Jumat, 19 Maret 2010

Memahami Yohanes Bab 7:14-24

Kesaksian Yesus tentang diri-Nya

7:14. Waktu pesta itu sedang berlangsung, Yesus masuk ke Bait Allah lalu mengajar di situ. 7:15 Maka heranlah orang-orang Yahudi dan berkata: "Bagaimanakah orang ini mempunyai pengetahuan demikian tanpa belajar!" 7:16 Jawab Yesus kepada mereka: "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku. 7:17 Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri. 7:18 Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya. 7:19 Bukankah Musa yang telah memberikan hukum Taurat kepadamu? Namun tidak seorangpun di antara kamu yang melakukan hukum Taurat itu. Mengapa kamu berusaha membunuh Aku?"
7:20 Orang banyak itu menjawab: "Engkau kerasukan setan; siapakah yang berusaha membunuh Engkau?"
7:21 Jawab Yesus kepada mereka: "Hanya satu perbuatan yang Kulakukan dan kamu semua telah heran. 7:22 Jadi: Musa menetapkan supaya kamu bersunat--sebenarnya sunat itu tidak berasal dari Musa, tetapi dari nenek moyang kita--dan kamu menyunat orang pada hari Sabat! 7:23 Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari Sabat. 7:24 Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil."


Semua orang yang mendengar pengajaran Tuhan Yesus selalu terheran-heran. Penulis tidak tahu persis, apa saja yang diajarkan Tuhan Yesus pada waktu itu. Yang jelas banyak orang terpesona dengan pengajaran-Nya. Dalam keheranan, yang terpikir adalah dari mana Dia belajar sehingga bisa berkotbah dengan begitu baik dan lancar. Siapakah gurunya, dan banyak guru yang baik sudah mereka kenal.

Jawaban Tuhan Yesus juga mengherankan karena Dia menerima dari yang mengutus, yaitu Allah Bapa di surga. Komentar selanjutnya bahkan mungkin menyakitkan bagi mereka. Mereka dianggap tidak melakukan hukum Taurat dengan benar, padahal hukum Taurat menjadi pegangan hidup mereka. Salah satu perintah Alah adalah jangan membunuh, padahal ada dari mereka yang berniat untuk membunuh-Nya.

Dan mereka menyangkal dengan niat mencelakai, bahkan menyebut Dia kerasukan setan. Pembenaran diri sudah menjadi bagian hidup manusia. Segala macam alasan bisa dikemukakan, walaupun sudah ketangkap tangan.

Jangan-jangan hal tersebut sama dengan kita sekarang ini. Mengaku beragama dengan berpegang kitab sucinya, namun tidak pernah melakukan perbuatan sesuai yang ditulis dalam kitab suci. Kitab suci yang berisi firman Tuhan hanya menjadi buku pajangan, yang dibuka hanya pada waktu tertentu saja.

Jangan-jangan kitapun terjebak oleh berbagai macam tradisi dan kebiasaan yang mungkin tidak kita sadari, bahwa tidak sejalan dengan firman-Nya. Penulis menangkap bahwa sunat bukan dari hukum Taurat, melainkan dari tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang orang Yahudi. Apakah hal ini termasuk kebablasan yang sebenarnya suatu tradisi, namun lama kelamaan menjadi berbelok dan diundangkan sebagai hukum Tuhan? Kita mungkin ingat atau membaca cerita bahwa Abraham membuat perjanjian dengan Allah melalui sunat massal.

Jika kita memperhatikan perkataan Tuhan Yesus, sebenarnya sunat sudah ada dari zaman dahulu. Mungkin malah sebelum Abraham, yang merupakan tradisi bangsa Uhr-Kasdim. Jangan-jangan sewaktu masyarakat bertanya bagaimana asal mula sunat tersebut, maka dibuat cerita sedemikian rupa bahwa Abrahamlah yang memulainya seturut kehendak Allah. Jangan-jangan rencana penyembelihan Iskak sebenarnya ungkapan menyembelih kulit katan yang disaksikan oleh semua keluarga dan pembantunya. Memproklamirkan bahwa Iskak sebagai pewaris tunggal karena anak dari permaisuri yang sah. Kita bisa meraba rasakan bahwa anak pertama Abraham adalah Ismail. Dari sisi pandang bapak Abraham, tetaplah Ismail yang menjadi anak pertama yang dikasihi. Ismail pasti menjadi anak kesayangan Abraham, sebelum Iskak lahir. Dan Iskak lahir sewaktu Ismail sudah cukup besar.

Kita bisa membayangkan bagaimana Abraham mengasihi Ismail, karena menjadi anak satu-satunya selama belasan tahun. Tidak terbayangkan bahwa suatu ketika akan mempunyai anak lagi, sehingga kasihnya tertumpah kepada Ismail pada waktu itu. Perubahan akan muncul ketika sang permaisuri bisa mengandung dan melahirkan anak yang dinamai Iskak. Sebagai bapak, pasti Abraham mengasihi ke dua anaknya walau lain ibu. Kedua-duanya sedarah dengannya. Akan sangat berbeda jika dilihat dari sudut pandang perasaan dari Sara dan Hagar.(19-02-07)

Ungkapan, peribahasa atau bahasa tersamar memang sering membuat orang yang tidak tahu akan bingung. Peribahasa “kura-kura dalam perahu atau tong kosong berbunyi nyaring” bagi orang asing yang tidak mendalami pasti akan bertanya, apa yang dimaksud. Mulailah muncul penafsiran penafsiran. Jika banyak penafsiran yang berbeda dan dikembangkan masing-masing, dampaknya setelah sekian puluh tahun atau ratus tahun pasti besar. Jangan-jangan malah muncul penafsiran yang bertolak belakang antara yang satu dengan yang lain.

Jangan-jangan kalau kita mengetahui sesuatu yang benar dan meluruskan untuk kembali ke yang benar tersebut, malahan dicemooh atau ditentang. Biasanya dari dulu kan sudah begini, mengapa harus berubah? Memangnya yang benar tersebut berasal dari mana? Apakah itu betul dari ajaran gereja, perintah dari Vatikan? Yang lebih keras lagi, apakah dari Allah sendiri yang memberi tahu anda? Anak kemarin sore saja koq mengajari yang sudah makan asam garam. Dan mungkin masih banyak lagi komentar yang menolak, karena memang tidak siap untuk berubah menuju yang lebih baik dan benar.

Penulis merasa yakin bahwa masih banyak misteri yang belum terungkapkan, yang terkandung dalam Kitab Suci. Mungkin itu tugas para ahli untuk mengungkapkannya, namun bisa jadi Allah berkehendak lain. Beberapa misteri jangan-jangan malah diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya di luar perkiraan umum. Orang-orang biasa yang tidak masuk hitungan, yang pada awalnya melalui penolakan.

Secara rohani, janganlah menghakimi menurut apa yang nampak kasat mata. Karena dibalik yang kelihatan, ada yang tidak kelihatan bagaikan angin. Tidak ada tetapi ada, kosong tetapi isi.

Dalam pemahaman penulis, kita tidak bisa menghakimi siapapun selama kita tidak mengetahui luar dan dalamnya. Padahal dalam kehidupan sehari-hari yang kita lihat hanya yang kasat mata. Di balik tubuh dan perbuatan yang terlihat, kita tidak tahu persis, ada apa di dalamnya yang tidak terungkapkan. Dan yang bisa menghakimi mestinya hanya Allah sendiri yang bisa melihat luar dalamnya. Dialah Hakim yang adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar