Senin, 15 Maret 2010

Memahami Yohanes Bab 6:67-71

Pengakuan Petrus

6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" 6:68 Jawab Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; 6:69 dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah." 6:70 Jawab Yesus kepada mereka: "Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis." 6:71 Yang dimaksudkan-Nya ialah Yudas, anak Simon Iskariot; sebab dialah yang akan menyerahkan Yesus, dia seorang di antara kedua belas murid itu.


Sepertinya perkataan Tuhan Yesus cukup serius dan pedas. Salah satu murid-Nya yang dari duabelas adalah iblis. Kemungkinan besar di antara mereka sering terjadi perdebatan, siapakah kira-kira yang dimaksudkan oleh Gurunya. Kita bisa menyebut bahwa orang yang dimaksud adalah Yudas Iskariot karena pengkhianatannya sudah terjadi. Penulis tidak tahu, mengapa Tuhan Yesus berkata seperti itu, yang seolah-olah membiarkan para murid untuk menerka-nerka sampai pada waktunya.

Jika kita mencoba berpikir positf, mungkin ada baiknya hal tersebut dikemukakan terlebih dahulu, agar para murid semakin bertekun. Namun itulah kehendak Tuhan sendiri, yang pasti ada maksud tertentu yang lebih baik, dari pada pemikiran kita. Pasti tidak ada seorangpun yang mau berpikir bahwa dialah calon iblis tersebut. Bertekun, percaya dan pasrah kepada Sang Guru, paling tidak akan terjauhkan dari pencobaan. Mungkin Yohanes Penginjil hanya ingin lebih menegaskan bahwa sebelum terjadi, Tuhan Yesus sudah pernah mengatakan salah satu akan menyerahkan-Nya.

Yudas Iskariot sepertinya dipilih Tuhan Yesus untuk menggenapi nubuat yang harus terlaksana. Tanpa ada Yudas Iskariot, siapa yang harus menggantikannya? Seringkali penulis merasa bingung dan merasa kasihan kepada Yudas Iskariot ini. Dipilih untuk dimusuhi bahkan dibenci oleh banyak orang. Apalagi jika Yohanes Penginjil menuliskannya sebagai “Iblis,” betapa rendah dan tidak bernilainya dia.

Petrus yang keras di luarnya, sepertinya malah lebih tersentuh sampai ke dalam hati sanubari. Dia lebih percaya bahwa Gurunya adalah Yang Kudus dari Allah Bapa sendiri. Mungkin dia begitu percaya sekali, namun masih ada ganjalan yang membingungkan. Ganjalan merubah paradigma yang selama ini sudah berakar di dalam dirinya. Merubah cara pandang keyakinan yang sebelumnya ini sudah ditanamkan, dan sudah menjadi adat kebiasaan. Ganjalan untuk keluar dari kemapanan, tradisi atau kebiasaan memang selalu terjadi. Masak yang biasanya sudah begini koq diganti, koq berubah. Siapa sich yang mengajak berubah? Memangnya dia itu siapa? Apakah sudah meminta izin atau mendapat restu dari yang berwenang?

Mungkin contoh kecil sewaktu sembahyangan dan dilanjutkan doa penutup sebelum pulang. Sudah menjadi kebiasaan kita akan memohon Allah untuk mendampingi, melindungi agar sampai di rumah dengan selamat. Dalam pemahaman penulis, hal ini sepertinya salah kaprah, bener ning ora pener. Yang paling pokok, percayakah kita bahwa Tuhan selalu bersama atau beserta kita? Jika kita meyakini berarti kita harus percaya dan pasrah bahwa Dia tidak pernah meninggalkan kita. Yang menjadi ganjalan malahan apakah kita sudah membuka diri, hati kita untuk menjadi tempat bersemayam Allah. Tubuh kita menjadi Bait Allah dan Dia yang menguasai kita, kita menjadi hamba-Nya. Ternyata hal tersebut tidak mudah, karena ego kita yang lebih sering ingin menjadi raja dan Roh Kudus-Nya kita pinggirkan.

Kita lebih sering ragu apakah Dia Ada bersama kita. Dia bagaikan angin semilir yang menyentuh kita namun tidak bisa kita lihat secara kasat mata. Tubuh kita merasakan bagaimana angin tersebut memberikan sentuhan nyata. Beruntunglah kita manusia, bahwa Allah karena kerahiman-Nya yang tak terjangkau, tidak pernah marah. Apapun yang kita ucapkan dalam doa tidak pernah dikomentari oleh Tuhan. Yang berkomentar paling yang mendengarkan doa kita.

Paling tidak kita bisa merasakan kepasrahan Simon Petrus yang begitu percaya bahwa gurunya adalah Yang Kudus dari Allah. Bagaimana dengan kita? Masihkan terbersit keraguan tentang ke-Allahan-Nya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar