Selasa, 08 Desember 2009

Memahami Lukas Bab12

Bab 12- Pengajaran khusus bagi Para Murid

12:1. Sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi. 12:2 Tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. 12:3 Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah. 12:4 Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. 12:5 Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia! 12:6 Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, 12:7 bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. 12:8 Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. 12:9 Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. 12:10 Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni. 12:11 Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu kuatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. 12:12 Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan."
Ragi dalam pemahaman penulis adalah suatu zat yang menjadi pemicu atau pendorong berubahnya benda lain. Karena ragi maka singkong ubi kayu berubah menjadi tapai (peuyeum), kedelai berubah menjadi tempe, gandum berubah menjadi roti. Namun kita diminta untuk waspada dengan ragi yang disebarkan orang Farisi. Penulis tidak tahu siapakah kelompok Farisi di zaman sekarang, yang harus kita waspadai ajarannya. Namun kita disemangati dengan janji bahwa segalanya akan terlihat jelas, yang bisa diketahui melalui buah-buah yang dihasilkan.

Kita bisa membayangkan bagaimana duaribu tahun yang lalu Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya di malam hari yang gelap. Mungkin hanya cukup disinari dengan bulan dan bintang atau api unggun. Sekali waktu di dalam kamar dimana mereka menginap. Mereka duduk berkeliling dan begitu dekat dengan Sang Guru, mendengarkan apa yang diucapkan Sang Guru. Sewaktu-waktu saja mereka bertanya atau berkomentar apabila ada sesuatu yang perlu penjelasan khusus. Pada umumnya murid sangat segan dan takut kepada guru. Suasana malam yang sepi dan hening, maka Sang Guru cukup berbicara dengan pelan namun jelas. Bisikan halus Sang Guru akan masuk mengalir melalui telinga untuk dicerna dalam hati sanubari. Mungkin saja pada waktu itu banyak hal yang sulit diterima dengan akal dan untuk sementara ditelan dahulu. Yang penting adalah menerima dahulu dengan penuh percaya dan ikhlas apa yang telah disampaikan Sang Guru.

Pada saat siang hari dimana suasana berubah dan bertambah ramai, maka pewartaan yang akan disampaikan harus dengan suara lantang, kalau perlu naik ke atas atap atau bukit apabila pendengarnya begitu banyak. Pada saat pewartaan, pasti tidak semua orang dapat menerima ajaran Tuhan Yesus. Malahan dapat muncul perbedaan dan pertentangan yang menimbulkan perselisihan hebat. Hal tersebut adalah biasa saja, yang harus diterima dengan tulus dan sabar. Banyak ajaran baru yang mungkin akan bertentangan dengan kelompok Kaum Farisi. Setiap perubahan pada awalnya pasti menimbulkan gejolak, pro dan kontra. Kebiasaan yang sudah mendarah daging akan cukup sulit untuk diubah begitu saja. Mau tidak mau perlu proses dan pencerahan yang berkelanjutan.

Kita diajar untuk berani menjadi saksi Kristus dan hanya takut kepada Allah saja. Kita diajar hanya untuk menjadi corong atau pengeras suara mewartakan Kerajaan Alah. Pengeras suara akan mati apabila aliran listrik atau batterynya dicabut. Kekuatan daya listrik ini sendiri bagaikan Roh Kudus yang menguasai hati jiwa dan akal budi, agar Dialah yang berkarya. Kelihatannya begitu mudah, padahal dalam kenyataan hidup sehari-hari begitu sulit. Siapkah kita menjadi martir? Utusan Tuhan yang siap teraniaya bahkan mati menjadi tumbal? Sepertinya di zaman sekarang ini sudah mulai jarang terdengar adanya martir-martir yang siap menjadi tumbal demi membela kebenaran ajaran-Nya.

Jika burung-burung saja dipelihara Tuhan, apalagi kita manusia yang lebih berharga di hadapan Tuhan. Keyakinan sampai ke tingkat keimanan inilah yang kadang susah untuk dipertahankan, ketika menghadapi hal-hal ekstrim menyangkut keselamatan badan dan jiwa. Padahal semuanya ini janji Tuhan yang mahasetia yang pernah disampaikan kepada manusia. Kita lebih sering berkelit bahwa Tuhan akan memaklumi, karena Dia maha pengampun, sehingga kita setengah-setengah atau bahkan tidak berani menjadi pewarta. Kita malahan tetap melakukan perbuatan yang tidak disukai Tuhan. Seringkali Roh Tuhan kita usir dari singgasana yang telah kita siapkan dalam hati kita untuk sementara waktu, agar akal budi kita bisa lebih bebas memutuskan menurut selera sendiri.

Tuhan Yesus sendiri berjanji kepada siapapun yang berani mengakui Dia, akan diakui-Nya di hadapan para malaikat Allah. Demikian juga sebaliknya bagi yang menyangkal. Dan Dia sebagai Yesus begitu pemaaf kepada siapapun yang mengolok-olok-Nya. Dia tidak marah walau disebut apapun dan akan tetap mengampuni karena ketidak tahuan mereka. Inilah hebatnya Sang Anak Manusia yang tidak pernah sakit hati, walaupun sedih karena melihat kelakuan kita. Dan Dia siap mengampuni bagi siapapun yang mau kembali kepada-Nya.

Yang paling menakutkan bahkan mengerikan dan harus dihindari, adalah jangan sampai menghujat Roh Kudus karena tak terampunkan. Permasalahannya, apakah yang dimaksud dengan menghujat Roh Kudus tersebut? Mungkin para hierarki perlu turun tangan untuk menjelaskan hal ini dengan gamblang. Jangan-jangan kita pernah menghujat Roh Kudus dan tidak sadar, tidak tahu bahwa hal tersebut tidak akan diampuni. Celakalah kita!

Dalam pemahaman penulis, Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri yang selalu berkarya di dalam diri kita. Roh Kudus menginginkan masuk dan mengharapkan kesediaan kita untuk membuka pintu hati kita. Dia memaklumi akan kelemahan kita, karena itu Dia berharap dengan penuh gairah agar bisa menguasai kita, tanpa bosan-bosannya. Kadangkala kita membuka pintu hati dan mempersilahkan Roh Kudus masuk menguasai kita, namun seringkali juga Dia kita usir keluar. Paling tidak dipinggirkan untuk sementara waktu karena kita ingin bebas mengungkapkan keinginan daging kita.

Itu semua masih bisa diterima dan diampuni oleh Tuhan Yesus. Namun jika kita menghujat Roh Kudus, hal ini sama saja dengan meniadakan Roh Allah. Meniadakan Roh Allah sama saja dengan tidak percaya bahwa Allah Sang Pencipta itu ada. Buntut-buntutnya kita hanya percaya dengan kekuatan sendiri. Kita lebih dikuasai oleh akal budi atau pikiran sendiri yang merasa bisa menciptakan segala macam. Dan selanjutnya menciptakan allah-allah menurut selera kita, yang bisa mengatur banyak orang untuk tunduk. Agar semakin banyak orang tunduk dan mengakui kekuatannya, maka diciptakan perangkat-perangkat pendukung yang dapat diterima oleh nalar orang banyak tersebut. Disinilah kita berandai-andai dan menciptakan piranti, jika menghadapi suatu masalah yang mungkin saja akan terjadi. Kita sudah mencoba-coba merangkai bermacam-macam alternatif. Jika situasinya begini maka harus dengan strategi seperti ini, jika begitu dengan strategi yang itu dan seterusnya. Terciptalah Mamon atau berhala yang kuasa yang meniadakan dan menghilangkan Sang Maha Kuasa.

Mungkin yang lebih mengerikan apabila kuasa Roh Kudus kita anggap sebagai kuasa Iblis, roh kuda dan sejenisnya. Yang Mahatinggi disamakan dengan yang paling rendah, paling jahat. Bisa kita bayangkan jika seorang pemimpin negara dilecehkan dan disamakan dengan penjahat dan pembunuh. Yang bersangkutan bisa dimasukkan penjara karena berbuat yang tidak menyenangkan.

Sejarah kehidupan telah menjadi saksi bahwa apabila Allah menghendaki, murka-Nya dapat menghancurkan dan melenyapkan segala macam jenis Mamon dalam waktu sekejap. Namun mereka perlu diakui kehebatannya. Mereka akan mencari, meneliti dan menganalisa penyebab hancurnya Mamon, yang dapat diterima oleh akal manusia. Muncullah penjelasan pers yang sedemikian ilmiah mengapa Mamon tersebut hancur.

Dalam hal yang lebih rohani, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk lebih pasrah kepada karya Roh Kudus. Biarlah Roh Kudus yang berkarya, karena pada dasarnya kita bukan apa-apa dan tidak berarti tanpa Dia. Yang jelas karya Roh Kudus pasti lebih baik dan benar, pasti lebih bijaksana dalam segala hal. Buah-buah kebenaran-Nya dapat dirasakan oleh semua orang secara universal dan tak terbantahkan. Biarlah semua orang menilai apapun menurut seleranya, kita diminta untuk tetap berpegang teguh kepada kuasa Roh Kudus.
Tuhan Yesus, aku percaya bahwa Engkau Allah sejati yang mengasihi semua manusia. Engkau telah turun ke bumi menjadi Manusia Sejati, mengorbankan diri untuk menebus kami. Darah-Mu telah menyelamatkan kami.

Perumpamaan Orang Kaya yang Bodoh
12:13. Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." 12:14 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?"
12:15 Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."
Dalam pemahaman penulis sepertinya Tuhan Yesus mengajarkan bahwa ketamakan, kerakusan atau keserakahan menjadi salah satu batu sandungan dalam hidup kita. Tidak bisa kita pungkiri apabila orang tua kita termasuk kaum berada, akan terbersit dalam hati, sekecil apapun itu bahwa suatu ketika akan dapat warisan. Warisan itu harus dibagi dengan adil kepada seluruh anak-anaknya. Padahal yang disebut adil itu kadang-kadang sulit. Adil paling tidak harus memenuhi keseimbangan antara hak dan kewajiban. Seringkali malahan harta warisan duniawi ini yang menjadi pemicu awal perselisihan, pertengkaran bahkan perang saudara.

Tuhan Yesus tidak mau menjadi hakim atau pengantara dalam hal warisan duniawi ini. Begitu berbicara tentang hakim dan pengantara, pastilah ada sesuatu hal yang tidak dapat diselesaikan oleh keluarga tersebut. Mestinya keluarga tersebut bisa menyelesaikan segala macam masalah keluarga apabila dilandasi oleh kebenaran kasih, perdamaian, persatuan dalam ikatan darah. Segala macam ganjalan yang tersimpan dalam hati harus dikeluarkan dengan hati yang bening dan sabar, penuh kasih kekeluargaan agar semuanya menjadi jelas dan maklum. Jika tidak ingin pecah, maka keadilan harus ditegakkan terlebih dahulu sesuai kesepakatan dan pesan-pesan yang sebelumnya diterima. Batu sandungan yang sering muncul adalah, begitu ada yang menginginkan lebih, karena serakah. Biasanya keserakahan tersebut dibungkus dengan kata-kata indah, alasan-alasan yang sepertinya masuk akal. Dan yang masuk akal itu sendiri sudah kena bias kebiasaan, adat istiadat dan sejenisnya. Sebagai pengikut Kristus, mestinya malah berani mengalah, demi persaudaraan, perdamaian yang dilandasi kasih sejati.

Dalam pengadilan mungkin sang hakim ingin bertindak adil seadil-adilnya, namun demikian apakah adilnya dapat memuaskan hati semua pihak yang bersengketa? Apalagi dengan munculnya pengantara yang mau tidak mau akan ada keberpihakan. Dengan kepandaian dan kepintaran bicara sang pengantara, seringkali hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan hakim. Karena ketok palu sudah dijatuhkan, mau tidak mau semua pihak harus menerima. Jika tidak puas dengan keputusan tersebut, masih bisa naik banding sampai yang paling tinggi di dunia ini. Keputusan tertinggi di dunia sudah dijatuhkan dan harus dilaksanakan. Apakah betul dapat memuaskan semua pihak yang bersengketa? Jika ya, bersyukurlah! Lha kalau masih ada yang tidak puas, terus bagaimana? Jangan-jangan orang tua yang sudah almarhum menangis sedih karena telah meninggalkan warisan dan berbuahkan sengketa dan perselisihan keluarga.

Dalam benak kita yang paling awal pada umumnya akan berpikir, bahwa harta yang berkelimpahan akan membawa kita kepada kehidupan yang bahagia, damai sejahtera. Apakah betul? Hampir semua orang mendambakan harta yang berlimpah-limpah, segalanya berkecukupan. Apapun yang diinginkan dapat terpenuhi dalam waktu sesaat. Pada saat itu muncul perasaan puas, senang, bangga, yang diidentikkan dengan bahagia. Dalam kenyataannya tidak selalu betul. Seringkali kekayaan malah membawa suasana yang tidak selalu bahagia, dan berbuahkan kekawatiran. Yang jelas, kekayaan tidak bisa memperpanjang usia, umur tidak bisa dibeli dengan kelimpahan harta. Kekayaan tidak menjamin bebas dari kemurungan dan kesedihan. Seringkali malahan bisa membuahkan kekawatiran yang menjadikan beban. Kemudian mencari solusi bagaimana agar kekawatiran tersebut bisa dihilangkan. Secara ekstrim, siapkah hati kita apabila kekayaan berlimpah yang kita kumpulkan selama ini, hilang lenyap begitu saja?

Pengkotbah mengatakan bahwa pada akhirnya semua sia-sia. Yang paling dibutuhkan hanyalah takut akan Allah dan melaksanakan firman-Nya.

12:16 Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. 12:17 Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. 12:18 Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. 12:19 Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! 12:20 Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? 12:21 Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah."
Dalam hal ini sepertinya kita diajar bahwa Tuhanlah yang empunya hidup kita. Kapanpun Tuhan menghendaki memanggil kita, pasti terjadi. Caranya sekehendak Tuhan karena Dialah yang maha kuasa. Dan disini terungkap bahwa sebenarnya siapapun diperbolehkan kaya selama masih dalam koridor ajaran Tuhan. Kekayaan yang diperoleh dengan baik dan benar, tanpa merugikan atau menyengsarakan orang lain. Kekayaan tersebut bukan hanya untuk diri sendiri ataupun keluarga, namun juga dapat untuk membantu orang miskin dan menderita. Kita harus dapat mensyukuri berkat Tuhan dengan benar. Kita kaya karena berkat Tuhan dan kekayaan tersebut bukan milik kita sendiri, yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh yang empu-Nya.

Dalam benak penulis seringkali muncul pikiran hati, jangan-jangan semakin aku kaya maka akan semakin bertambah orang miskin. Sebagian kecil orang semakin kaya maka akan menumbuhkan sebagian besar masyarakat semakin menderita. Jangan-jangan kekayaan dunia ini hanya dikuasai oleh sebagian kecil orang saja dan dampaknya begitu hebat, semakin banyak masyarakat yang menderita dan teraniaya.

Penulis merasa yakin bahwa dunia dengan segala isinya ini diciptakan Tuhan lebih dari cukup untuk kita semua. Tetap akan cukup untuk menghidupi manusia walaupun terus bertambah dan bertambah. Ketamakan menjadi biang keladi ketidak adilan, yang mengajar manusia untuk selalu merasa tidak cukup. Buah-buah keserakahan adalah menghalalkan segala macam cara untuk mencapai keinginan berlebih tersebut. Begitu keinginannya tercapai maka akan merasa puas. Dalam kenyataannya, kepuasan itu sendiri hanya berlaku sesaat seperti orang yang terlena sejenak. Begitu sadar dari terlena, muncul keinginan atau harapan baru yang lebih besar lagi.

Dari sisi makanan untuk kebutuhan sehari-hari, sepertinya ada sejenis“pencucian otak” yang membawa kita untuk membeda-bedakan mana yang disebut makanan pokok dan mana makanan tambahan atau selingan. Mungkin kita tahu di zaman dulu bahwa tiap-tiap daerah mempunyai makanan pokoknya masing-masing. Bahan makanan pokok tersebut antara lain jagung, sagu, singkong ubi kayu, padi atau gandum. Mungkin masih ada bahan makanan pokok yang lain dari jenis umbi-umbian atau buah-buahan, bahkan dari binatang darat atau laut dan sungai. Muncul ungkapan, kalau belum makan makanan pokok berarti belum makan. Seiring dengan perjalanan waktu, sadar atau tidak bangsa kita seperti digiring untuk memahami bahwa makanan pokok kita adalah beras. Negara lain mungkin yang menjadi makanan pokok adalah gandum. Ketergantungan kepada satu jenis makanan pokok bisa menjadi batu sandungan dalam kehidupan.

Untuk generasi sekarang mungkin banyak yang tidak merasakan makanan pokok yang terbuat dari jagung, sagu, singkong ataupun umbi-umbian lain. Jangan-jangan mereka menganggap makanan tersebut hanya makanan selingan, tidak seperti nasi yang sudah menjadi makanan pokok. Apabila suatu saat mengalami kesulitan dalam masalah pengadaan beras, jangan-jangan akan bingung dan gelisah, pusing tujuh keliling. Mereka tidak siap untuk menerimanya, protes dengan segala macam cara. Tidak siap dan tidak mau menerima makanan alternatif lain kecuali roti yang lebih keren.

Sadar tidak sadar, kita sudah terbiasa dan tergantung dengan segala macam fasilitas yang selama ini tersedia. Jangan-jangan pada suatu ketika nanti kita akan gelisah dan kebingungan menghadapi keadaan tidak keruan karena ketergantungan tersebut. Beras sulit didapat, sumber minyak mulai mengering, pasokan listrik dan gas tersendat, sentral telepon mengalami kerusakan, alat transportasi tidak jalan dan sebagainya. Penulis tidak dapat membayangkan apabila kita seolah-olah kembali ke zaman dulu, anggap saja di abad pertengahan. Jika semua kekayaan alam ini dirombak total oleh Yang Empu-Nya, bagaimana dengan segala macam ciptaan manusia ini dapat berfungsi?

Mungkin hanya orang-orang kecil sederhana di pelosok dusun yang bisa menerima keadaan, karena sudah terbiasa dengan apa adanya. Mereka tidak bingung dengan tidak adanya beras, listrik, bahan bakar minyak ataupun gas, telepon dan HP. Mereka tidak tergantung kepada alat tranportasi. Mereka bisa makan untuk hidup saja sudah bersyukur. Berjalan kaki sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari.
Hal Kekuatiran

12:22. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. 12:23 Sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian. 12:24 Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu! 12:25 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya? 12:26 Jadi, jikalau kamu tidak sanggup membuat barang yang paling kecil, mengapa kamu kuatir akan hal-hal lain? 12:27 Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. 12:28 Jadi, jika rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya! 12:29 Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. 12:30 Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. 12:31 Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu. 12:32 Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu. 12:33 Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. 12:34 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."
Ajaran jangan kuatir tentang makanan dan pakaian. Hidup dan tubuh lebih penting. Jangan kuatir akan hal-hal lain jika yang kecil dan sepele saja tidak bisa. Percaya saja kepada Tuhan dan jangan cemas. Yang terpenting adalah mencari Kerajaan-Nya terlebih dahulu, harta sorgawi kekal yang tidak akan lenyap.

Secara jujur penulis harus mengakui bahwa masih termasuk salah satu orang yang belum mengenal Allah secara benar. Mengapa? Karena nyatanya masih mempunyai rasa kawatir tentang makan dan minum serta pakaian. Kawatir dan kawatir yang membuahkan jangan-jangan. Masih kalah oleh semua binatang bebas yang selalu bekerja mencari makan dan minum dengan segala macam caranya. Makanan hanya sekedar untuk hidup, yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak akan dimakan. Demikian juga dengan segala tumbuhan bebas yang tumbuh untuk hidup. Dia percaya diri dengan kemolekannya masing-masing dan tidak pernah iri dengan kecantikan dari yang lainnya.

Kita masih bisa beralasan karena semuanya itu berbeda dengan manusia yang mempunyai jiwa, hati dan akal budi. Binatang dan tumbuhan kan tidak memilikinya sesempurna manusia. Semua yang diciptakan kan demi kehidupan manusia itu sendiri. Dan ya disinilah kelebihan Tuhan menciptakan manusia, yang sering disebut seperti citra-Nya. Kita bisa membedakan bahwa kita bukan binatang, namun tanpa disadari sering berbuat seperti binatang.

Hidup dikatakan lebih penting dari makan dan minum. Mungkin kita perlu kembali ke ajaran yang sebelumnya, biarlah orang mati menguburkan orang mati. Dalam pemahaman penulis, hidup disini lebih ditekankan kepada hidup rohani yang lebih penting, namun tidak mengabaikan hidup jasmani. Tuhan maha memaklumi akan kebutuhan kita untuk hidup yang sewajarnya. Hidup rohani dan jasmani yang berbeda dengan hidupnya binatang dan tumbuhan.

Pakaian dalam bahasa Jawa sering disebut sebagai “ageman.” Agama sering dikaitkan dengan ageman tersebut. Dikatakan bahwa tubuh lebih penting dari pada pakaian atau ageman. Tubuh yang bisa menjadi Bait Allah, yang dapat memancarkan cahaya ilahi melalui perbuatan nyata. Mungkin bisa kita katakan, sebagai manusia yang makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya, kemudian Tuhan beserta kita. Jika Tuhan beserta kita maka yang terungkap dan terpancar adalah perbuatan nyata.

Hidup rohani yang hanya mengutamakan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, berarti menghormati hak setiap orang untuk hidup. Menghargai kehidupan, semestinya membuahkan kesetaraan untuk hidup dan saling berbagi, agar semuanya dapat hidup. Kesadaran untuk hidup bersama yang setara berbuah kebenaran, keadilan dan kebaikan yang universal. Betapa indahnya hidup ini apabila semua orang bisa saling mengasihi, saling memahami, pasti tidak ada perselisihan. Kekayaan alam raya yang dimiliki Tuhan ini akan dilimpahkan kepada kita dan pasti mencukupi. Jika Sang Kasih itu berkuasa dalam hati setiap orang, pastilah kita akan bisa mensyukuri keindahan seluruh isi alam raya untuk kita nikmati. Dengan kesadaran seperti itu, maka kita merasa berkewajiban untuk memeliharanya.

Allah Bapa telah berkenan memberikan Kerajaan-Nya dengan datangnya Tuhan Yesus, menunjukkan betapa belas kasih-Nya kepada manusia ini begitu berlimpah. Dia selalu mengingatkan agar kita kembali ke jalan yang benar, sesuai ajaran-Nya. Menjadi manusia yang hidup, yang dapat menghormati kehidupan itu sendiri. Semuanya dan segalanya berhak untuk hidup dan saling menghidupi.

Namun sayang, masih ada banyak pencuri yang selalu ingin mengambil yang bukan haknya. Karena tidak bisa mendekati harta surgawi yang rohani, si pencuri selalu meninggalkan kotoran-kotoran yang seharusnya selalu dibersihkan agar tidak ada bekasnya. Kotoran tersebut menjadi sumber penyakit menular yang tidak disukai Tuhan. Virus penyakit yang ditularkan tersebut antara lain keserakahan, kesombongan, kemarahan, kedengkian, iri hati, dendam, ketidak-puasan. Mungkin masih banyak yang lainnya lagi.

“Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Kelekatan dengan harta mau tidak mau, sadar tidak sadar seringkali menjadi batu sandungan. Kekawatiran meninggalkan harta benda di tempat jauh, jangan-jangan nanti dicuri, kan bisa rugi. Jangan-jangan semakin kaya harta duniawi malahan tingkat kekawatiran semakin tinggi. Kalau ditinggal lama-lama, lha nanti yang menunggu siapa? Bagaimana kalau hilang? Jika betul-betul hilang dan tidak bisa kembali, maka perlu kita renungkan dalam-dalam.

Dengan kehilangan tersebut apakah aku tidak bisa hidup? Jika tidak bisa hidup apakah mau mati? Jika masih bisa hidup atau tidak mau mati, baru kita berandai-andai. Dimana untung ruginya jika dihadapkan kepada dua pilihan, harta yang hilang dicuri ataukah harta yang habis disedekahkan. Dan nyatanya tidak mudah untuk merenung kesitu, karena yang kita inginkan adalah pilihan ketiga; tidak hilang malahan bertambah.

Berbahagialah orang yang berlimpah harta rohaninya, karena selalu terbawa kemana saja. Kelekatan kepada duniawi sudah bisa mereka lepaskan, sehingga tidak perlu untuk merasa kawatir akan sesuatu. Kita bisa bergurau dengan diri sendiri, anggaplah sedang berdoa Bapa Kami di gereja namun teringat apakah rumah tadi sudah dikunci atau belum. Atau kompor minyak tadi sudah dimatikan atau belum. Bahasa gerak tubuh melalui mulut berkomat-kamit menyiratkan doa namun dalam hati akal budi sedang melayang ke tempat lain. Hati kita masih tertinggal di rumah, walaupun tubuh ini sepertinya sedang menghadap Tuhan.

Hal Kewaspadaan
12:35 "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. 12:36 Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya. 12:37 Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. 12:38 Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka. 12:39 Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. 12:40 Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan."
Pinggang yang terikat tali mengungkapkan orang yang sudah siap berkarya. Pelitapun tidak boleh padam seperti pelita atau lampu kecil dekat tabernakel di gereja yang tidak pernah padam, karena Tuhan bersemayam dalamnya.

Dalam pemahaman penulis, kita diharapkan untuk terus menerus berkarya dengan cahaya yang tidak pernah padam. Dimanapun dan kapanpun tanpa pernah bosan untuk selalu berkarya mewartakan kabar keselamatan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kemampuan tersebut dapat diungkapkan melalui perbuatan nyata sehari-hari seperti yang diperintahkan Sang Tuan. Kita tidak pernah tahu saat persisnya kapan Anak Manusia datang menjemput kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita merasa letih, capai serta bosan, apalagi jika menghadapi persoalan yang sepertinya tidak pernah habis. Namun kalau kita renungkan kembali, yang namanya orang hidup maka akan selalu terisi berbagai macam persoalan duniawi ini. Mungkin kita akan berhenti berpikir apabila sedang istirahat tidur, walaupun masih mungkin pikiran tersebut akan terbawa dalam mimpi. Kita bisa terlena dan kurang waspada sewaktu rasa bosan dan capai menghinggapi diri. Betapa nikmatnya keindahan duniawi kita rasakan sewaktu kita mencoba keluar dari dekapan Tuhan. Daya tarik duniawi yang begitu kuat, nyatanya dapat mengendorkan ikatan tali pinggang yang selama ini kita pakai. Jika tidak waspada dan kebablasan, jangan-jangan tali ikat pinggang malah kita lepas bahkan kita buang.

Muncullah istilah perlunya penyegaran kembali, minyak perlu diisi lagi agar tidak sampai padam. Penyegaran yang paling penting adalah rohani walau tidak mengabaikan yang jasmani. Mungkin inilah proses untuk tumbuh berkembang yang pada saatnya menghasilkan buah-buah segar dan manis. Hal inipun bukan berarti berhenti dari berkarya. Yang selama ini kita anggap sebagai karya keluar, namun pada saat penyegaran kembali kita berkarya ke dalam. Segala macam piranti yang ada di dalam ini, jiwa, hati, pikiran akal budi yang tidak kasat mata perlu disegarkan. Demikian juga kekuatan jasmani yang semakin menua perlu dicharge dengan berbagai macam cara. Biarlah Tuhan Sang Anak Manusia berbahagia melihat bahwa hamba-hamba-Nya selalu setia berjaga menantikan kedatangan-Nya.
Yesus membawa Pertentangan
12:41. Kata Petrus: "Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?" 12:42 Jawab Tuhan: "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? 12:43 Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. 12:44 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. 12:45 Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, 12:46 maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang tidak setia. 12:47 Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. 12:48 Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut."
Dalam pemahaman penulis, untuk sesaat sepertinya ajaran tersebut ditujukan kepada Petrus yang tersirat bahwa akan menjadi pengawas atau pemimpin gereja-Nya. Namun untuk selanjutnya ajaran-Nya berlaku untuk semua murid bahkan untuk kita semua.

Hamba yang jahat dan tidak setia akan dibunuh, yang tahu kehendaknya namun tidak setia akan dipukul banyak, yang tidak tahu kehendaknya akan dipukul sedikit. Yang banyak diberi akan dituntut banyak, yang dipercayakan akan semakin banyak dituntut.

Dibunuh berarti mati dan senasib dengan mereka yang tidak setia yaitu hukuman mati. Mati yang menyiratkan bahwa tidak akan hidup lagi. Hal ini sama dengan hukuman kekal yang tidak terampuni dan tempatnya kita kenal dengan sebutan neraka. Anggap saja suatu keadaan atau suasana tersiksa yang tidak akan ada habisnya. Jiwanya merasakan suatu siksaan yang tidak terperikan sedemikian rupa. Kepingin istirahat dari siksaan tersebut namun sudah tidak bisa bersantai lagi. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksa kekal. Yang jelas pasti mengerikan!

Bagi yang tahu kehendak-Nya, tahu ajaran-Nya namun tidak siap melakukannya dalam perbuatan nyata tidak dibunuh, hanya menerima banyak pukulan. Ekstrimnya dipukuli sampai setengah mati namun tidak sampai mati. Beruntunglah bagi yang tidak tahu kehendak-Nya karena akan menerima pukulan sedikit. Dalam pemahaman penulis, inilah yang disebut tempat api pencucian. Betapa kasih dan maha memakluminya Tuhan kepada manusia! Kita akan dipukuli sesuai dengan amal perbuatan kita, bagaikan emas tidak murni yang akan dibakar sampai bersih dari segala macam kotoran. Kita bayangkan saja bahwa waktunya bisa pendek dan bisa panjang bertahun-tahun, tergantung tingkat kotoran yang menempel dalam diri kita. Yang namanya dipukul pasti rasanya sakit sekali dan kita tidak bisa mengelak atau meminta berhenti sebentar saja. dari pukulan. Menakutkan juga kalau kita bayangkan.

Bagi orang-orang pilihan-Nya, yang pasti orang-orang yang setia, jangan kaget bahwa tuntutan yang adil dari Tuhan juga ada. Semakin banyak menerima karunia dari Dia maka akan dituntut semakin banyak seberapa panenannya. Apalagi yang mendapat kepercayaan khusus dari-Nya, maka tuntutan Tuhan juga semakin banyak lagi. Jika berhasil lulus maka jelas bahwa upahnya akan setimpal dan adil. Telah disediakan papan minulya kang tanpa siksa alias surga.

Sepertinya tingkat kesetiaan kepada Tuhan menjadi kunci untuk memperoleh upah atau hukuman. Kesetiaan yang didasari kasih ini agaknya perlu dibuktikan secara jelas melalui perbuatan nyata yang dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Demikian juga dengan tingkat ketidaktahuan akan mempengaruhi tingkat hukuman.


12:49 "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! 12:50 Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! 12:51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan. 12:52 Karena mulai dari sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. 12:53 Mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."
Tuhan Yesus telah melemparkan api dan diharapkan telah menyala! Penulis merasa bingung untuk memahaminya. Api yang menyala dapat diibaratkan seperti pelita yang menyala, namun ukurannya besar sekali. Namun tidak jarang api sebagai simbul jiwa yang bergelora, kemurkaan atau kemarahan.

Memahami dari yang positif saja, api yang telah dilemparkan Anak Manusia adalah api kasih yang bernyala-nyala. Setiap orang diharapkan membuka diri dan mengambil api tersebut agar menyala di dalam hatinya. Api yang bisa membakar dan menghanguskan sesuatu yang lapuk. Namun bisa juga menghasilkan emas murni, batu mulia yang sangat bernilai. Api adalah sumber Terang, sekecil apapun api itu apabila berada di kegelapan akan terlihat nyalanya. Kita pernah mendengar cerita Roh Kudus dalam bentuk lidah-lidah api di atas kepala para murid pada peristiwa Pentakosta.

Kita bisa membayangkan kunang-kunang, binatang kecil yang terbang bernyala di malam hari. Dalam keadaan gelap gulita di malam hari, kita akan bisa merasakan keindahan cahaya kunang-kunang yang berterbangan. Selanjutnya mari kita bayangkan apabila kunang-kunang tersebut jumlahnya ribuan bahkan jutaan. Betapa daerah tersebut akan bercahaya dan kita bisa melihat kumpulan cahaya kecil itu nyatanya bisa menerangi sekitarnya yang tadinya gelap. Inilah fenomena alam yang dikaruniakan Tuhan kepada kita untuk kita syukuri.

Akhirnya kita bisa membayangkan juga, apabila Api Tuhan Yesus yang telah dilemparkan kepada kita ini menyala dalam diri kita. Jika ribuan dan bahkan jutaan orang menyala bersama dengan lidah api-Nya, bersatu, berkumpul, berjemaah bersama dan berkarya, betapa hebat dan indahnya.

Sepertinya Tuhan Yesus mengisyaratkan bahwa betapa selama kurang lebih tigapuluh tahun Dia mendambakan baptisan. Baptisan sebagai simbul pertobatan dan pembaharuan diri. Disini menyiratkan bahwa Anak Manusia yang tidak berdosa mau melakukan baptisan dengan penuh gairah, yang menjadi tradisi pada waktu itu. Mestinya kita bisa bersukacita menerima panggilan-Nya untuk dibaptis, diubah menjadi anak-anak Allah dan disatukan dalam Gereja-Nya. Sebagai anak-anak Allah, maka tugas pelayanan sudah menunggu di hadapan kita.

Setiap keluarga, kelompok, organisasi atau kumpulan apapun, umumnya mempunyai tujuan, ketentuan atau aturan, entah tertulis atau tidak. Di dalamnya diatur kewajiban dan hak bagi seluruh warganya, tidak terkecuali. Pimpinan atau kepala sudah semestinya menjadi contoh dan panutan dalam segala hal, maka dia terpilih jadi ketua.. Apabila tidak setuju dengan aturan yang sudah ada, ya silahkan keluar dari kelompok tersebut. Mungkin saja pada suatu ketika aturan tersebut semakin disempurnakan, yang kurang digenapi, yang berlebih dikurangi.

Masuk menjadi anggota tubuh Gereja dimana Anak Manusia sebagai Kepalanya, mau tidak mau ya harus tunduk kepada aturan yang ada. Sumber aturan tersebut adalah firman Tuhan sendiri yaitu hukum kasih. Kunci diberikan kepada Petrus sebagai penerusnya, yang bertindak sebagai pewaris tradisi yang dilakukan Kristus. Kuasa mengajar diteruskan oleh para penggantinya sampai sekarang dan seterusnya. Sudah selayaknya komitmen itu dipegang teguh dengan setia dan tidak harus ditawar-tawar lagi.

Disinilah mulai timbul pertentangan bahkan perselisihan yang hakiki, antara anak-anak Allah dengan anak-anak dunia. Bahkan dalam keluarga besar anak-anak Allahpun terjadi perbedaan pendapat, penalaran, penafsiran dan sejenisnya. Semuanya merasa benar menurut pendapatnya masing-masing. Batu sandungan akan menghadang apabila sudah merasa paling benar, sehingga kekeliruan sebesar apapun tidak akan kelihatan. Apalagi yang kecil dan lembut, pasti akan diabaikan. Yang tercetak di mata adalah kekeliruan pihak lain, apalagi mempergunakan kaca pembesar. Perbedaan bahkan pertentangan lama kelamaan membesar dan buahnya perpecahan dan perpisahan.

Kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, satu keluarga bisa terjadi saling berbeda dan bertentangan yang pada akhirnya perpecahan dalam keluarga. Tinggal mau memilih yang mana yang diprioritaskan. Mestinya Allah yang nomor satu namun yang lainnya jangan diabaikan.
Menilai Zaman
12:54. Yesus berkata pula kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. 12:55 Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. 12:56 Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? 12:57 Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar? 12:58 Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara. 12:59 Aku berkata kepadamu: Engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas."
Sepertinya kita diajar untuk bisa membaca tanda-tanda zaman, bukan hanya meramalkan cuaca dan keadaan alam yang duniawi. Kita diajar untuk mengetahui kebenaran yang hakiki. Secara universal, kita tahu apa yang disebut benar dan salah apabila untuk hal-hal yang pasti. Satu ditambah satu sama dengan dua adalah jawaban benar, selain itu salah.

Dalam pemahaman penulis, orang Yahudi yang penuh dengan para ahli pada waktu itu sepertinya dianggap bodoh dan buta. Mestinya mereka sudah bisa membaca tanda-tanda zaman, apabila disesuaikan dengan nubuat para nabi. Sang Kebenaran sudah dinubuatkan dan sudah terjadi dan hadir di tengah-tengah mereka. Mereka tidak percaya, ragu-ragu, sepertinya tidak mungkin bahwa yang ditunggu sudah datang dan hanya seperti ini. Mungkin harapannya terlalu tinggi dan hebat, begitu istimewa, berbeda dengan yang lain pada umumnya. Mesias itu harus wah! Jika menunggu dan menunggu lagi, maka akan ketinggalan kereta, alias sudah terlambat.

Dalam kenyataan hidup yang penuh dinamika ini, nyatanya kebenaran itu sendiri masih bisa diklasifikasikan, didegradasikan sesuai selera masing-masing. Kita bisa mengatakan bahwa satu ditambah satu adalah satu setengah untuk hari ini, sisanya yang setengah untuk besok lusa. Seringkali kita membikin garis dengan tanda-tanda tingkat kebenaran. Ada kebenaran seribu, kebenaran seratus, kebenaran sepuluh, kebenaran nol. Dibawah titik nol tersebut kita sebut kebenaran yang negatif atau kesalahan. Titik nol tersebut bisa kita geser sesuai selera, tergantung situasi dan kondisi. Jangan-jangan kebenaran itu sendiri lama kelamaan menjadi abu-abu. Muncullah istilah mencari benarnya sendiri-sendiri, yang pasti dengan segala alasannya. Dampaknya yang paling hebat adalah saling menyalahkan orang lain.

Anak Manusia mengajarkan kepada kita untuk berdamai yang berarti bisa saling memaklumi. Kita umpamakan orang yang berhutang tetapi tidak membayar hutangnya. Kita mestinya bersepakat bahwa yang namanya berhutang harus dibayar; tidak membayar hutang adalah tidak benar. Titik. Kita belajar mengakui ini dahulu bahwa tidak membayar hutang itu salah. Berani mengakui kesalahan diri nyatanya memang tidak mudah, mungkin perlu proses yang cukup panjang. Setelah berani mengakui kesalahan, barulah berdialog untuk berdamai. Mengapa sampai hutangnya belum lunas dibayar semua, perlu diterangkan sejelas-jelasnya sampai tuntas. Ke-terang-an inilah yang diperlukan sipemberi hutang agar bisa memaklumi. Dicarilah solusi, jalan keluar yang bisa diterima kedua belah pihak dan tidak perlu sampai ke pengadilan. Lha kalau sampai masuk penjara, siapakah yang akan melunasi hutang? Mungkinkah di penjara berkarya yang menghasilkan dan dapat melunasi hutang? Tetap saja saudara dan teman-temannya yang di luar penjara akan berusaha menyelesaikan hutang tersebut.

Jika kita berani jujur kepada diri sendiri, segala salah dan dosa yang kita kumpulkan setiap waktu jangan-jangan begitu besarnya. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Salahnya orang lain kepada kita, kalau dihitung-hitung nyatanya begitu kecil dibanding jumlah salah kita. Beranikah kita saling berdamai dengan saudara kita? Untuk itu kita diajar untuk bisa berdamai dengan Tuhan sendiri yang maha memaklumi, kita diajar untuk berani mengakui kesalahan tanpa tedeng aling-aling. Kita diajar untuk berubah agar bisa melunasi segala hutang, segala salah yang telah kita perbuat sampai batas waktunya.

Apabila waktunya habis terus kita dipanggil oleh Sang Hakim dan nyatanya masih ada beberapa hutang yang belum lunas, ya bersiap-siaplah untuk dimasukkan penjara. Mungkin inilah api pencucian dimana kita menanti kebebasan dari penjara. Apa yang bisa kita perbuat dalam penjara? Mungkin kita hanya bisa menunggu para saudara yang mendoakan, melakukan silih atas hutang-hutang kita sampai lunas terbayar. Beruntunglah Manusia yang hidup ini masih diberi karunia boleh mendoakan yang sudah meninggal. Mungkin doa tersebut tidak manjur apabila yang didoakan sudah masuk neraka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar