Sabtu, 13 Maret 2010

Memahami Yohanes Bab 5:1-18

Penyembuhan pada hari Sabat di kolam Betesda

5:1. Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. 5:2 Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya 5:3 dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. 5:4 Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. 5:5 Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. 5:6 Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" 5:7 Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." 5:8 Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." 5:9 Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. 5:10 Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." 5:11 Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." 5:12 Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?"
5:13 Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. 5:14 Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." 5:15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. 5:16 Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.

5:17. Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." 5:18 Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah.


Kelihatannya pada waktu itu dipercayai bahwa kolam Betesda mempunyai mujizat yang bisa menyembuhkan. Dipercaya bahwa malaikat Tuhan selalu berkarya dengan menggoyang air kolam. Secara nalar mestinya orang buta selalu terlambat untuk masuk ke dalam air kolam. Mungkin para orang sakit tersebut banyak yang didampingi oleh keluarganya.

Kita bisa membayangkan bagaimana rasanya menderita sakit selama tiga puluh delapan tahun. Mungkin banyak orang tidak peduli dengan sakitnya orang lain, karena mereka kebanyakan sibuk sendiri dengan penyakitnya. Kalau perlu saling mendahului untuk mendapatkan kesembuhan. Yang peduli malahan Tuhan Yesus, dan menawarkan bantuan apabila mau menerima. Orang tersebut jelas belum mengenal siapa Tuhan Yesus, dan dia mengeluh tidak ada yang membantu memasukkan ke dalam air. Tawaran Tuhan Yesus diterima dengan harapan akan membantu masuk ke dalam air kolam.

Tuhan Yesus lebih berkuasa daripada para malaikat. Kuasa-Nya tidak harus melalui air kolam, cukup dengan perkataan saja segalanya dapat terjadi. Dia meminta orang tersebut untuk bangun! Bangun dari tempat tidur yang selama ini menjadi tempatnya bergantung. Bangun dari keterlenaan, bangun dari kedosaan, bangun dari segala macam keluhan ataupun kemarahan kepada orang lain.

Setelah orang tersebut bisa bangkit berdiri, yang mungkin dalam keheranan, dia disuruh mengangkat tilamnya. Dengan perasaan yang tidak menentu, nyatanya dia mampu mengangkat tilam. Hal tersebut pasti semakin membuat bingung dan bertanya-tanya, koq bisa. Pada saat seperti itu, apapun yang dikatakan Tuhan Yesus pasti dilaksanakan tanpa bertanya-tanya lagi. Dia disuruh berjalan dan membawa tilam yang selama ini menjadi sahabatnya. Dalam keadaan sukacita dengan perasaan yang tidak menentu, mungkin dia lupa untuk berterima kasih dan bertanya. Dan Tuhan Yesus sudah menyelinap di tengah orang banyak.

Hal tersebut sepertinya mengajar kepada kita untuk bangkit dan bergerak. Kita tidak harus tergantung kepada apapun yang ada di dunia ini, yang dapat membuat kita terlena dan lupa diri. Apapun itu harus kita angkat dan kita lepaskan, mungkin sewaktu-waktu saja kita manfaatkan apabila diperlukan. Kita diajar untuk merdeka, bebas dari segala macam belenggu duniawi yang ingin mengikat kita. Ada ungkapan bahwa uang bukan segala-galanya, walaupun segalanya sekarang ini diperhitungkan dengan uang.

Penulis tidak bisa membayangkan bahwa tradisi hari Sabat, orang Yahudi tidak boleh bekerja apapun. Mungkin pekerjaan yang diperbolehkan hanyalah makan dan minum. Melanggar larangan berbuat sesuatu pada hari Sabat, jangan-jangan akan dihukum atau dianiaya bahkan bisa mati. Padahal menganiaya juga sama berbuat sesuatu, yang membikin terasa ganjil. Memijit tombol lift saja dianggap sudah bekerja berbuat sesuatu, apalagi menganiaya. Maka tidak heran apabila pada hari Sabat atau hari Sabtu, lift di Israel akan bekerja secara otomatis. Lift akan naik turun dan membuka menutup di setiap lantai. Hidup orang Yahudi memang untuk hari Sabat dan harus dilaksanakan.

Tuhan Yesus adalah Allahnya hari Sabat, yang berarti Sabat untuk kehidupan manusia, bukan sebaliknya. Ajaran baru ini jelas dianggap pelanggaran terhadap tradisi yang sudah berjalan berabad-abad. Sebagai pembaharu, Tuhan Yesus mengajak kita semua untuk berproses dan berubah semakin maju ke depan. Paling tidak diajak untuk merenungkan kembali inti sepuluh perintah Allah yang hanya berisi tentang manusia dan Allah. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia, tanpa syarat dan pengecualian.

Begitu Tuhan Yesus menyebut Allah sebagai Bapa-Nya, hal ini tidak bisa diterima oleh mereka. Menurut ajaran pada waktu itu, mungkin perkataan-Nya dianggap sudah keterlaluan. Allah yang Esa masak mempunyai Anak dan keluyuran ke bumi. Maka langsung dicap telah menghujat Allah, dan dampaknya Dia dikejar-kejar untuk dianiaya. Seringkali suatu pengajaran ataupun dogma dianggap sudah yang paling benar tak terbantahkan. Konyolnya, apabila ditanya tentang sebab musabab munculnya ajaran tersebut, tidak bisa menjelaskan. Pokoknya jangan dibantah, terima dan telan saja.

Allah yang tidak kelihatan dengan segala macam misterinya, seringkali diajarkan sedemikian rupa, seolah-olah mereka sudah begitu mengenal. Padahal belum pernah bertemu dan sama-sama belum pernah mengalami disentuh Tuhan. Pokoknya Allah itu bersemayam di surga yang tak terjangkau. Tempatnya atau keadaannya kurang lebih begini dan begitu.

Jika ada seseorang yang memberikan pengajaran yang berbeda, langsung saja dicap murtad, sesat, menghojat dan sebutan lainnya. Orang tersebut harus disingkirkan, malah bila perlu dibinasakan. Jangan sampai ajarannya membikin geger, membuat bimbang, malahan menjadi pengikutnya. Bila dibiarkan, jangan-jangan malah berkembang menjadi pesaing.

Jika kita renungkan, sebenarnya kitapun sangat sulit keluar dari kebiasaan-kebiasaan yang selama ini telah kita lakukan. Kita tidak siap melangkah maju untuk perubahan yang tidak bisa kita bendung. Kita sudah terlena di dalam lingkungan aman yang selama ini kita jalani. Jika berpikir keluar, jangan-jangan tergoncang seperti air kolam Betesda yang memberikan perubahan dalam hidup. Kalau semakin enak dan nyaman tidak apa-apa, lha kalau semakin susah dan kacau? Muncullah perasaan kawatir, ragu-ragu yang sering menjadi batu sandungan untuk melangkah maju.

Dalam keadaan kawatir dan bimbang, seringkali kita menjadi sedikit buta, tidak bisa melihat. Kita tidak siap atau bahasa kasarnya kita tidak berani nekad, sehingga tidak melihat bahwa dibalik bayang-bayang kekawatiran ada celah-celah keindahan masa depan. Kita diajar untuk bangkit dan menyingkapkan tirai yang menutupi tilam, kemudian siap dan berani berjalan maju. Semua kelemahan harus kita lawan karena di belakang kita ada Kristus yang menawarkan Diri-Nya membantu kita.

Mungkinkah ajaran Kitab Kejadian dimana Allah istirahat pada hari ketujuh, yang menjadi biang keladi dan dijadikan adat kebiasaan, tradisi atau aturan yang tidak boleh dibantah? Ataukah cerita kejadian malah diciptakan untuk menguatkan tradisi yang sudah berjalan pada waktu itu? Dengan demikian maka semuanya sudah dilegalisir melalui dogma dan ajaran. Jangan-jangan dengan pertanyaan seperti inipun, penulis akan dikejar-kejar untuk dianiaya. Dalam pemahaman penulis, beriman itu perlu berpikir dan selalu bertanya. Malu bertanya sesat di jalan, suatu ungkapan yang maknanya begitu dalam. Paling tidak kita bisa bertanya kepada diri sendiri, sebelum berani bertanya kepada orang lain, bahkan kepada Allah sendiri.

Dari segala macam tanda ataupun mujizat yang telah Dia perbuat, mestinya paling tidak kita diajak berpikir. Dari mana Kristus Yesus koq bisa berbuat seperti itu, adakah sesuatu yang salah yang telah diperbuat-Nya. Paling tidak perbuatan yang Dia lakukan hanya bisa dilakukan oleh para nabi.

“Bapa-Ku bekerja sampai sekarang,” mengisyaratkan bahwa Allah tidak pernah “tidur” dan berhenti berkarya. Roh-Nya yang mahakuasa tidak bisa kita jangkau, sehebat apapun kita. Karya-Nya begitu misteri yang tidak bisa kita duga dengan nalar kita. Yang bisa tahu semestinya yang pernah bersama dengan Dia, yang berasal dari sana. Dan itu hanya Anak Manusia yang memang berasal dari Dia yang mahatinggi. Orang Jawa mengatakan :”Gusti Yesus kuwi ampuh tenanan.” pokoknya hebat bukan main.

1 komentar:

  1. makasih atas pembahasan firmannya yang telah membantu saya dalam menyampaikan cerita untuk adik2 sekolah minggu. GBU

    BalasHapus