Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 15

Bab 15. Perintah Allah, perempuan Kanaan, memberi makan 4000 orang

Perintah Allah dan adat istiadar orang Yahudi
15:1. Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: 15:2 "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan." 15:3 Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? 15:4 Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. 15:5 Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, 15:6 orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. 15:7 Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: 15:8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 15:9 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia."
Jangan-jangan kita juga seperti orang Farisi dan ahli Taurat. Kita lebih taat kepada perintah manusia, dibandingkan dengan perintah Tuhan. Tuhan Yesus lebih menekankan berbelas kasih kepada sesama dibandingkan dengan persembahan kepada Tuhan. Mungkin dapat diartikan bahwa persembahan yang paling besar kepada Tuhan, adalah kalau kita dapat berbuat kasih kepada sesama dan membawa yang bersangkutan ke jalan kebenaran dan kebaikan.

Tidak semua adat istiadat, etika atau aturan manusia selalu baik di Mata Tuhan. Adat kebiasaan sudah semestinya dicari makna pilosopinya sewaktu hal tersebut mulai disepakati. Karena perjalanan waktu, situasi dan kondisi yang terus berubah, ada banyak kemungkinan adat kebiasaan tersebut ikut berubah. Jika direnungkan memang bisa terjadi bahwa ada adat istiadat yang malah membikin kita jatuh dan semakin jauh dengan Tuhan dan ajaran-Nya. Ada adat istiadat nenek moyang yang lebih dihargai daripada perintah Tuhan. Segalanya boleh saja tetapi dengan syarat, jangan menghilangkan adat istiadat yang sudah diwariskan oleh nenek moyang kita. Dan nyatanya kita tidak pernah mencari dan menggali mengapa suatu adat kebiasaan tertentu sampai menjadi suatu norma. Jangan-jangan ada suatu adat yang bisa dilanggar apabila ditebus, diganti dengan suatu perbuatan tertentu sesuai kesepakatan. Perintah Tuhan adalah bagaikan Undang-undang Dasar yang menjadi aturan tertinggi yang harus ditaati. Sudah semestinya kita tidak menambah atau mengurangi perintah tersebut. Penjabaran atau penafsiran ke aturan sehari-haripun tidak boleh lepas dari yang di atas.

Membasuh tangan sebelum makan secara kesehatan jelas lebih baik, apabila air yang dipakai untuk membasuh memang betul-betul sudah bersih. Dan mata kita sering terjebak bahwa air yang bening selalu kita anggap bersih dan steril, dibandingkan dengan air yang agak keruh namun sudah diberi antiseptic. Namun, apakah bedanya antara membasuh tangan dengan yang tidak, apabila tangan tersebut tidak dalam keadaan kotor? Kemurnian hati rasanya lebih penting daripada basa basi yang dapat disalah artikan oleh orang lain yang tidak tahu budaya kita. Dan sering kali kita menganggap bahwa budaya kitalah yang paling baik. Mustinya kita mencari latar belakang munculnya budaya dan adat istiadat tersebut, agar tidak salah mengartikan.

Nubuat Yesaya sepertinya masih berlaku bagi kita sekarang ini. Mari kita renungkan dengan hati yang bening dan jujur. Betulkah kata-kata Yesaya tersebut? Jika betul, apa yang harus kita perbuat untuk merubah diri? Jika tidak, apakah sudah kita laksanakan ajaran-Nya? Hanya kita sendiri yang tahu tentang diri kita. Dan hanya Tuhan saja yang tahu tentang kita.

15:10. Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: 15:11 "Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang."
Dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa apapun yang masuk kedalam mulut kita tidak membuat kita najis. Haram dalam hal makanan dan minuman dan yang lainnya yang diberlakukan pada zaman Perjanjian Lama sudah disempurnakan oleh Tuhan Yesus. Bagi pengikut Kristus, tidak ada sesuatupun yang haram, menajiskan atau membuat dosa, apapun yang masuk kedalam mulut kita. Kita diminta untuk tidak munafik namun konsekuen, sesuatu adalah haram namun kalau dibutuhkan dan dalam keadaan darurat menjadi halal. Namun nyatanya kita masih berdebat dalam hal tersebut sampai sekarang.

Dengan ayat lain, kelompok tertentu mendeklarasikan bahwa masih ada yang haram, sebutlah merokok, alkohol, narkoba dan yang lainnya. Mungkin merokok, menyirih atau “nginang” belum dikenal pada zaman Tuhan Yesus. Penulis tidak tahu sejak kapan sejarah merokok diperkenalkan. Apa yang ada di benak kita jika menonton tayangan Fear factor di televisi? Apakah yang masuk ke dalam mulut mereka menajiskan atau tidak? Menjijikkan mungkin. Kita mengatakan jijik karena sudah diajarkan sejak kecil, jangan begini dan jangan begitu karena menjijikkan. Cerita haram dan halal agak berbeda dengan menjaga kesehatan jasmani.

Bagi penulis, apapun yang masuk ke dalam mulut kita dapat membahayakan kesehatan jasmani, bukan dari kesehatan rohani. Yang bisa memasuki tubuh kita bukan hanya dari mulut. Infus dan alat suntik bisa masuk dari kulit yang menembus pembuluh darah, sari makanan masuk dari lobang hidung. Begitu juga jenis narkoba tidak selalu lewat mulut. Mungkin kita pernah mendengar bahwa morfin disuntikkan ke dalam tubuh untuk mengurangi rasa sakit.

Penulis sependapat apabila nafsu jasmani bisa mempengaruhi kesehatan rohani, begitu juga sebaliknya. Dari mata dan telinga malahan lebih berbahaya bagi kesehatan rohani. Penulis lebih sependapat apabila dikatakan bahwa umur orang zaman Abraham lebih panjang dibandingkan umur di zaman kita sekarang. Hal tersebut terjadi mungkin karena “pola makan” yang kita lakukan selama ini. Kita memanjakan selera panca indera kita, dengan alasan mumpung masih bisa melakukannya.

Lidah tak bertulang malahan sering disebutkan dapat lebih tajam dari pisau. Perkataan yang keluar dari mulut kita sering kali tanpa kita sadari membuat orang lain sakit hati. Sering kali kita mencari alasan bahwa itu salahnya sendiri, kurang dewasa, kurang pergaulan dan sebagainya. Kita merasa bahwa kita sudah benar sendiri dan banyak orang harus dapat menerima perkataan kita. Kita sering lupa bahwa orang yang diam tidak selalu sesuai atau sependapat dengan kita. Mungkin karena segan atau mengalah dan menghindari perdebatan, mereka lebih memilih diam. Kita sering lupa bahwa perjalanan hidup seseorang dari mulai kecil sampai dewasa tidak pernah sama, yang akan mempengaruhi pola pikir, cara pandang dan penangkapan nalar orang tersebut.

Pepatah Jawa mengatakan “Ajining diri soko kedaling lati” yang berarti bahwa nilai seseorang dapat dilihat dari apa yang keluar dari bibir atau perkataannya. Atau ada bahasa umum yang mengatakan lebih banyaklah mendengar daripada banyak berbicara, karena kita mempunyai dua telinga dan hanya satu mulut. Diam adalah emas.
Dari ucapan yang keluar melalui mulut, bisa terjadi perselisihan, peperangan malahan perang dunia yang begitu mengerikan. Namun sebaliknya ada juga ucapan dari mulut yang membuat orang lain merasa terhibur, diperhatikan dikasihi dan sebagainya. Sekarang terserah kita, mulut ini mau dipergunakan untuk apa saja.

15:12 Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: "Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?" 15:13 Jawab Yesus: "Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. 15:14 Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang." 15:15 Lalu Petrus berkata kepada-Nya: "Jelaskanlah perumpamaan itu kepada kami." 15:16 Jawab Yesus: "Kamupun masih belum dapat memahaminya? 15:17 Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban? 15:18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. 15:19 Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. 15:20 Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang."
Bapa di sorga hanya menanam yang baik-baik saja karena Dia Sang Maha Baik. Tanaman kejahatan bukan berasal dari Bapa namun dari kuasa kegelapan. Mungkin kita ini sudah terkontaminasi oleh “virus kejahatan” yang sangat gampang sekali menular dan akhirnya dapat mengalahkan kebenaran. Mari kita bayangkan pohon jeruk Garut yang terkena virus CVPD yang sebenarnya diharapkan akan menghasilkan buah melimpah. Akibat virus tersebut, akhirnya seluruh tanaman dibongkar dan dibakar sampai habis.

Kelihatannya Tuhan Yesus cukup jengkel dengan ahli Taurat dan orang Farisi yang sudah terkontaminasi kejahatan tersebut. Mereka dianggap sebagai “orang buta” yang tidak bisa melihat lagi mana yang paling utama dan harus didahulukan di dalam kehidupan ini. Dalam kehidupan sehari-hari, kitapun juga lebih sering menjadi seperti mereka dalam berbuat sesuatu. Kita begitu gampang mengucapkan kata-kata tidak tahu sopan santun, tidak etis, tidak beradab, kurang adat dan sejenisnya. Kita sudah menyiapkan segala macam alasan untuk mencari pembenaran diri dari ucapan tersebut. Masalah alasan tersebut tepat atau tidak, pokoknya seribu satu macam alasan sudah tersedia di perbendaharaan hati kita.

Kita bisa merasakan juga bahwa para muridpun agak bingung, bahwa itu perintah baru. Mungkin pada waktu itu mereka juga masih berpegang dengan adat kebiasaan, mana yang dianggap najis mana yang halal. Dan hal tersebut sudah menempel di benak mereka sejak dari kecil. Mau tidak mau ajaran baru tersebut membuat terpana, kaget, belum mengerti apa maksudnya.

Tuhan Yesus memberi penjelasan tentang najis atau hal yang “tidak bersih” dengan begitu gamblang. Namun, apakah kita dapat selalu mengingat tentang ajaran tersebut dalam hidup kita? Sudah siapkah “mulut” dan anggota tubuh kita yang lain ini dipergunakan untuk hal-hal yang bersih atau tidak najis? Ataukah kita masih bias dengan tradisi yang ada di sekitar kita?

Perempuan Kanaan yang percaya
15:21. Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. 15:22 Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." 15:23 Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." 15:24 Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." 15:25 Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." 15:26 Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." 15:27 Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." 15:28 Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.
Sekali lagi keajaiban iman dapat menyembuhkan siapapun juga tanpa kecuali. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia hanya diutus untuk orang pilihannya saja, yang sudah hilang karena kedurhakaan. Tuhan Yesus ingin menguji dan mengetahui akan isi hati orang non Yahudi atau bukan Israel tersebut, apakah mereka mempunyai kepercayaan juga kepada-Nya. Bagi penulis, jawaban Tuhan Yesus sepertinya ungkapan yang rasanya cukup keras dan seperti ada nada menghina. Namun perempuan Kanaan tersebut dengan rendah hati menerima ungkapan tersebut, menjawab dengan ungkapan merendah. Iman yang seperti itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus, yang malahan iman dari orang yang bukan Yahudi. Sepertinya banyak orang non Yahudi yang malah menemukan keselamatan pada diri Tuhan Yesus.

Pertanyaannya sekarang, apakah kita juga mempunyai kepercayaan kepada Tuhan Yesus dan pasrah kepada-Nya, apabila kita mengalami penderitaan jasmani maupun rohani? Percayakah kita bahwa Dia Sang Maha Penyembuh, tabib dari segala tabib? Percayakah kita bahwa Dia Sang Penghibur sejati yang dapat memberikan kelegaan? Iman kepercayaan kita mungkin perlu diuji, untuk mengetahu kadarnya. Jangan-jangan kita hanya setingkat anjing yang hanya makan remah-remah, sisa-sisa makanan. Yang dengan bengong menunggu dan mengharapkan pemberian tanpa berbuat apa-apa.

Karena kedagingan kita, atau malahan sebaliknya, yang enak-enak hanya untuk kita dan yang tidak enaknya kita serahkan kepada Tuhan. Semua hal yang memberatkan hidup kita, kita anggap salib. “Tuhan, salib yang aku pikul ini berat. Aku merasa capai dan tidak kuat lagi. Tolong ambillah salib ini dan Engkau yang memikulnya.” Jangan-jangan Tuhan Yesus meneteskan air mata karena prihatin, namun kasih-Nya yang begitu besar kepada kita, Dia tidak marah. Dia sudah memikul salib dan kita tambahi dengan salib kita. Betapa berat penderitaan-Nya karena kelakuan kita ini.

Dalam pemahaman penulis, kita diajar untuk berani mencari dan mengeluh, mengharap pertolongan Tuhan. Kita diajar untuk berani mengakui bahwa kita begitu kecil, tidak berarti dan bukan apa-apa di hadapan Tuhan. Kita diajar untuk bisa menerima situasi dan kondisi apapun, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.

Yesus menyembuhkan banyak orang sakit
15:29. Setelah meninggalkan daerah itu, Yesus menyusur pantai danau Galilea dan naik ke atas bukit lalu duduk di situ. 15:30 Kemudian orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya membawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta, orang bisu dan banyak lagi yang lain, lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya. 15:31 Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, dan mereka memuliakan Allah Israel.
Tuhan Yesus begitu hebat sebagai seorang penyembuh. Semua orang merasa takjub dan penuh sukacita, penuh kelegaan. Siapa saja yang menemui Dia dan percaya, pasti akan mendapatkan kebahagiaan. Semua penyakit, kelemahan, kesusahan dan permasalahan akan menyingkir dari hadapan Tuhan.

Dalam pemahaman penulis, secara simbolis kitapun diminta untuk berkarya seperti Dia. Membuka mata saudara kita yang selama ini tidak mau peduli dengan keadaan di sekitar kita. Membuka telinga saudara kita agar mau mendengar keluh kesah yang ada di sekitar kita. Mengajak bangkit dan berkarya sesuai kemampuan, sekecil apapun yang bisa kita lakukan. Memberi kesempatan kepada orang lain untuk mau berbicara, memberi kesaksian, ataupun menyampaikan sesuatu untuk didengar. Dan masih banyak lain lagi yang bisa diusahakan, agar terjalin persaudaraan sejati yang bisa saling berbagi kesenangan maupun kesusahan

Yesus memberi makan empat ribu orang
15:32 Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata: "Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak itu. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan." 15:33 Kata murid-murid-Nya kepada-Nya: "Bagaimana di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?" 15:34 Kata Yesus kepada mereka: "Berapa roti ada padamu?" "Tujuh," jawab mereka, "dan ada lagi beberapa ikan kecil." 15:35 Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu duduk di tanah. 15:36 Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya pula kepada orang banyak. 15:37 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, tujuh bakul penuh. 15:38 Yang ikut makan ialah empat ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak. 15:39 Lalu Yesus menyuruh orang banyak itu pulang. Ia naik perahu dan bertolak ke daerah Magadan.
Penulis tidak bisa membayangkan bahwa banyak orang berbondong-bondong datang untuk menemui Tuhan Yesus sampai tiga hari. Zaman sekarangpun jika ada kabar Doa Penyembuhan, Misa Penyembuhan dan sejenisnya, pasti akan banyak orang yang mengalami penderitaan berdatangan. Kadang-kadang penulis bingung sendiri mengapa banyak orang menyebut Misa Penyembuhan. Bagi penulis yang namanya Misa Kudus adalah sama karena Tuhan Yesus datang sendiri memberikan Tubuh (dan Darah-Nya) untuk kita santap. Kita bersyukur bertemu Tuhan sendiri yang menyertai kita, kita bisa ngobrol dan menyampaikan segala sesuatu kepada-Nya. Lha kalau sudah bisa bersama Dia, apa lagi yang kurang? Atau apakah kita terlalu menuntut tanda mujizat seperi ahli Taurat dan orang Farisi? Jika diberi tanda kesembuhan apakah baru percaya?

Memang banyak dari mereka memerlukan pertolongan karena penderitaan mereka. Betapa Tuhan Yesus begitu berbelas kasih kepada mereka, selain menyembuhkan juga memberi makan kepada semua orang. Kita mungkin akan mengikuti pola pikir para rasul. Makan untuk sendiri saja tidak cukup, bagaimana kalau menghadapi begitu banyak orang. Mungkin dengan bahasa yang halus, mereka kita suruh pulang ke tempatnya masing-masing. Atau lebih ekstrim lagi, malahan kita memanfaatkan peluang itu untuk berbisnis makanan dengan harga diatas rata-rata. Kapan lagi mendapat kesempatan keuntungan dalam situasi yang seperti itu. Paling tidak ada ribuan orang yang memerlukan makanan dan minuman.

Berbelas kasihan memang berbeda seratus delapanpuluh derajat dengan berbisnis mencari keuntungan pribadi. Itulah hebatnya kasih Tuhan Yesus, sudah menyembuhkan dan menghibur, masih memberi makan lagi tanpa biaya. Dapatkah kita mencontoh dan melakukannya? Atau kita kuatir akan jatuh miskin, kuntungan kita menjadi berkurang?

Di paroki, penulis tidak tahu mana yang lebih baik, para imam paroki dikirim makan sehari-harinya oleh para umat, atau mereka mengurus sendiri kebutuhan makan sehari-hari dengan dibantu juru masak. Jelas dan yakin bahwa kedua cara tersebut mempunyai alasan-alasan lebih dan kurangnya. Penulis lebih berpihak jika ada yang membantu memasak. Umumnya orang timur, pasti keluarga yang menyiapkan makan untuk hari tertentu akan menyediakan lebih. Lebih dari biasanya sehari-hari untuk sendiri, karena rasa hormat dan menyayangi pastornya. Mau tidak mau secara tidak langsung ikut berperan akan kesehatan mereka. Bagaimana kalau hari itu lupa menyediakan? Yang namanya lupa, tidak ingat harus diapakan? Bagaimana rasanya kalau hari itu para pastornya tidak di tempat? Jangan-jangan mereka sedang berkunjung ke lingkungan-lingkungan atau dipanggil bapak Uskup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar