Rabu, 31 Maret 2010

Memahami Yohanes Bab 8:12-20

Yesus adalah Terang Dunia

8:12. Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."
8:13 Kata orang-orang Farisi kepada-Nya: "Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar." 8:14 Jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, namun kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. 8:15 Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorangpun, 8:16 dan jikalau Aku menghakimi, maka penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Dia yang mengutus Aku. 8:17 Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; 8:18 Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku."
8:19 Maka kata mereka kepada-Nya: "Di manakah Bapa-Mu?" Jawab Yesus: "Baik Aku, maupun Bapa-Ku tidak kamu kenal. Jikalau sekiranya kamu mengenal Aku, kamu mengenal juga Bapa-Ku." 8:20 Kata-kata itu dikatakan Yesus dekat perbendaharaan, waktu Ia mengajar di dalam Bait Allah. Dan tidak seorangpun yang menangkap Dia, karena saat-Nya belum tiba.


Kita semua tahu apa yang disebut terang dan gelap. Dalam terang kita bisa melihat segala sesuatu, sedangkan dalam gelap menjadi tidak kelihatan atau samar-samar. Dalam terang kita bisa berjalan dengan lebih enak dan santai, bisa menghindar dari rintangan yang ada di hadapan kita. Dalam gelap paling tidak kita harus lebih hati-hati karena semuanya tidak kelihatan dengan jelas. Kita bisa tergores oleh onak duri, terantuk batu, terperosok dalam lobang atau bahkan tersesat.

Dunia yang kita tempati, bagaikan bumi apa adanya tanpa ada terang. Tanpa ada matahari, maka yang ada hanya kegelapan. Kita kemudian mengenal istilah siang dan malam. Bumi ini begitu tergantung kepada matahari yang rela memberikan cahayanya. “Akulah terang dunia” mengisyaratkan bahwa yang berkata itu bukan dari dunia. Dialah yang Illahi yang membawa cahaya untuk semua orang. Siapa saja yang hidup bersama Sang Terang, maka semuanya akan menjadi jelas, semakin kelihatan. Semakin bisa membedakan jalan mana yang harus dilalui agar sampai ke tujuan.

Siapa yang mengikut Tuhan Yesus, berarti berjalan bersama Dia, mengkuti cara berjalan-Nya, meniru segala macam gerak-gerik-Nya. Demikian juga hati, jiwa dan pikiran harus disesuaikan dengan langkah-Nya. Karena Dia adalah terang dunia, maka yang mengikut Dia pasti akan mendapatkan terang-Nya. Terang-Nya hanya bisa dirasakan dalam hidup ini, apabila betul-betul menjadi pengikut-Nya.

Tuhan Yesus datang bukan untuk menghakimi, malahan sebaliknya. Dia menunjukkan bahwa selama ini kita hidup dalam kegelapan. Di dalam gelap segalanya menjadi samar bahkan tidak kelihatan. Kita tidak bisa lagi melihat jalan benar yang harus kita lewati, bisa jadi malah kesasar. Dia datang untuk menuntun, mengarahkan orang untuk berubah arah, kembali ke jalan yang benar. Dia hanya meminta bahwa yang ditunggu-tunggu sudah berada di hadapan mereka, Sang Mesias sendiri. Dialah yang diutus oleh Allah Bapa, Sang Mahahakim.

Kalimat selanjutnya sepertinya perlu direnungkan dalam-dalam. “Baik Aku maupun Bapa-Ku tidak kalian kenal.” Sering kali kita menyebut Allah, mengatas namakan Allah, seakan-akan Allah begitu kita kenal. Allah yang sering kita sebut sebagai Yang Mahakasih, namun kita malah berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kasih itu sendiri. Allah yang Mahapengampun, namun kita malah berbuat sesuatu tanpa ampun. Allah yang Mahapenyayang, namun kita malah lebih jauh dari sifat penyayang. Allah yang Mahaadil, namun kita malah tidak berbuat dan memutuskan dengan adil. Allah yang Maharahim, tetapi kita malah sulit untuk memahami dan memaklumi orang lain. Konyolnya, apa yang kita perbuat tersebut membawa nama Allah, seakan-akan Dia yang merestui.

Sering kali kita merasa sudah begitu mengenal Allah, sehingga tahu persis sifat-sifat Allah, kesenangan-Nya, kebiasaan-Nya, permintaan-Nya dan sebagainya. Namun anehnya, kita malah tidak mengenal diri kita sendiri, siapakah sebenarnya kita. Jangan-jangan anggapan pengenalan kita terhadap Allah yang meyakinkan tersebut keliru. Keliru mengenali-Nya bahwa tidak seperti itu. Yang lebih konyol, keliru dengan allah lain yang mengaku sebagai Allah. Keliru memahami kehendak Allah yang sebenarnya.

Dengan mengenal Tuhan Yesus dan ajaran-Nya, mungkin itu baru proses untuk lebih mengenal Alah Bapa. yang begitu misteri. Dalam bayangan penulis, bisa terjadi bahwa pada zaman perjanjian lama masih banyak yang keliru menjabarkan atau menafsirkan perintah Allah. Bahkan mungkin sampai sekarang inipun masih banyak, atau paling tidak, masih ada yang keliru manafsirkannya. Dan salah tafsir dalam dogma berdampak cukup besar, jika tidak sampai menghebohkan, bahkan perang saudara.

Secara jujur, penulis berani mengakui bahwa pemahaman ini belum tentu benar sekali. Bahkan bisa meleset dari maksud kehendak Tuhan. Namun sebagai manusia biasa, paling tidak penulis ingin juga berproses untuk lebih mengenal siapa Anak Manusia. Ajaran-Nya tidak sulit untuk diwartakan, namun cukup berat untuk dilakukan.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita mengatakan bahwa kita mengenal dan tahu persis akan anak-anak kita. Kita tahu persis siapa isteri kita atau suami kita dan kita percaya kepada mereka. Sewaktu ada kejadian yang begitu menghebohkan, kita kaget dan tidak percaya bahwa itu perbuatan keluarga kita. Dan itulah manusia yang masih mempunyai daging, dan kita pasrah dengan sebutan “manusiawi.” Kita belum siap untuk meninggalkan sebutan sebagai anak dunia, untuk diganti dengan sebutan anak Allah. Paling tidak kita masih mendua antara kedua sebutan tersebut. Rasanya sayang untuk melepaskan segala sesuatu yang pernah kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar