Minggu, 29 November 2009

Memahami Matius Bab 8

Bab 8. Penyembuhan, hal mengikut Tuhan Yesus, meredakan angin ribut

Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta
8:1. Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. 8:2 Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." 8:3 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. 8:4 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka."
Sakit kusta pada waktu itu sepertinya penyakit karena kedosaan yang bersangkutan, penyakit yang ditakuti karena dapat menular dan harus diasingkan. Namun Tuhan Yesus dengan murah hati penuh kasih, mau memberi kesembuhan kepada orang yang pasrah dan percaya kepada-Nya. Coba kita bayangkan, menjamah orang yang berpenyakit kusta. Dia tidak merasa jijik dan enggan, tidak takut ketularan. Segala macam penyakit dan kelemahan benar-benar tunduk di hadapan-Nya. Tiada sesuatupun yang dapat mempengaruhi Dia, namun malah sebaliknya, kuasa-Nya dapat mempengaruhi apapun yang dikehendaki-Nya. Jangan-jangan kita akan menghindar jauh-jauh agar tidak tertular.

Bagaimana caranya si kusta dapat mendekati Tuhan Yesus yang sedang dikerumuni banyak orang? Mungkin disini kita bisa membayangkan suatu adegan cerita orang kusta yang ingin bertemu dengan Tuhan Yesus. Hambatan apa saja yang akan dihadapi sebelum bertemu dengan Dia? Hambatan dari orang-orang yang merasa sehat? Paling tidak si kusta merasa yakin apabila dapat “bertemu” dengan Tuhan Yesus, biarpun mungkin akan dicerca dan dijauhi oleh orang lain, ia akan sembuh. Niat dan usaha yang didasari iman untuk bertemu Tuhan Yesus, kelihatannya mengalahkan pertimbangan-pertimbangan secara manusiawi. Pokoknya aku harus ketemu sendiri dengan Tuhan Yesus, entah bagaimana caranya. Aku yakin, pasti Tuhan dapat membersihkan aku. Rawe-rawe rantas malang-malang putung, biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.

Yang paling berat dan susah adalah untuk beriman dan pasrah, bahwa Tuhan Yesus apabila menghendaki dapat membuat mukjizat bagi kesembuhan kita. Kesembuhan itu sendiri mungkin dapat berarti bebas dari penyakit yang kita derita, atau bebas dari penderitaan dan dipanggil untuk menghadap-Nya.

Tuhan Yesuspun tetap menghormati kepercayaan dan budaya yang berlaku pada waktu itu, dengan menyuruh yang bersangkutan melakukan kewajibannya. Kewajiban sebagai orang Yahudi yang harus menghadap imam dan mempersembahkan korban syukur. Rasanya kitapun tidak salah apabila melaksanakan budaya yang berlaku, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus.

Secara ekstrim, apabila kita bisa menyembuhkan sakit seseorang yang beragama lain, mungkin kita memberikan saran agar yang bersangkutan bersyukur dan melaksanakan ajaran yang dianutnya dengan baik dan benar. Bukan mengkristenkan orang tersebut! Berbeda apabila yang bersangkutan sendiri ingin belajar mengenal Kristus. Tuhan Yesus datang ke dunia ini tidak membuat agama atau kepercayaan baru, melainkan lebih menekankan pada perbuatan baik dan benar sesuai kehendak Allah Bapa.

Yesus menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum
8:5. Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya:8:6 "Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita." 8:7 Yesus berkata kepadanya: "Aku akan datang menyembuhkannya." 8:8 Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. 8:9 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." 8:10 Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel. 8:11 Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, 8:12 sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." 8:13 Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya." Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.
Kalau kita mengikuti ibadah perayaan Misa Kudus, sebelum menerima Komuni Kudus, sepertinya kita selalu mengucapkan kata-kata yang pernah diucapkan oleh seorang perwira yang kelihatannya bukan orang Yahudi ini. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Dia adalah Raja dari segala raja yang perkataannya bisa menjadi pegangan. Istilah Jawa ada kata-kata “Sabda pendita ratu” yang harus diikuti perkataannya karena punya nilai kesakralan dan kepemimpinan. Rasanya memang tidak pantas apabila Raja diraja datang ke rumah kita, yang mungkin begitu kecil, kotor dan berantakan biarpun rasanya sudah kita rapihkan.

Disinilah pelajaran iman yang diperlihatkan oleh sang perwira non Yahudi yang mengakui Tuhan Yesus sebagai Yang Maha Kuasa. Satu ucapan kata dari Sang Nabi yang juga Sang Raja dan Sang Sabda, pasti cespleng. Itulah hebatnya Sang Juru Selamat kita!
Disini juga Tuhan Yesus dengan jelas menyampaikan bahwa kita-kita yang non Yahudi ini dapat duduk makan di Kerajaan Sorga, bersama Abraham, Ishak dan Yakub yang menjadi nenek moyangnya orang Yahudi. Orang-orang pilihan-Nya (Israel) yang menjadi anak-anak kerajaan namun tidak melakukan kehendak Bapa, malahan akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang begitu gelap. Kata kuncinya adalah iman, percaya dan percaya. Terjadilah penyembuhan jarak jauh, mengatasi batas ruang dan waktu
.
Penulis bertanya dalam diri sendiri mengapa Tuhan Yesus hanya menyebutkan orang dari barat dan timur saja. Mengapa tidak menyebutkan utara dan selatan atau dari segala penjuru dunia? Barat dibatasi laut mediterania, timur dibatasi laut asin dan danau Tiberias. Sedangkan utara berbatasan dengan Syria dan Yordania, selatan berbatasan dengan Mesir. Terlintas dalam pikiran penulis bahwa zaman sekarang ini ada istilah gereja barat dan gereja timur. Gereja Barat lebih dikenal dengan sebutan Katolik Roma, sedangkan gereja Timur lebih dikenal sebagai gereja Ortodox. Bangsa Israel sendiri sampai sekarang ini yang tidak bisa nyenyak tidur dilanda kecemasan. Ratap dan kertak gigi yang menghantui karena tidak pernah lepas dari kebencian kepada musuh dan menyulut peperangan yang berkepanjangan. Sewaktu-waktu bom bisa meledak dimanapun saja. Tidak tahu sampai kapan perseteruan bangsa Palestina dengan bangsa Israel akan berhenti, berdampingan hidup sebagai tetangga yang baik. Bangsa Palestina sendiri menurut penuturan mereka, sebagian beragama Kristen dan sebagian beragama Islam.

Satu hal yang jelas, Tuhan Yesus tidak pernah menolak permintaan seseorang yang membutuhkan bantuan-Nya. Dia selalu siap dan mau memberikan pertolongan kepada siapa saja tanpa pamrih karena belas kasih-Nya kepada manusia. Kita diajar untuk meniru dan melakukan perbuatan tersebut tanpa banyak alasan ini itu. Aku mau, aku akan datang dan siap memberikan bantuan.

Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus dan orang-orang lain
8:14. Setibanya di rumah Petrus, Yesuspun melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. 8:15 Maka dipegang-Nya tangan perempuan itu, lalu lenyaplah demamnya. Iapun bangunlah dan melayani Dia. 8:16 Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. 8:17 Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: "Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita."
Sepertinya Tuhan Yesus menginap di rumah Petrus, setelah berkotbah di bukit. Dalam perjalanan Dia selalu memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan dan tidak pernah menolak. Demikian juga kepada ibu mertua Petrus, yang sudah barang tentu akan sangat berterima kasih. Terima kasih yang keluar dari hati sanubari, bukan karena basa-basi, dapat menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu dengan tanpa pamrih.

Kenyataannya, rombongan ini tidak bisa beristirahat barang sejenak. Kabar getok tular begitu cepat menyebar bahwa ada Sang Penyembuh yang menginap di kediaman keluarga Petrus. Dan Tuhan Yesus kembali memberikan contoh nyata, dengan kasih-Nya langsung berbuat nyata, menyembuhkan orang sakit serta mengusir roh jahat. Dimana ada Tuhan Yesus, disitu ada sukacita, damai sejahtera. Kegembiraan dan kelegaan akan merasuki setiap orang yang percaya kepada-Nya. Dalam sukacita yang seperti ini, dengan spontan kita bisa bersyukur dan memuliakan Allah Bapa di surga.

Hal mengikut Yesus
8:18. Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. 8:19 Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: "Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." 8:20 Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya."
Sering kali kita ini juga seperti ahli Taurat, siap untuk kerja apa saja, siap ditempatkan dimana saja, siap melaksanakan sumpah jabatan. Yang penting pokoknya siap dulu, selanjutnya bagaimana nanti saja.
Jawaban Tuhan Yesus kepada sang ahli Taurat cukup mengejutkan penulis. Tuhan Yesus tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Yang dapat penulis pahami adalah bahwa Tuhan Yesus tidak pernah menetap di suatu tempat, selama Dia melaksanakan pengajaran-Nya. Tempat untuk meluruskan tubuh, untuk beristirahat ataupun untuk tidur dapat dimana saja.

Apabila kita merasa capai dan mengantuk, obatnya hanyalah istirahat dan tidur yang dapat dilakukan dimana saja. Kelihatannya Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk tidak perlu kuatir mengenai tempat tinggal, kalau sebelumnya tidak perlu kuatir tentang makan-minum dan pakaian. Seluruh alam raya ini telah diciptakan untuk kita dan untuk kita nikmati, kita kembangkan serta kita jaga kelestariannya. Kita diajak untuk bersatu dengan alam ini. Semuanya diciptakan untuk bisa saling menyatu, saling memberi, saling memelihara dan tumbuh berkembang bersama-sama. Mungkin agak berbeda dengan tradisi yang diajarkan di Jawa, tahapan hidup duniawi yang dimulai dari sandang, pangan, papan, turonggo dan kukilo (pakaian - makan minum - tempat tinggal - alat kendaraan/kuda – hiburan/burung). Para Ahli di barat, salah satunya Abraham Maslow mungkin menyebutkan sebagai tahapan kebutuhan hidup manusia.

Yang jelas, saat kita dilahirkan tidak ada seorangpun yang sudah berpakaian, namun telanjang bulat. Sang ahli Taurat ditantang apakah siap hidup berkelana, meninggalkan segala harta miliknya termasuk derajatnya, dan yang jelas mungkin menderita dari segi phisik. Makan apa yang bisa dimakan, minum apa yang bisa diminum, berpakaian apa saja yang bisa dipakai dan tidur dimana saja yang bisa untuk tidur. Begitu sederhana dan sebenarnya dapat dinikmati dengan penuh sukacita. Tidak pusing-pusing, tanpa rasa kawatir dengan kelekatan duniawi.

Zaman sekarang ini mungkin saja akan disebut gelandangan yang patut dikasihani atau malahan patut dijauhi. Di mata kita, orang seperti model Tuhan Yesus sudah kita tebak, pasti jarang mandi, pakaiannya belel dan kotor, badannya bau tidak enak, kulitnya gosong kepanasan, rambut gimbal dan mungkin setengah waras. Pantaskah orang seperti ini menjadi sahabat kita? Pantaskah untuk diikuti atau malahan menjadi panutan? Jawabannya mungkin saja :”Hanya orang-orang bodoh dan sederhana saja yang berbuat begitu.” Pada kenyataannya memang Tuhan Yesus lebih dekat dengan orang yang sering disebut bodoh dan sederhana tersebut. Biarlah orang yang merasa kaya menikmati kekayaannya dan orang yang merasa pandai menikmati kepandaiannya.

Namun, mari kita mencoba merenung dalam diri, kapan kita merasakan minum begitu nikmat, kapan makan begitu nikmat dan tidur begitu nyenyak penuh kelegaan? Mengapa kita bisa merasakan bahwa hal tersebut begitu nikmat penuh kelegaan? Adakah syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk merasakan kenikmatan tersebut?

8:21 Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." 8:22 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka."
Memahami hal ini rasanya begitu sulit dan susah untuk dicerna. Orang mati menguburkan orang mati? Apakah yang dimaksud dibalik itu semua?Yang dapat penulis pahami hanyalah bahwa orang yang sudah meninggal sebenarnya sudah selesai jalan hidupnya. Sampai batas itu, roh yang bersangkutan tinggal melaksanakan perjalanan menuju ke sorga atau ke neraka atau ke tempat api pencucian, atau tempat penantian atau malahan masih melayang gentayangan kemana-mana, hanya Tuhan yang tahu. Jenazah atau bahasa kasarnya bangkai tinggal disempurnakan, apakah dikuburkan atau dibakar atau dikeringkan. Atau malahan daging ini menjadi santapan nikmat bagi binanatang buas di hutan atau ikan-ikan di laut. Coba kita bayangkan kalau ada orang yang mati dimakan binatang buas sampai tidak bersisa. Apa yang terjadi dengan tubuh tersebut? Yang jelas sudah menjadi santapan sang binatang.

Pemahaman kedua adalah Tuhan Yesus menawarkan kehidupan yang akan datang dengan melakukan perbuatan baik dan benar. Rohani yang terus hidup dan membawa jasmani ini ke hidup penuh sukacita dalam kebenaran. Kemungkinan besar pada waktu itu banyak terjadi bahwa masyarakat yang hidup sehari-hari di lingkungan Yahudi telah “mati rohani” karena dikotori oleh perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki Tuhan. Tubuh ini masih hidup namun iman dan perbuatan sudah mati suri. Rohaninya yang mati. Jangan-jangan kitapun sedang mati suri dan masih enggan untuk mencari “hidup” yang ditawarkan Tuhan Yesus. Segala macam perbuatan kita anggap halal-halal saja, selama bisa memberi kenikmatan jasmani. Yang berhubungan dengan rohani nanti sajalah, kalau sudah tua. Pada saat itu, rohani ini kita matikan sendiri demi mengejar kehidupan duniawi.

Dalam pandangan Tuhan Yesus, orang yang masih hidup seperti itu dianggap sudah mati. Dianggap seperti mayat hidup yang melaksanakan kehidupan sehari-hari di luar jalan Tuhan. Biarlah para mayat hidup itu menguburkan mayat hidup yang mati.

Angin ribut diredakan
8:23. Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nyapun mengikuti-Nya. 8:24 Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur. 8:25 Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." 8:26 Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. 8:27 Dan heranlah orang-orang itu, katanya: "Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"
Penulis dapat membayangkan bagaimana takutnya orang yang ditimpa angin ribut, apalagi di tengah danau atau laut yang bergelombang besar. Ketakutan dan kepanikan akan menghilangkan pikiran jernih untuk mencari jalan keluar. Berbicara saja bisa tidak beraturan dan menjadi tidak jelas apa maksudnya. Dalam keadaan seperti itu, yang bisa memberi pertolongan penuh keajaiban hanyalah dari Tuhan sendiri.

Selama mengikuti Tuhan Yesus pada waktu itu, yang disaksikan para murid barulah penyembuhan orang sakit dan pengusiran roh jahat. Pengalaman menundukkan angin ribut dan gelombang belumlah masuk di pikiran mereka. Tidak terlintas di bayangan mereka bahwa Tuhan Yesus begitu Maha Kuasa atas segala apa saja. Mereka yang adalah murid-murid yang begitu dekat dan selalu bersama saja masih belum percaya akan kehebatan gurunya, apalagi orang lain, termasuk kita yang tidak mengalami langsung.

Jadi kembali kepada iman kepercayaan kepada Tuhan Sang Maha Pencipta-lah kita harus berpegang teguh. Dari iman yang tanpa kekuatiran, barulah bersamaan kita berusaha melakukan perbuatan baik dan benar. Kita harus percaya bahwa Tuhan itu ada dan selalu berkarya di dalam kehidupan kita. Hambatan terberat memang menghilangkan kekawatiran dan kemudian pasrah, bahwa Tuhan selalu menyertai kita.

Pertanyaannya adalah, seberapa besar kadar iman kita, bahwa Tuhan Yesus selalu bersama dan mempengaruhi kita? Dalam menghadapi saat-saat genting dan susah, apakah kita masih berpegang kepada-Nya, atau kepada yang lain? Atau malahan sudah tidak bisa berpikir apa-apa? Tuhan Yesus, tanpa Engkau aku binasa!

Pengalaman penulis sewaktu mengendarai sepeda motor di sebelah kiri agak di belakang mobil yang berjalan seiring. Pada sebuah pertigaan jalan besar, tiba-tiba ada motor dengan kecepatan cukup tinggi, berlawanan dengan arah penulis, berbelok ke kanan di depan mobil tadi. Betapa terlihat kaget sang pengendara motor tersebut melihat penulis, demikian juga penulis sendiri melihat dia. Dalam hitungan sepersekian detik yang terbayang adalah tabrakan hebat dan entah akan apa jadinya. Yang dialami penulis waktu itu, sepertinya ada kata “wuach!” yang tak terucap dan Tangan Tuhan atau suara Tuhan menggerakkan tubuh penulis. Ajaib! Tabrakan tidak terjadi hanya seperti saling menghindar yang begitu cepat. Yang namanya manusia, pikiran yang muncul pertama setelah itu adalah pikiran menggerutu kepada anak itu yang menyerobot jalan. Baru beberapa saat kemudian terlintas ucapan puji syukur kepada Tuhan yang menjadi penyelamat. Penulis yakin dan percaya bahwa ada daya Roh Tuhan pada waktu itu berkarya dengan mengherankan. Penulis dapat melihat raut wajah orang-orang di sekitar, termasuk sopir mobil di samping motor penulis. Allah yang ajaib, luar biasa dan mengherankan!

Dua orang yang kerasukan disembuhkan
8:28. Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorangpun yang berani melalui jalan itu. 8:29 Dan mereka itupun berteriak, katanya: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?" 8:30 Tidak jauh dari mereka itu sejumlah besar babi sedang mencari makan. 8:31 Maka setan-setan itu meminta kepada-Nya, katanya: "Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu." 8:32 Yesus berkata kepada mereka: "Pergilah!" Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air. 8:33 Maka larilah penjaga-penjaga babi itu dan setibanya di kota, diceriterakannyalah segala sesuatu, juga tentang orang-orang yang kerasukan setan itu. 8:34 Maka keluarlah seluruh kota mendapatkan Yesus dan setelah mereka berjumpa dengan Dia, merekapun mendesak, supaya Ia meninggalkan daerah mereka.
Jika kita simak dari cerita di atas, kelihatannya memang Setan akan menerima siksaan pada waktunya. Sampai dengan saat ini mereka masih diberi kebebasan untuk mengganggu manusia, termasuk binatang. Dan mereka lebih tahu siapa sebenarnya Tuhan Yesus yang disebutnya Putera Allah. Dan para setan ini juga kelihatannya sangat takut kepada Tuhan Yesus sehingga meminta izin. Ataukah sebenarnya yang tidak kelihatan itu lebih mengenal Tuhan Yesus sebagai Allah, dibandingkan kita yang masih hidup ini?

Bagi Tuhan Yesus, dua orang manusia yang kerasukan setan lebih bernilai dibandingkan dengan sekawanan babi. Seorang manusia tetap memunyai nilai tertinggi dibandingkan apa saja yang ada di dunia ini. Dikatakan bahwa manusia adalah citra Allah, yang berarti memang paling mulia. Sejelek atau secacat apapun, dia tetap seorang manusia yang harus dihargai sebagai manusia. Namun bagi masyarakat umum, kelihatannya sekumpulan ternak akan lebih bernilai dibandingkan nyawa orang yang dianggap tidak berguna.

Bagi orang-orang yang mempunyai hobi memelihara binatang, apalagi dapat diperlombakan, harga binatang tersebut dan biaya pemeliharaannya bisa jadi sangat mahal bukan main. Jangan-jangan biaya pemeliharaannya lebih tinggi dibandingkan biaya untuk kehidupan manusia sehari-hari. Jika ada seseorang yang dapat mengganggu kenikmatan berhobi ini, lebih baik orang tersebut jangan menjadi kawannya.

Anggaplah peliharaan anjing, kucing, ikan atau burung perkutut juara dalam lomba, yang harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Jika sampai kehilangan binatang kesayangannya, kemarahannya bisa-bisa bertaruh nyawa. Binatang kesayangan tersebut bisa jadi mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan nyawa manusia. Secara tidak sadar sebenarnya kita mulai diajar dan belajar membeda-bedakan mana yang bagus mana yang kurang bagus. Kita membuat kriteria tertentu melalui kesepakatan, mana yang termasuk bagus dan mana yang tidak. Mungkin hal ini semacam cerminan kita dalam menilai seseorang dari penampilan fisik. Atau malahan sebenarnya dibalik ini semua ada unsur bisnis yang harus dikemas sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai lebih? Nyatanya kriteria penilaian sewaktu-waktu dapat berubah sesuai trend pada waktu itu.

Segala macam kesenangan kalau berlebihan dapat melupakan dirinya dari segala macam kegiatan yang lain. Dapat melupakan keluarga, tetangga, pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dan nyatanya Tuhan Yesuspun diminta pergi dari situ, yang jangan-jangan nanti bisa menghabiskan segala macam ternak yang sudah dipelihara dan mempunyai nilai ekonomi.

Paling tidak, kita diajar untuk bisa menghargai bahwa setiap manusia mempunyai nilai lebih dibandingkan segala macam ciptaan lainnya. Mungkin itulah hak azasi manusia untuk hidup, mulai lahir berkembang menjadi dewasa, menikah dengan siapa saja yang dicintai dan beranak pinak sampai matinya. Berhak melakukan apa saja, selama tidak merugikan orang lain yang sama-sama mempunyai hak. Jika Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat apa saja dengan segala konsekuensinya, mengapa manusia malah membatasi manusia lainnya. Mungkin inilah yang agak aneh. Namun itulah dunia, dengan berbagai macam argumentasi yang sulit untuk dibantah, manusia perlu diatur. Mulai dari yang sederhana, dengan kesepakatan bersama. Lama kelamaan menjadi tradisi, dan harus ada yang memimpin, mengatur dan mengawasi. Pada saatnya duniapun diatur oleh manusia atau kelompok manusia, dengan tujuan yang begitu luas yang harus dipahami oleh semua.

Dalam kenyataannya tidak semua orang atau bahkan sebagian besar masyarakat tidak tahu dan tidak paham dengan segala macam aturan tersebut. Contoh sederhana bisa dicek kepada umat awam Katolik yang berhubungan dengan hak dan kewajiban sebagai warga gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar