Kitab Suci, walaupun tanpa disebutkan namanya.

Yudas mengkhianati Yesus
26:14. Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. 26:15 Ia berkata: "Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. 26:16 Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.
Yang harus terjadi, terjadilah. Yudas Iskariot dengan segala pertimbangan pada waktu itu, malah menjual Gurunya kepada imam-imam kepala. Kemungkinan dia kecewa karena harapannya Sang Guru akan menjadi pemimpin bangsa Yahudi di dunia ini. Jika menjadi pemimpin, paling tidak dia akan kecipratan jabatan tertentu. Mengapa belakangan ini yang dibicarakan malah penderitaan dan kematian-Nya? Apa gunanya menjadi pengikut selama ini? Tidak ada yang bisa diharapkan lagi. Iseng-iseng menemui para tokoh agama, koq kebetulan cocok dengan pemikirannya, malahan mendapatkan bayaran uang perak.

Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya
26:17. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: "Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?" 26:18 Jawab Yesus: "Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku." 26:19 Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.
Tuhan Yesus maha tahu, yang ucapan-Nya pasti terjadi. Tuan rumah yang disebut si Anu pasti mengenal Tuhan Yesus dengan segala kelebihannya. Begitu juga Tuhan Yesus pasti mengenal si Anu secara dekat.
“Waktu-Ku hampir tiba” dapat diterjemahkan macam-macam pada waktu itu. Tinggal sesaat lagi, maka yang belum selesai harus segera diberesi, digenapi. Hampir tidak ada kesempatan lagi untuk bersantai-santai karena dikejar waktu. Namun bagi si Anu kata-kata tersebut sudah dapat ditangkap dan dipahaminya, maka dengan suka rela menyediakan tempatnya untuk Tuhan Yesus dan para murid.

Ruangan tuan rumah mestinya cukup besar untuk bisa menampung belasan orang bersama-sama. Tuhan Yesus akan melaksanakan kegiatan yang sudah menjadi adat istiadat orang Yahudi. Kemungkinan besar beserta mereka masih ada beberapa perempuan yang membantu mempersiapkan segala sesuatu di belakang. Memperingati sewaktu “Tuhan lewat” semasa nabi Musa dan orang Yahudi masih berada di Mesir. Perjamuan makan malam yang tergesa-gesa sebelum keluar dari genggaman Firaun.

Sebagai orang Yahudi, Tuhan Yesus juga melaksanakan upacara yang berlaku pada waktu itu. Perjamuan Paskah model orang Yahudi yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Bagaimanakan dengan keluarga si Anu? Apakah mereka mengadakan perayaan sendiri atau bergabung bersama-sama? Sepertinya Tuhan Yesus bersama kelompoknya mendapatkan tempat tersendiri di ruang atas, bagaikan pengembara yang menginap sementara waktu.

26:20 Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. 26:21 Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku." 26:22 Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?" 26:23 Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. 26:24 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." 26:25 Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: "Bukan aku, ya Rabi?" Kata Yesus kepadanya: "Engkau telah mengatakannya."
Tuhan Yesus yang maha tahu, sudah mengatakan bahwa ada seorang “pembelot.” Kelihatannya Yudas Iskariot memang ditakdirkan untuk melakukan perbuatan yang sudah dinubuatkan. Dia juga bagaikan aktor yang harus melaksanakan skenario nubuatan. Dan itu harus digenapi, bahwa dari duabelas rasul akan ada seorang yang harus melakukan pengkhianatan terhadap Sang Guru.

Dalam bagian ini penulis mengalami kebingungan, harus ada pengkianat yang sudah diketahui, namun terkena kecaman berat celakalah dia. Lebih baik jika dia tidak dilahirkan. Lha kalau tidak dilahirkan, siapakah yang harus jadi pengkianat? Pasti ada orang lain yang seperti Yudas karena nubuat harus digenapi. Ataukah tulisan Matius yang terlalu keras?

Pelajaran yang dapat kita tarik adalah jangan heranatau kaget apabila dalam suatu kelompok atau lingkungan akan ada yang “berseberangan” dengan kita. Perbedaan pendapat atau prinsip memang bisa terbuka, namun bisa juga tertutup. Dengan segala macam alasan dan budaya, sering kali lebih senang berdiam diri, namun di belakang bisa muncul gosip. Kelihatannya orang tersebut diam atau mengangguk, namun di luar bisa bicara lain, setidak-tidaknya menggerutu atau ngrasani. Hidup ini memang penuh pro dan kontra.

Dalam benak penulis kadang-kadang muncul pemikiran sewaktu mendapat tugas membantu imam membagikan Komuni Kudus. Sebelum membagi Roti kepada umat lainnya, demi kepraktisan, ada beberapa imam yang memberi Tubuh dan Darah-Nya dan penulis cukup mencelupkan Roti tersebut ke piala yang berisi Anggur. Pemikiran yang muncul adalah bahwa penulis jangan-jangan memang seperti Yudas Iskariot. Mungkin para hierarki perlu bersepakat dan patuh serta setia kepada aturan yang sudah berlaku, bagaimana membagikan Anggur kepada awam ini. Atau malahan tidak sama sekali.

Penetapan Perjamuan Malam
26:26. Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." 26:27 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. 26:28 Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. 26:29 Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku." 26:30 Sesudah menyanyikan nyanyian pujian, pergilah Yesus dan murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun.
Kelihatannya perjamuan makan tersebut hanya dihadiri Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya saja. Jika ada para perempuan yang membantu menyiapkan segalanya, mereka hanya membantu namun tidak terlibat dalam perjamuan itu sendiri. Mereka hanya menjadi kanca wingking.

Yang dapat penulis pahami, dari sinilah perayaan Ekaristi yang kita kenal sampai sekarang, dan akan berlangsung selama-lamanya. Tubuh yang hancur dan Darah yang tertumpah, untuk pengampunan dosa bagi orang yang mau bertobat. Kita selalu diajak mengenang sengsara wafat dan kebangkitan-Nya dalam Misa Kudus. Kita diajak untuk selalu bersyukur karena telah ditebus.

Namun bagi penulis, ada satu hal yang perlu kita pikirkan bersama, Darah Perjanjian yang sudah ditumpahkan untuk diminum dari cawan yang sama. Tidak sembarang orang bisa minum dari cawan yang sama dan mengikat perjanjian kudus dengan darah-Nya. Darah bagaikan nyawa, kehabisan darah berarti nyawanya melayang.

Dalam komunikasi rohani kami dengan yang di atas, kami dianggap belum layak untuk ikut mencicipi darah-Nya. Darah berarti sama dengan nyawa, jiwa atau roh. Darah Tuhan hanya pantas dan layak bagi orang yang suci, sportif dan konsekuen. Kita yang awam ini hanya layak meminum darah-Nya sewaktu melakukan janji suci pernikahan dalam Misa Kudus. Janji suci yang dipersatukan Allah dan tidak boleh diceraikan manusia, yang dipisahkan karena kematian. Hanya para tertahbis saja yang dianggap layak dan pantas minum darah-Nya, karena sudah mengikat perjanjian darah untuk hidup taat, melarat dan selibat. Yang pantas minum dari cawan yang sama, sebagai gembala yang menuntun domba-dombanya.

Prodiakonpun dianggap belum layak selama belum berani sportif, hidup suci dan konsekuen dengan janjinya. Menurut yang di atas, yang pantas dilakukan hanyalah dengan mencipratkan darah-Nya kepada semua orang awam. Mungkin yang dimaksudkan disini hampir sama sewaktu Imam melakukan prosesi pemercikan air suci di awal Misa Kudus. Apakah hal tersebut berarti mesti dilakukan dengan memercikkan darah dan air Tuhan Yesus yang sudah dikonsekrir? Padahal dalam hati penulis, inginnya ikut bersama-sama meminum Air dan Darah-Nya, selain memakan Tubuh-Nya. Anggap saja pengalaman rohani ini hanya berlaku untuk kelompok penulis, yang memang belum bisa suci, sportif dan konsekuen.

Penulis tidak tahu mengapa Tuhan Yesus tidak minum anggur lagi, ataukah karena sudah menjadi “minuman” bagi kita yang ikut dalam perayaan Misa Kudus? Sang pokok anggur dalam kenyataannya memang tidak pernah mencicipi dan merasakan buah yang dihasilkannya. Manusialah yang menikmati hasil dari pokok anggur tersebut. Dimakan buahnya atau diperas menjadi minuman. Kelihatannya di Kerajaan Sorga akan disediakan “minuman anggur baru.”

26:31. Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai. 26:32 Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea."
Kamis malam Jumat Wage di rumah si Anu, Tuhan Yesus sudah mengatakan bahwa Dia akan ditangkap dan para rasul akan tercerai berai dan ketakutan; namun juga dijelaskan Dia akan mendahului ke Galilea setelah kebangkitan-Nya. Bisa kita bayangkan bagaimana bingungnya para rasul mendengar perkataan Tuhan Yesus; padahal hal tersebut belum terjadi. Tergoncang imannya dan kebangkitan masih susah ditangkap dengan nalar waktu itu. Yang bisa dipahami adalah kebangkitan setelah mati. Namun orang mati hidup lagi pasti sesuatu hal yang susah diterima dengan akal.

Sudah dikatakan bahwa para murid akan lari, tercerai berai yang dapat dikatakan bahwa saat kejadian itu akan menjadi pengecut. Bersembunyi menyelamatkan diri, entah berkelompok entah sendiri-sendiri. Secara nalar, rasa takut atau kuatir pasti akan menjalar ke dalam tubuh ini. Jangan-jangan bukan mendapatkan kedudukan duniawi ini yang diterima, namun seperti sang guru yang akan dianiaya.

Dalam kehidupan sehari-hari, jangan-jangan kitapun akan menjadi pengecut jika menghadapi situasi yang gawat. Diam, tutup mulut, mencari kambing hitam atau seribu satu macam alasan untuk pembenaran diri. Padahal sebelumnya berani ngomong menggebu-gebu, berkobar-kobar. Nach ..... ..... !

Petrus akan menyangkal Yesus
26:33 Petrus menjawab-Nya: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak." 26:34 Yesus berkata kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." 26:35 Kata Petrus kepada-Nya: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua murid yang lainpun berkata demikian juga.
Petrus merasa mantab bahwa ia tidak akan tergoncang selama mengikuti Dia. Dengan berani cenderung sombong, Petrus berkata siap mati bersama Tuhan Yesus. Banyak ungkapan yang belum terjadi sudah disampaikan oleh Tuhan Yesus. Ungkapan ini yang sering membuat bingung, apakah kejadian sebenarnya ataukah suatu kiasan dengan maksud lain. Karena itu, yang penting ngomong dulu sesuai dengan apa yang dirasakan pada saat itu.

Kita juga sering merasa mantab mengimani Dia. Namun, kelihatannya perlu dibuktikan apakah iman kita betul-betul mantab apabila dihadapkan pada kejadian yang mencekam dan menakutkan yang tebusannya nyawa kita. Tebusan aniaya dan jiwa karena menjadi pengikut Kristus. Jangan-jangan kitapun akan menyangkal atau berkelit lebih dari tiga kali, agar jangan ditangkap.

Hebatnya, orang model Simon Petrus yang sering diperingatkan dan ditegur oleh Tuhan Yesus, malah dialah yang dipilih untuk memimpin para rasul. Ceplas-ceplos sedikit kasar namun jujur dan polos, penyesalannya sampai tersedu-sedu.Yang sering dianggap lembut dan dikasihi-Nya malah tidak masuk dalam nominasi, biarpun secara khusus termasuk pilihan.

Di taman Getsemani
26:36. Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa."
Mengapa Tuhan Yesus menyuruh para rasul duduk-duduk saja, sementara Dia pergi untuk berdoa? Ataukah hal tersebut belum ada hubungannya dengan para rasul? Doa-Nya hanya berhubungan antara Dia dan Bapa di sorga, yang sifatnya begitu pribadi?

26:37 Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, 26:38 lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." 26:39 Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." 26:40 Setelah itu Ia kembali kepada murid-murid-Nya itu dan mendapati mereka sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? 26:41 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." 26:42 Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" 26:43 Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat. 26:44 Ia membiarkan mereka di situ lalu pergi dan berdoa untuk ketiga kalinya dan mengucapkan doa yang itu juga. 26:45 Sesudah itu Ia datang kepada murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Lihat, saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. 26:46 Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."
Petrus, Yakobus dan Yohanes kelihatannya murid yang paling khusus. Mereka sepertinya mendapatkan “ilmu” yang lebih dibandingkan dengan para murid lainnya. Beberapa kali hanya mereka bertiga yang diajak tersendiri. Dalam Kitab Sucipun, hanya mereka saja yang menulis surat pastoral, ditambah surat Yudas Tadeus.

Tuhan Yesus sebagai manusia sejati, memperlihatkan diri-Nya kepada ketiga murid, bahwa Diapun merasa sedih dan takut yang memerlukan teman. Kesedihan yang luar biasa sampai seperti mau mati saja. Kesengsaraan dan penganiayaan yang di luar batas peri kemanusiaan, sudah terbayangkan. Kesedihan karena manusia tidak mau berubah, yang hanya mementingkan diri sendiri. Tuhan Yesus secara tidak langsung mengajar kepada kita untuk berdoa kepada Bapa, agar pasrah total kepada kehendak-Nya. Dalam keadaan yang bagaimanapun jangan lupa untuk berdoa pasrah.

Sewaktu penulis di taman Getsemani, dalam bayangan penulis, Tuhan Yesus berdoa dengan lutut di tanah bebatuan dan tangan-Nya berpegang pada batu yang lebih tinggi di depannya. Bukan mengatupkan kedua belah tangan seperti yang sering kita lihat di lukisan atau gambar. Betapa penulis merasa kesakitan di lutut sewaktu mencoba berdoa seperti itu. Bagaimana kalau sampai satu jam seperti Tuhan Yesus? Hanya dengan membayangkan saja, penulis menangis dan terbata-bata sewaktu memimpin doa. Nyatanya aliran air mata itu menular kepada rekan-rekan yang lain.

Dan Tuhan Yesus berdoa seperti itu sampai tiga kali. Angka tiga sepertinya mempunyai arti khusus yang perlu dicermati. “Madep, manteb, mati” ungkapan dalam bahasa Jawa kelihatannya agak sulit diterjemahkan begitu saja. Menghadap saja belum cukup, dan perlu kemantaban yang lebih. Ini juga masih belum cukup, perlu ditambah mati yang berarti tidak bisa berubah lagi. Sudah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pernah suatu ketika penulis ditanya saudara-saudara dari Solo tentang arti atau maksud angka tiga, dan penulis menjawab pada waktu itu bahwa tidak tahu. Murid terpilih ada tiga, berdoa tiga kali, jalan salib tiga jam, di salib sampai wafat selama tiga jam, tiga hari kemudian bangkit.

Berjaga-jaga dan berdoa kelihatannya harus selalu dilakukan, karena kelemahan daging kita. Roh ini tahu kalau harus berdoa namun seringkali daging mengatakan nanti saja dan nanti saja, yang akhirnya lupa. Perlu saat-saat berjaga dan berdoa yang kita pisahkan dari saat-saat untuk beristirahat. Tuhan Yesus mengatakan satu jam saja cukup untuk berjaga-jaga dan berdoa. Dan yang satu jam itu akan terasa lama sekali jika kita ngomomg sendiri. Jangan-jangan kebablasan melamun atau malah ketiduran.

Ada satu hal yang rasanya penting untuk dipahami, dimana Tuhan Yesus mengajak ketiga murid untuk menemani selama satu jam saja. Dalam kesedihan-Nya Tuhan Yesus membutuhkan teman untuk berbagi. Hal ini sepertinya mengajarkan kepada kita untuk menyediakan waktu satu jam menemani Dia. Kapan dan dimana? Mungkin bisa dirumah, namun kelihatannya kitalah yang memerlukan Teman. Di gereja sewaktu mengikuti perayaan misa kudus, kelihatannya itu perayaan sukacita dan ucapan syukur. Terus kapan Tuhan Yesus ditinggalkan sendirian? Mungkin yang pas dan cocok ya sewaktu Dia berada di tabernakel bagaikan di penjara.

Kita semua mungkin sudah tahu, apabila ada lampu menyala di dekat tabernakel pasti menandakan Tuhan Yesus berada di sana dalam bentuk roti kudus. Begitu misa kudus selesai, Dia tinggal sendirian terpenjara dalam tabernakel dan kesepian, tidak ada yang menemaninya.

Pengalaman sewaktu kecurian, sepertinya ada tanda dan suasana yang berbeda. Anak bungsu yang masih kecil bermimpi dan menggigau sampai berdiri. Bertanya 144 dikurangi 144 ada berapa? Dalam hati mengatakan koq tidak seperti biasanya, apakah yang akan terjadi. Yang tadinya tidur di ruang keluarga, malahan terus pindah ke dalam kamar. Mestinya berjaga-jaga untuk sesaat, anggaplah satu jam dalam doa atau apapun namanya.. Namun mata ngantuk lebih “berkuasa” daripada bisikan hati tersebut. Sewaktu isteri berkata bahwa ada suara aneh di luar, ach … paling anjing yang sedang bermain di halaman, …….. dan tidur lagi. Pagi harinya baru ketahuan bahwa dua buah kendaraan motor roda dua sudah tidak ada di tempat.

Tuhan, ajarilah aku untuk mau meluangkan waktu berjaga-jaga menemani-Mu sewaktu Engkau sendirian. Demikian juga temanilah aku sewaktu aku merasa sendiri.

Yesus ditangkap
26:47. Waktu Yesus masih berbicara datanglah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. 26:48 Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: "Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia." 26:49 Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata: "Salam Rabi," lalu mencium Dia.
26:50 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Hai teman, untuk itukah engkau datang?" Maka majulah mereka memegang Yesus dan menangkap-Nya. 26:51 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. 26:52 Maka kata Yesus kepadanya: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. 26:53 Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? 26:54 Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"
Kegelapan memang bisa menutupi segala macam karena tidak kelihatan. Dalam keadaan gelap, mungkin semuanya menjadi tidak jelas dan susah membedakan. Apalagi jika sudah gelap mata. Yudas Iskariotpun memakai tanda dengan mencium Tuhan Yesus agar tidak salah tangkap. Mereka lebih senang menangkap Tuhan Yesus di waktu masih gelap, sebab tidak akan banyak orang yang mengetahui kejadian tersebut, kecuali yang bersangkutan. Namun yang harus terjadi ya terjadilah.

Tuhan Yesus masih bisa berbicara dengan lembut kepada Yudas Iskariot yang berkhianat, yang bagi penulis rasanya sulit untuk melakukannya. Bisa kita bayangkan bagaimana rona wajah Yudas pada waktu itu, setelah mendengar sapaan Tuhan Yesus. “Untuk itukah engkau datang?” Untunglah hal itu terjadi di malam hari, sehingga tidak banyak orang yang memperhatikan. Mungkin penulis lebih seperti murid yang memotong telinga hamba Imam Besar. Kalau mau bertarung sekalian, ya ayo. Mumpung Sang Guru yang sakti masih berada di dekatnya. Jika bersama dengan Dia, tidak perlu ada yang ditakuti.

Barang siapa menggunakan senjata akan binasa oleh senjata; dan senjata itu bisa bermacam-macam jenisnya. Maka kita diminta untuk hati-hati didalam memanfaatkan “senjata” kita, tidak diperbolehkan untuk menyudutkan, atau mempermalukan seseorang. Jangan-jangan pada waktunya nanti kitapun akan disudutkan atau dipermalukan dengan senjata yang pernah kita pakai. Senjata sendiri sebenarnya netral, dapat dipergunakan untuk kebaikan namun bisa juga untuk keburukan. Tergantung siapa yang menggunakannya dan untuk apa.

Kelihatannya disini Tuhan Yesus lebih menekankan, bahwa segala sesuatu yang sudah tertulis harus digenapi. Melawan penggenapan walaupun sepertinya bermaksud baik, hal tersebut pasti rekayasa Iblis dengan segala tipu muslihatnya. Yang kelihatannya baik belum tentu benar. Nubuat harus digenapi walaupun jalannya membikin tidak enak. Itulah misteri!

26:55 Pada saat itu Yesus berkata kepada orang banyak: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. 26:56 Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi." Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.
Yudas Iskariot kelihatannya hafal betul, kemana Tuhan Yesus dan para murid berkumpul. Untuk menemui Dia mesti harus orang banyak, siapa tahu mereka akan melawan dan terjadi tawuran. Alasan lain kemungkinan mereka juga ada rasa takut, jangan-jangan Tuhan Yesus akan mengeluarkan kesaktian-Nya. Kesaktian macam apa yang belum bisa diperkirakan. Maka perlu prajurit dengan persenjataannya untuk menjaga segala kemungkinan. Tuhan Yesus disamakan dengan penyamun yang dalam keadaan kepepet pasti akan melawan. Nyatanya Tuhan Yesus tidak melawan dan siap mengulurkan tangan sebagai pesakitan.

Tuhan Yesus berkata benar bahwa para rasul akhirnya melarikan diri dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mau tidak mau rasa ketakutan akan menjalar dalam lubuk hati mereka, jangan-jangan merekapun pada waktunya akan ditangkap juga. Dalam kegelapan yang pekat, rasanya gampang untuk bersembunyi, memperhatikan dari jauh apa yang akan terjadi dengan Sang Guru. Yudas Iskariot dengan kelompoknya tidak membutuhkan para murid. Mengejar dalam kegelapan, malah-malah bisa celaka jika yang dikejar berani melawan.

Rasa ketakutanpun sering kita alami apabila kita menghadapi penganiayaan karena iman kita kepada Tuhan Yesus. Kita tidak siap untuk menjadi pahlawan Kristus, makanya zaman sekarang ini rasanya jarang ditemukan martir. Kita lari dan bersembunyi dibalik topeng, hanya untuk mencari selamat.

Yesus di hadapan Mahkamah Agama
26:57. Sesudah mereka menangkap Yesus, mereka membawa-Nya menghadap Kayafas, Imam Besar. Di situ telah berkumpul ahli-ahli Taurat dan tua-tua. 26:58 Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh sampai ke halaman Imam Besar, dan setelah masuk ke dalam, ia duduk di antara pengawal-pengawal untuk melihat kesudahan perkara itu. 26:59 Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat dihukum mati, 26:60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun tampil banyak saksi dusta. Tetapi akhirnya tampillah dua orang, 26:61 yang mengatakan: "Orang ini berkata: Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari." 26:62 Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" 26:63 Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-Nya: "Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak." 26:64 Jawab Yesus: "Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit." 26:65 Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. 26:66 Bagaimana pendapat kamu?" Mereka menjawab dan berkata: "Ia harus dihukum mati!" 26:67 Lalu mereka meludahi muka-Nya dan meninju-Nya; orang-orang lain memukul Dia, 26:68 dan berkata: "Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?"
Sebagai imam besar yang dihormati, dia memperlihatkan diri sebagai orang yang bertindak menurut hukum. Dengan caranya, dicarilah saksi-saksi yang bisa memberatkan. Kenyataannya sangat sulit untuk membuktikan bahwa Tuhan Yesus telah berbuat kesalahan yang pantas untuk dihukum mati. Namun nubuat harus digenapi, jalan cerita keselamatan tidak boleh berubah. Maka yang harus terjadi, terjadilah.

Kelihatannya Tuhan Yesus menginginkan agar para ahli Taurat dan para imam, mungkin juga termasuk kita untuk berani mengakui bahwa kebenaran adalah kebenaran. Sang Panutan tidak harus mengatakan dirinya sebagai panutan, karena akan kelihatan seperti menyombongkan diri. Rasanya kita diajar untuk berani mengakui siapapun yang memang benar-benar harus kita akui, mungkin perkataannya, mungkin kepandaiannya, mungkin kesalehannya, mungkin kebaikannya atau yang lainnya lagi. Kita harus berani mengalahkan rasa iri dengki karena tidak mampu bersaing dalam hal apapun. Kita diajar untuk berani sportif dan konsekuen, mengakui yang menang, yang benar, yang baik, dan sebenarnya tidak merugikan kita sama sekali.

Penulis bingung sewaktu Tuhan Yesus mengatakan “mulai sekarang”. Apakah perkataan ini menyiratkan bahwa setelah peristiwa itu Tuhan Yesus naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang Mahakuasa? Dan Dia akan datang di atas awan-awan di langit. Pada kenyataannya perkataan tersebut membuat mereka semakin penasaran dan dianggap sebagai menghujat Allah. Menghujat Allah hukumannya tiada lain kecuali mati, yang harus melewati penganiayaan. Dan itulah yang diinginkan para tokoh agama pada waktu itu. Sepertinya Tuhan Yesus memang sengaja agar segalanya tergenapi, setelah melihat mereka bingung mencari kesalahan yang sepadan dengan hukuman mati.

Setelah itu segala macam aniaya diterima oleh Tuhan Yesus. Penulis hanya bisa membayangkan betapa aniaya dan siksa yang dialami Tuhan Yesus di malam itu. Pasti bukan hanya ludahan, tinjuan dan pukulan saja yang Dia terima. Mungkin saja segala macam siksaan yang dikenal pada waktu itu ditimpakan kepada-Nya. Coba kita bayangkan jika para Imam Besar merestui hukuman mati, pasti semua orang yang berkumpul disitu saling berebut untuk menganiayanya dan merasa tidak bersalah. Yang penting jangan sampai mati dulu, cukup dihancurkan seluruh daging tubuhnya.

Sewaktu penulis berziarah dan masuk ke tempat tersebut, rombongan dibawa ke bawah tanah tempat Tuhan Yesus pernah disiksa. Penulis memimpin ibadat singkat dan isteri penulis bersender di tembok batu. Selesai ibadat, pemandu kami mengatakan bahwa yang disenderi isteri penulis dipercayai sebagai tempat Tuhan Yesus terlempar dan bersandar karena hajaran dan pukulan. Darah berceceran di tembok batu tersebut, yang pada waktu itu sudah tidak ada bekasnya lagi setelah dua ribu tahun. Hampir semua teman peziarah menangis pada waktu itu.

Petrus menyangkal Yesus
26:69. Sementara itu Petrus duduk di luar di halaman. Maka datanglah seorang hamba perempuan kepadanya, katanya: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu." 26:70 Tetapi ia menyangkalnya di depan semua orang, katanya: "Aku tidak tahu, apa yang engkau maksud." 26:71 Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu." 26:72 Dan ia menyangkalnya pula dengan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." 26:73 Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata: "Pasti engkau juga salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu." 26:74 Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang itu." Dan pada saat itu berkokoklah ayam. 26:75 Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
Penulis hanya mencoba membayangkan bahwa Galilea dan Yerusalem jaraknya cukup jauh dan mempunyai dialek bahasa yang agak berbeda. Anggap saja orang Cilacap bertemu dengan orang Tasikmalaya yang jaraknya tidak begitu jauh. Bahasa mereka sudah berbeda. Tuhan Yesus dan para murid pergi ke Yerusalem termasuk tidak begitu sering. Dapat dimengerti apabila orang Yerusalem agak ragu-ragu tentang Petrus. Jika yakin sekali bahwa Petrus termasuk orang terdekat Tuhan Yesus, mestinya ditangkap sekalian saja.
Dalam kehidupan sehari-hari, dialek bahasa menjadi ciri asal seseorang. Namun nyatanya hal tersebut tidak selalu benar. Penulis lahir di Solo (kata orang tua) sekolah di Semarang dan bekerja lama di Bandung. Namun banyak orang yang baru kenal dengan penulis, menebak bahwa penulis berasal dari daerah Surabaya. Logat Solo maupun Semarang tidak menempel, apalagi logat Sunda malah tidak bisa sama sekali.

Matius menggambarkan betapa sedih hati Petrus karena sudah tidak mengakui Tuhan Yesus dan menyesal dengan menangis. Penulis mencoba membayangkan bagaimana Petrus tersedu-sedu seperti anak kecil, berjalan keluar. Tidak peduli lagi dengan pandangan orang lain yang mungkin keheranan. Yang ada hanya rasa bersalah dan menyesal, yang sepertinya tidak akan tergantikan dengan tebusan apapun. Penyesalan itulah yang sangat dihargai oleh Tuhan Yesus. Dari penyesalan yang begitu dalam bangkitlah niat untuk berubah, yang bisa menggerakkan para murid lain untuk tetap bertahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar