Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 27

Bab 27. Tuhan Yesus di hadapan Pilatus, Kematian Yudas. Diolok-olok, Disalib, Wafat, Dikubur, Kubur dijaga

Yesus diserahkan kepada Pilatus - Kematian Yudas
27:1. Ketika hari mulai siang, semua imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi berkumpul dan mengambil keputusan untuk membunuh Yesus. 27:2 Mereka membelenggu Dia, lalu membawa-Nya dan menyerahkan-Nya kepada Pilatus, wali negeri itu. 27:3 Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat, bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah ia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua, 27:4 dan berkata: "Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah." Tetapi jawab mereka: "Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!" 27:5 Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri. 27:6 Imam-imam kepala mengambil uang perak itu dan berkata: "Tidak diperbolehkan memasukkan uang ini ke dalam peti persembahan, sebab ini uang darah." 27:7 Sesudah berunding mereka membeli dengan uang itu tanah yang disebut Tanah Tukang Periuk untuk dijadikan tempat pekuburan orang asing.
27:8 Itulah sebabnya tanah itu sampai pada hari ini disebut Tanah Darah. 27:9 Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel, 27:10 dan mereka memberikan uang itu untuk tanah tukang periuk, seperti yang dipesankan Tuhan kepadaku."
Matius menulis secara jelas bahwa Yudas merasa berdosa dan menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya. Dalam penyesalannya, Yudas mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Memang agak berbeda dengan Petrus yang juga menyesal, yang mungkin berjanji pada dirinya sendiri untuk bangkit dan berubah. Yudas menjadi aktor yang bagi para pembaca atau pemirsa pasti tidak disenangi karena berkhianat. Hal tersebut sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana aktor atau aktris jahat dicaci maki karena perannya. Sang aktor berhasil memerankan seperti yang dikehendaki sutradara, dan dampaknya diomeli. Padahal kita tahu bahwa semuanya itu hanya peran dan harus dilaksanakan dengan baik.

Mari kita bayangkan kalau tokoh Yudas Iskariot itu jatuh kepada kita, dan harus kita perankan dengan sebaik-baiknya. Tanpa Yudas Iskariot, jalan cerita keselamatan jangan-jangan bisa lain. Kemungkinan yang terjadi, sebenarnya Yudas hanya ingin menyerahkan Gurunya untuk bertemu dengan para tokoh agama. Jika sudah diwawancara, diinterogasi secukupnya kemudian dilepaskan kembali. Mestinya Yudas Iskariot tahu persis siapa Gurunya, yang tidak pernah berbuat sesuatu yang menyalahi aturan. Dia begitu baik dan penuh perhatian kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan-Nya. Hukuman mati tidak selayaknya dijatuhkan kepada Sang Guru. Yudas Iskariot sangat merasa bersalah karena tidak menduga akan terjadi seperti itu. Sekarang apa yang harus diperbuat untuk menebus kesalahan tersebut? Jalan pintas ia pilih karena tidak kuat menanggung beban yang terasa begitu berat.

Yesus di hadapan Pilatus
27:11. Lalu Yesus dihadapkan kepada wali negeri. Dan wali negeri bertanya kepada-Nya: "Engkaukah raja orang Yahudi?" Jawab Yesus: "Engkau sendiri mengatakannya." 27:12 Tetapi atas tuduhan yang diajukan imam-imam kepala dan tua-tua terhadap Dia, Ia tidak memberi jawab apapun. 27:13 Maka kata Pilatus kepada-Nya: "Tidakkah Engkau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" 27:14 Tetapi Ia tidak menjawab suatu katapun, sehingga wali negeri itu sangat heran. 27:15 Telah menjadi kebiasaan bagi wali negeri untuk membebaskan satu orang hukuman pada tiap-tiap hari raya itu atas pilihan orang banyak. 27:16 Dan pada waktu itu ada dalam penjara seorang yang terkenal kejahatannya yang bernama Yesus Barabas. 27:17 Karena mereka sudah berkumpul di sana, Pilatus berkata kepada mereka: "Siapa yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu, Yesus Barabas atau Yesus, yang disebut Kristus?" 27:18 Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki. 27:19 Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: "Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam." 27:20 Tetapi oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak bertekad untuk meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus dihukum mati. 27:21 Wali negeri menjawab dan berkata kepada mereka: "Siapa di antara kedua orang itu yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu?" Kata mereka: "Barabas." 27:22 Kata Pilatus kepada mereka: "Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?" Mereka semua berseru: "Ia harus disalibkan!" 27:23 Katanya: "Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?" Namun mereka makin keras berteriak: "Ia harus disalibkan!" 27:24 Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!" 27:25 Dan seluruh rakyat itu menjawab: "Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!"

Tuhan Yesus kelihatannya lebih banyak diam seribu basa selain berkata “engkau sendiri mengatakannya” sewaktu berhadapan dengan Pilatus. “Skenario besar” Allah Bapa yang telah dinubuatkan tidak boleh berubah sedikitpun. Biarlah mereka yang berbicara dan berbicara, yang tidak perlu dilawan dengan bicara juga. Menjawab pertanyaan dalam pengadilan akan menimbulkan pertanyaan baru, yang kelanjutannya seolah-olah akan muncul pembenaran diri, menolak tuduhan, membuat argumentasi.

Dalam hal ini sepertinya kita diajar bahwa dengan berbicara, secara tidak langsung muncul pembelaan diri yang berarti mencari pembenaran diri, yang mau tidak mau akan menjurus untuk menyalahkan orang lain. Mestinya hal yang sia-sia tidak perlu ditanggapi atau dikomentari.

Yesus diolok-olokkan
27:26. Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan. 27:27 Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. 27:28 Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya. 27:29 Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai Raja orang Yahudi!" 27:30 Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya. 27:31 Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan. 27:32 Ketika mereka berjalan ke luar kota, mereka berjumpa dengan seorang dari Kirene yang bernama Simon. Orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus.
Yang namanya massa atau kelompok orang banyak, biasanya berani berbuat apa saja kepada orang yang sendirian, apalagi yang tidak disukai. Tidak disenangi karena iri dengki, karena dogma, sepertinya begitu gampang mempermalukan orang lain. Karena massa, ada dorongan dari dalam yang membuat berani untuk berlaku tidak patut. Mengolok-olok, mencaci-maki, bahkan menganiaya dengan kejam. Ada rasa kebanggaan berbuat sesuatu yang bisa disaksikan kelompoknya.

Mungkin seperti itu yang dialami Tuhan Yesus dalam kesendirian-Nya, dan Dia menerima penganiayaan itu dengan tabah. Tidak ada keinginan sedikitpun untuk membalas perlakukan yang tidak menyenangkan tersebut. Mendesah menahan sakit pasti sesuatu yang wajar karena Dia sedang memerankan sebagai Anak Manusia sejati.

Simon dari Kirene yang tidak tahu apa-apa, yang kebetulan berpapasan malah kena getah dipaksa untuk membantu Tuhan Yesus yang kelelahan. Mungkin kita bisa membayangkan bagaimana Tuhan Yesus yang kurang tidur dianiaya dan disiksa. Darah-Nya yang suci memercik membasahi bumi kemana-mana, hanya demi menebus manusia yang tidak tahu diri. Antara kesakitan, kelelahan dan darah yang mengalir, masih ditambah harus memikul salib, akan membuat seluruh tenaga bagaikan dikuras. Kemungkinan, Simon dari Kirene yang awal mulanya merasa terpaksa, namun setelah melihat keadaan Tuhan Yesus, berubah pikiran merasa kasihan.

Namanya tercatat dalam Kitab Suci, yang mungkin mengajarkan kepada kita untuk berani berubah. Berubah yang tadinya merasa terpaksa, ogah-ogahan, menghindar dari tugas kewajiban, menjadi orang yang ringan tangan, siap membantu orang yang membutuhkan dengan penuh belas kasih.

Yesus disalibkan
27:33. Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya: Tempat Tengkorak. 27:34 Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya. 27:35 Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi. 27:36 Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia. 27:37 Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi." 27:38 Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. 27:39 Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, 27:40 mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!" 27:41 Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: 27:42 "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. 27:43 Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah." 27:44 Bahkan penyamun-penyamun yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela-Nya demikian juga.
Anggur yang dicampur empedu, penulis tidak bisa membayangkan seperti apa rasanya. Kelihatannya kelompok orang-orang yang menyalibkan Tuhan Yesus dan masih berada di bukit Tengkorak termasuk keterlaluan saking bencinya. Benci karena ditugaskan memang agak berbeda dengan benci karena iri dengki. Sebagai imam kepala, ahli Taurat dan tua-tua masih sampai hati untuk mengolok-olok yang tersalib.

Apakah memang begitu karakter orang Yahudi, penulis tidak tahu. Mungkin saja karena gelapnya hati dan merasa sebagai orang yang paling dekat dengan Allah, kebenciannya mengalahkan rasa belas kasihan. Yang selama ini selalu kalah dalm mencobai Tuhan Yesus, maka kesempatan membalas kepada yang tersalib dimanfaatkan sepuasnya.

Seseorang yang akan meninggal biasanya meninggalkan warisan tertentu, dengan harapan berguna bagi yang ditinggalkan. Warisan tidak selalu berkaitan dengan harta benda, namun bisa macam-macam. Dan agak aneh juga bahwa ada beberapa orang yang berebut warisan Tuhan Yesus, sampai membuang undi. Pakaian bekas yang mungkin kotor dengan bekas debu, darah dan keringat. Mungkinkah pakaian Tuhan Yesus begitu berharga pada waktu itu? Mengapa tidak berebut warisan yang lebih bernilai, semangat pelayanan dan pengajaran belas kasihan?

Matius mencatat bahwa para penyamun yang disalibkan bersama-sama Dia, juga ikut mencerca. Hal ini sedikit banyak membikin bingung penulis, mana yang benar. Penulis hanya berandai-andai bahwa Matius tidak menyaksikan sendiri kejadian tersebut. Ia hanya mendengar cerita dari orang lain, yang mungkin sudah ditambah dan dikurangi. Para murid pada waktu itu masih ketakutan untuk memperlihatkan diri di muka umum, khususnya di depan kelompok yang membenci Gurunya.

Yesus wafat
27:45 Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. 27:46 Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eli, Eli, lama sabakhtani?" Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? 27:47 Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: "Ia memanggil Elia." 27:48 Dan segeralah datang seorang dari mereka; ia mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. 27:49 Tetapi orang-orang lain berkata: "Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia."
27:50. Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya. 27:51 Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, 27:52 dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. 27:53 Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang. 27:54 Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: "Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah." 27:55 Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia. 27:56 Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus.

Mengapa Tuhan Yesus berseru : “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ?” Apakah seruan ini sebagai ungkapan “seorang manusia sejati” yang merasa tidak ada teman yang mendampingi dalam kesusahannya? Peran sebagai manusia yang berseru kepada Allah, karena semuanya jauh. Dan yang dekat pada mencibir dan memusuhinya. Dalam kesendirian di tengah-tengah kelompok yang memusuhi, Anak Manusia hanya bisa mengeluh kepada Allah Bapa.

Yang dapat penulis bayangkan, pada waktu itu tidak ada seorangpun yang dekat dengan Dia. Mungkin hanya Bunda Maria saja yang dekat karena ia ibu-Nya. Para murid sudah lari tercerai berai dan para kerabat serta perempuan lainnya tidak bisa dekat-dekat.
Secara rohani yang terpancar lewat jasmani, penulis melihat tubuh Tuhan Yesus yang hancur lebur. Dari ujung rambut sampai ujung kaki tidak ada yang masih utuh dan begitu mengerikan. Pada waktu itu segala macam dosa, kesalahan, penyakit dan kelemahan dunia sepertinya tersedot, menempel dalam tubuh-Nya. Darah-Nya ditumpahkan bagi kita semua orang yang sudah diikat dalam perjanjian sebagai tebusan. Perjanjian darah yang disampaikan kepada para murid, sehari sebelumnya. Untuk sesaat pada waktu itu Allah Bapa di sorga seperti memalingkan diri melihat monster di dalam tubuh Putera-Nya. Tubuh Tuhan Yesus sudah tidak pantas disebut sebagai tubuh manusia lagi, karena segala kekotoran dunia disedot dan direngkuhnya. Dan Tuhan Yesus memandang ke atas sambil berseru, mengapa Bapa meninggalkan-Nya. Ucapan tersebut perlu diketahui oleh semua manusia, bagaimana Dia berkorban sampai mati demi kita semua. Dengan teriakan terakhir Tuhan Yesus wafat dengan membawa segala macam dosa, kesalahan, penyakit dan kelemahan dunia. Dan semua noda dunia tersebut Dia angkat dan Dia bawa masuk ke dalam liang kubur. Kematian-Nya diiringi dengan kejadian yang menggemparkan dan menggetarkan banyak orang. Dengan kejadian yang begitu mendebarkan, pasti akan ada orang-orang yang merasa diingatkan, ditegur atau disentuh untuk berubah pikiran, menjadi percaya dan bertobat. Dan kepala pasukan malah yang tersentuh hatinya, yang kemungkinan besar akan menjadi pengikut Kristus.

Penulis mencoba membayangkan tabir Bait Allah yang mestinya terbuat dari bahan yang bagus tidak mudah terbelah. Apakah hal ini menyiratkan bahwa dengan kematian Tuhan Yesus maka terbelahlah kepercayaan orang Yahudi? Bangsa Yahudi dengan kepercayaan agama Yahudi yang terpecah dengan munculnya kelompok baru pengikut Kristus yang disebut sebagai agama Kristen. Perpecahan tersebut melalui gejolak bagaikan gempa bumi dengan terbelahnya bukit batu.

Yesus dikuburkan
27:57. Menjelang malam datanglah seorang kaya, orang Arimatea, yang bernama Yusuf dan yang telah menjadi murid Yesus juga. 27:58 Ia pergi menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. Pilatus memerintahkan untuk menyerahkannya kepadanya. 27:59 Dan Yusufpun mengambil mayat itu, mengapaninya dengan kain lenan yang putih bersih, 27:60 lalu membaringkannya di dalam kuburnya yang baru, yang digalinya di dalam bukit batu, dan sesudah menggulingkan sebuah batu besar ke pintu kubur itu, pergilah ia. 27:61 Tetapi Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ duduk di depan kubur itu.
Pada kenyataannya, masih saja ada orang kaya yang terketuk hatinya menjadi murid Tuhan Yesus. Kita bisa membayangkan betapa sibuknya Yusuf Arimatea mengurus jenazah Tuhan Yesus. Dengan ikhlas ia menyumbangkan tenaga dan materi untuk segera bisa menguburkan. Pada saat itu mereka berpacu dengan waktu karena sudah mendekati sore, dan masuk hari Sabat. Bagi orang Yahudi, hari Sabat sudah tidak boleh bekerja lagi.

Kita bisa membayangkan bagaimana perempuan yang sedang dirundung kesedihan yang begitu mendalam. Mereka bisa melupakan rasa haus dan lapar, kasihan tidak sampai hati meninggalkan yang terbujur kaku di dalam kubur. Jika tidak ada yang mengajak pergi, mereka tetap betah berjam-jam menunggui, ngomong ngobrol seakan-akan Sang Guru masih bisa menemani bicara.

Kubur Yesus dijaga
27:62 Keesokan harinya, yaitu sesudah hari persiapan, datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus, 27:63 dan mereka berkata: "Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. 27:64 Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." 27:65 Kata Pilatus kepada mereka: "Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya." 27:66 Maka pergilah mereka dan dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya.
Dalam pemahaman penulis, para imam dan orang Farisi sedang mengalami kecemasan dan keraguan dengan ucapan Tuhan Yesus. Setelah berunding, mereka merekayasa bahwa kubur Tuhan Yesus harus dijaga siang malam sampai hari ketiga. Alasan yang paling gampang adalah apabila mayat-Nya dicuri oleh para murid, kemudian dipropagandakan.

Sebagai pimpinan daerah yang berkuasa, Pilatus berbaik hati dan menyetujui keinginan mereka. Namun dibalik itu, bisa jadi Pilatus sebenarnya menyindir akan kelakukan para imam kepala dan orang Farisi yang begitu cemas akan kebangkitan Tuhan Yesus.

Kita bisa membayangkan seseorang yang sudah berani membunuh bukan karena perang. Sekecil apapun, pasti ada perasaan bersalah karena tega membunuh. Sesuai dengan budaya yang berlaku pada waktu itu, jangan-jangan roh orang yang dibunuh tersebut selalu mengejar-ngejar. Sedang tidur, mimpinya terbayang orang yang sudah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar