Selasa, 01 Desember 2009

Memahami Markus Bab4

Bab 4 - Perumpamaan, Angin ribut diredakan

Perumpamaan seorang Penabur
4:1. Pada suatu kali Yesus mulai pula mengajar di tepi danau. Maka datanglah orang banyak yang sangat besar jumlahnya mengerumuni Dia, sehingga Ia naik ke sebuah perahu yang sedang berlabuh lalu duduk di situ, sedangkan semua orang banyak itu di darat, di tepi danau itu. 4:2 Dan Ia mengajarkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Dalam ajaran-Nya itu Ia berkata kepada mereka: 4:3 "Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. 4:4 Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. 4:5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. 4:6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. 4:7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. 4:8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat." 4:9 Dan kata-Nya: "Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"
Dalam perumpamaan tersebut di atas, ada satu hal yang cukup sulit untuk dipahami. Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar. Hal ini bukan berarti mendengar dari telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Dalam penangkapan penulis, pengajaran yang didengar tersebut harus diresapi, direnungkan dan dihayati. Perumpamaan tersebut bisa dianggap gampang-gampang sulit karena bisa multi tafsir, tergantung yang mendengarkannya.

Jika dalam perumpaan tersebut kita yang menjadi benih, kira-kira kita termasuk benih yang jatuh dimana. Namun kalau kita yang menjadi tempat atau wadah dari benih tersebut, kira-kira kita termasuk tempat yang seperti apa. Pinggir jalan, tanah berbatu, bersemak duri atau tanah yang baik. Hanya kita masing-masing yang tahu, dan harus berbuat apa, agar benih tersebut bisa menghasilkan buah.

Kitapun masih bisa bertanya, mengapa penabur tersebut menaburkan benih sampai tercecer dimana-mana. Apakah hal tersebut untuk menguji sampai dimana kekuatan benih tersebut apabila jatuh di sembarang tempat. Apakah masih mungkin direkayasa bagaimana caranya agar pinggir jalan, tanah berbatu maupun bersemak duri menjadi tanah subur.

Yang dirasa tidak mungkin segalanya bisa menjadi mungkin apabila Tuhan menghendaki. Namun secara umum, bukan untuk berdebat, ya begitulah keadaan tanah pinggir jalan, tanah berbatu, tanah bersemak duri maupun tanah yang baik. Mungkin secara khusus, yang memerlukan waktu, tenaga dan rekayasa tambahan, masih ada kemungkinan bahwa semuanya bisa diolah menjadi tanah yang baik.

Yang jelas, seorang penabur pasti mengharapkan semua benih yang disebarnya bisa berbuah. Mau berbuah sedikit atau banyak, yang lebih penting adalah berbuah. Yang namanya ditabur, bisa saja terjadi bahwa benihnya ada yang jatuh dimana-mana, dengan kemungkinan ada yang tidak tumbuh karena berbagai sebab.

4:10 Ketika Ia sendirian, pengikut-pengikut-Nya dan kedua belas murid itu menanyakan Dia tentang perumpamaan itu. 4:11 Jawab-Nya: "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, 4:12 supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun."
Sepertinya jawaban Tuhan Yesus begitu keras bagi orang luar yang tidak mau bersekutu dengan Dia. Orang luar yang tidak mau mengikuti ajaran-Nya, yang merasa sudah puas dengan pendiriannya selama ini, merasa sudah menjadi orang baik dan benar. Mereka bisa dianggap sebagai orang yang sudah mempersiapkan benteng pertahanan diri, tinggal dalam lingkaran aman. Mungkin seperti katak dalam tempurung, yang tidak mau peduli dengan keadaan dan situasi di sekitarnya.

Akibatnya, sekalipun melihat tetap tidak ada tanggapan, sekalipun mendengar tetap tidak mengerti. Bagaikan orang buta dan tuli, dimana mata dan telinganya betul-betul tidak berfungsi dengan baik. Masih mendingan orang yang buta dan tuli beneran, karena mereka malah bisa meningkatkan dan menajamkan indera yang lain melebih manusia normal pada umumnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita pernah mengalami perasaan iri dan sewot kepada seseorang yang seharusnya kita hormati. Perasaan iri karena tidak bisa seperti dia namun tidak mau mengakui, karena sudah ditutupi oleh gengsi. Dalam setiap pembicaraan, inginnya hati ini adalah mendebat atau berkomentar negatif. Sering dalam hati sadar bahwa perkataannya benar, namun kalau tidak mendebat rasanya kurang puas. Jika bisa, inginnya menjatuhkannya di depan orang banyak. Jika kita merenung sendiri, mungkin kita akan tersenyum atau malahan menyesal telah berbuat yang tidak sepantasnya. Jangan-jangan di pandangan orang lain yang mendengarkan komentar kita yang ingin menang sendiri, malah kelihatan betapa bodohnya kita.

4:13 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Tidakkah kamu mengerti perumpamaan ini? Kalau demikian bagaimana kamu dapat memahami semua perumpamaan yang lain? 4:14 Penabur itu menaburkan firman. 4:15 Orang-orang yang di pinggir jalan, tempat firman itu ditaburkan, ialah mereka yang mendengar firman, lalu datanglah Iblis dan mengambil firman yang baru ditaburkan di dalam mereka. 4:16 Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, 4:17 tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. 4:18 Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, 4:19 lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. 4:20 Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat."
Penjelasan Tuhan Yesus kepada para murid dan rasul tentang perumpamaan di atas rasanya sudah cukup kita pahami. Kita bisa menangkap siapa itu Penabur, apa itu benih dan siapa kita ini dalam perumpamaan tersebut. Beruntunglah bahwa perumpamaan tersebut bukan untuk kita, namun lebih ditujukan kepada bangsa Yahudi pada waktu itu.

Apabila kita terapkan pada kehidupan sekarang, kita bisa menilai diri kita masing-masing, apakah termasuk tanah pinggir jalan, tanah berbatu, tanah bersemak duri atau tanah yang baik. Kembali lagi, masih ada waktu untuk berubah sebelum kita dipanggil untuk menghadap-Nya. Memang diperlukan usaha ekstra, bagaimana tanah di pinggir jalan menjadi taman, dipagar kemudian tanahnya diolah. Batu-batu dikumpulkan dan dipisahkan dari tanah yang ada, agar tanah yang tersedia bisa diolah. Demikian juga semak berduri dibabat sampai ke akar-akarnya dan seterusnya diolah sedemikian rupa.

Sekarang, siapakah yang harus mengolah tanah tersebut? Apa yang tidak mungkin, segalanya menjadi mungkin apabila Tuhan menghendaki. Kita mengharap kepada Sang Penabur agar mau mengirimkan para pekerja-Nya. Kalau bisa, biarlah semua benih tetap bisa tumbuh dan berbuah.

Perumpamaan tentang Pelita dan Ukuran
4:21. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. 4:22 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. 4:23 Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!"
Kita mungkin bisa membayangkan pada waktu itu, ketika masih belum ada listrik. Pelita menjadi alat penerang di waktu malam. Agar terang cahayanya bisa memancar menerangi segala arah, maka pelita tersebut diletakkan di atas kaki dian. Biasanya berkaki tiga agar tidak mudah terguling. Pelita tersebut ditopang oleh tiga kaki dian! Yang tadinya gelap tidak kelihatan, karena cahaya pelita maka menjadi kelihatan. Yang tadinya remang-remang menjadi lebih jelas dan nyata.

Semua rahasia pada waktunya akan tersingkap! Siapa mempunyai telinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar. Pastilah perumpamaan pelita ini ada banyak hal yang harus dicari dan direnungkan, diresapi dan dihayati. Banyak rahasia di dalam Injil yang belum kita ketahui dengan benar, apalagi bagi penulis yang begitu awam dengan sejarah Kitab Suci. Mungkin jawaban yang paling gampang adalah setelah kita mati, maka segala rahasia yang selama ini mengganggu pikiran akan dibukakan oleh Tuhan sendiri.

Dari sisi lain yang lebih rohani, mungkin kita bisa mengatakan bahwa ajaran-Nya memang tidak kasat mata. Firman-Nya bekerja secara tersembunyi, menyelusup ke dalam hati secara pelan-pelan. Hati jiwa dan akal budi ini perlu membuka diri kepada Firman-Nya, agar Dia bisa secara bebas menyelusup dan bekerja. Firman kita terima melalui panca indra yang harus dicerna dan direnungkan. Mungkin tanpa kita sadari, terjadi perubahan dalam hidup kita dan mengakui, bahwa ajaran-Nya benar belaka, yang semestinya kita ungkapkan melalui perbuatan nyata.

Jika kita benar-benar mengakui kebenaran firman Tuhan, seharusnya kita berubah dan melaksanakan ajaran tersebut. Apa yang akan kita peroleh? Menurut pendapat penulis adalah kita akan mendapatkan rahasia kebahagiaan sejati, sukacita, kelegaan, berani mensyukuri apapun yang kita terima. Memang tidak mudah. Apabila kegembiraan itu kita rasakan, seharusnya kita bisa menjadi penerus mewartakan kabar sukacita tersebut kepada orang lain yang membutuhkan.

Dalam benak penulis, kita ini sebenarnya bukan apa-apa. Terang yang kita miliki begitu kecil dan tetap di lantai. Agar terang pelita tersebut bisa dirasakan oleh orang lain, kita membutuhkan penopang kaki dian. Sering didalam doa, kita mohon bantuan kepada Tuhan, kepada Bunda Maria dan kepada orang kudus yang lain. Kekuatan kita tidak ada artinya apabila tidak ditopang oleh yang kudus.

Bagi banyak orang pada waktu itu, Sang Anak Manusia sendiri masih begitu misteri. Siapakah sebenarnya Dia yang mempunyai daya kuasa yang begitu hebat. Belum pernah ada seorangpun nabi yang kuasanya seperti itu. Dan mereka tetap belum mengenal dan mengerti, bahwa Dia Sang Rahasia yang belum terungkapkan pada saat itu.

Keluar dari topik di atas, penulis malah terhanyut ke dalam kata-kata rahasia yang akan tersingkap. Mungkin hal ini terlalu duniawi dan mencari-cari, namun hal tersebut tidak bisa dilepaskan begitu saja. Penulis percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah sendiri yang maha tinggi. Karena percaya tersebut, penulis ingin lebih mengenal, mengerti lebih dekat dengan orang-orang, situasi dan keadaan di sekitar Dia. Pertanyaan mengapa dan bagaimana selalu mengusik hati, yang mungkin perlu dicerahkan oleh orang-orang yang mumpuni. Banyak hal tidak jelas seperti misteri dan mengherankan, yang mungkin karena tidak adanya data-data tertulis yang lebih gampang diterima nalar.

Sebagai contoh, siapakah sebenarnya manusia pertama yang diciptakan Allah? Betulkah Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam? Benarkah nabi Nuh bisa membuat perahu atau kapal induk sebesar itu, pada waktu itu? Siapakah sebenarnya Santo Yusuf, masih muda atau sudah tua sewaktu ditunangkan dengan Bunda Maria? Dia meninggal sebelum atau sesudah Tuhan Yesus naik ke surga? Siapakah sebenarnya Bunda Maria Sang Perawan yang suci tanpa dosa? Benarkah dia anak Yoakhim dan Anna secara jasmani? dan masih banyak lagi.

Pertanyaannya, mungkinkah Tuhan Yesus sendiri atau utusan-Nya yang kudus turun dari surga dan menemui seseorang dan menyingkapkan rahasia yang selama ini masih tertutup? Jika hal tersebut mungkin terjadi, percayakah kita dengan kabar tersebut yang mungkin akan merubah dogma atau kebiasaan selama ini?

Mungkin hal ini hanya pemikiran penulis saja yang melantur dan bisa dianggap ngayawara. Malahan keluar dari ajaran rohani yang lebih penting, karena tersandung oleh gagasan yang duniawi, anggaplah sejarah kehidupan yang sebenarnya. Namun Tuhan Yesus sendiri yang mengatakan bahwa segala rahasia kehidupan ini akan tersingkap. Pertanyaannya, siapkah kita menerima rahasia yang selama ini tersembunyi, yang kemungkinan bisa membuat kita terpana dan tidak percaya.

4:24 Lalu Ia berkata lagi: "Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. 4:25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya."
Pemahaman di atas saja sudah cukup sulit untuk dicamkan, apalagi yang misteri. Mungkin segala macam ukuran yang kita kenal selama ini, karena kita diajar oleh pendahulu kita. Kita mengenal ukuran panjang, ukuran panas, ukuran berat dan lain sebagainya. Hampir segalanya bisa diukur dengan bantuan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Ukuran tersebut disepakati dan dipergunakan bersama-sama dan dijadikan standard. Mungkin kita bisa membuat ukuran sendiri, namun menjadi tidak umum sebelum hal itu disepakati bersama.

Demikian juga halnya untuk hal-hal yang begitu subyektif, kita membuat ukuran-ukuran sendiri. Secara umum kita bisa mengatakan yang begini baik, yang begitu tidak sopan, yang lainnya berbudi luhur, yang satunya lagi penyabar dan masih banyak yang lain. Akhirnya kita bisa menilai seseorang, menurut ukuran yang kita pahami. Dan pemahaman ini bisa berbeda dengan orang lain.

Kita diajar untuk hati-hati dalam menilai seseorang, apalagi kalau menilai yang negatif. Apa yang kelihatan belum tentu mencerminkan yang sebenarnya. Orang yang kelihatan kasar bicaranya, belum tentu hatinya seperti suaranya. Demikian juga sebaliknya, orang yang bicaranya halus dan kelihatan sopan, belum tentu sehalus itu hatinya. Mungkin yang paling baik dan aman adalah belajar berpikir positif. Segala sesuatunya harus dimulai dari sisi positif, melihat dari segi baiknya lebih dahulu. Dengan demikian ukuran yang akan kita terapkan tidak pernah negatif.

Pada dasarnya setiap orang ingin berbuat baik dan dianggap baik. Mengapa seseorang sampai tidak berbuat baik, pasti ada latar belakang yang menyebabkan dia melakukan hal yang keliru. Jangan-jangan kita terlibat mengapa seseorang tersebut berbuat keliru, langsung ataupun tidak langsung. Kita ingin berubah, dengan belajar mencoba memahami orang lain.

Dengan melihat yang positif, maka kita bisa belajar dari kebaikan atau kelebihan orang lain. Sebaliknya, jika kita melihat yang negatif, menunjukkan kekurangannya, maka kita tidak memperoleh apa-apa. Secara tidak langsung, kita merasa lebih baik sehingga kita tidak belajar apa-apa. Bagaimana kita menilai orang lain, hal tersebut akan dikembalikan Tuhan kepada kita beserta bunga-bunganya.

Siapa yang mempunyai kepadanya akan diberi. Kelihatannya hal tersebut berkaitan dengan yang rohani, bukan yang duniawi. Kita diharapkan menjadi orang yang selalu punya. Punya iman kepercayaan kepada Tuhan Yesus, punya kasih, kebaikan dan kebenaran yang bisa dijabarkan bermacam-macam. Hal ini mungkin hampir sama dengan perintah agar kita mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu, maka lainnya akan ditambahkan oleh Tuhan sendiri.

Iman, kasih, kebenaran dan kebaikan tidak akan pernah habis walaupun setiap hari dibagikan kepada orang lain. Anehnya lagi hal tersebut bukannya berkurang namun malahan bisa bertambah dan bertambah. Mungkin kita tidak begitu merasakan, namun orang lain malahan yang bisa melihat dan merasakan.

Jika kita renungkan, sepertinya kasih Tuhan Yesus itu selalu mengejar setiap orang. Daya magnitnya menyedot dengan kuatnya, sehingga siapapun yang mendekat akan semakin lengket. Semakin terisi oleh kekuatan-Nya, sehingga bisa merasakan kasih-Nya dengan penuh sukacita. Namun sebaliknya, siapa yang menolak dan semakin menjauh maka daya kasihnya akan menipis dari dalam dirinya, karena tersedot oleh Sang Kasih yang lebih kuat. Jangan-jangan iman dan kasih orang tersebut malah tertarik semuanya.

Siapa yang mau mendengarkan ajaran ini dan dimasukkan ke dalam hati serta dilaksanakan, maka kepada mereka akan ditambahkan oleh Tuhan sendiri. Bagaimana prosesnya, itu misteri kuasa Tuhan sendiri.

Perumpamaan tentang Benih
4:26 Lalu kata Yesus: "Beginilah hal Kerajaan Allah itu: seumpama orang yang menaburkan benih di tanah, 4:27 lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang itu. 4:28 Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. 4:29 Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba."
Kerajaan Allah bagaikan benih yang tumbuh sampai berbuah, kemudian dituai buahnya karena musim panen sudah tiba. Bumi ini bagaikan seorang ibu dan sering kita sebut ibu pertiwi. Segalanya diletakkan di bumi ini dan semuanya bisa bertumbuh, berkembang biak, beranak pinak. Berarti bumi ini perlu dipelihara dan dilestarikan, karena kehidupan kita tidak bisa dilepaskan dan tergantung dari bumi.

Rasanya begitu sulit untuk memahami Kerajaan Allah. Mungkin memang kita tidak akan bisa membayangkannya seperti apa dan bagaimana. Bayangan kita pasti masih dipengaruhi oleh keterbatasan kemampuan akal budi kita. Maka Tuhan Yesus memberikan perumpamaan yang mungkin lebih gampang untuk diterima nalar.

Kita diharapkan untuk menjadi benih yang bisa tumbuh dan berbuah. Agar bisa berbuah baik, mestinya perlu disiram dan diberi pupuk yang cukup, disiangi dari segala macam tumbuhan pengganggu. Pada saat tertentu perlu disemprot atau dibersihkan dari hama pemakan tumbuhan. Harus kita sadari bahwa tumbuhan ini sangat rentan terhadap gangguan. Gangguan itu sendiri bisa menyerang mulai dari akar, dari pohon, bunga bahkan buahnya. Tumbuhan ini dianggap bernilai kalau bisa menghasilkan buah yang mulus, apalagi kalau bisa berbuah lebat. Sang pohon tersebut tidak pernah memakan buahnya sendiri, namun akan dimanfaatkan oleh yang membutuhkan.

Jadi hidup ini sebenarnya untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Kita tidak bisa menilai diri sendiri dan berpromosi. Buah-buah yang kita hasilkan akan dirasakan dan dinikmati orang lain. Jika enak akan dimakan dan pohonnya akan dipelihara, namun kalau tidak ya dibuang. Jangan-jangan pohonnya malah ditebang dan dijadikan kayu bakar.

Secara bodoh penulis mencoba merenungkan bumi alit, bumi yang kecil yaitu kita sendiri. Penulis tidak tahu bagaimana hubungan suami isteri, antara lelaki dengan perempuan bisa membuahkan anak. Dalam pemahaman penulis, apabila hubungan tersebut mendapat restu atau perkenan Allah, barulah pembuahan itu terjadi. Tuhan memasukkan benih yang kita sebut roh atau jiwa, baru kemudian dalam waktu yang hampir bersamaan terbentuklah daging atau janin. Apabila sudah sampai bulannya, maka janin tersebut akan berproses menjadi bayi yang akan dilahirkan pada waktunya. Bayi tersebut masih bersih, suci bagaikan kertas putih yang belum ternoda. Dalam pertumbuhannya, mulailah bayi tersebut diisi, digambar atau ditulisi oleh orang tua, saudara dan lingkungan sekitarnya. Singkat cerita, anak tersebut akan dewasa, tua dan akhirnya mati. Itulah saatnya musim menuai, diambil kembali oleh yang Empunya. Apakah dia berbuah atau tidak, Tuhanlah yang akan menilai sendiri.

Bumi ageng atau bumi besar alam raya ini begitu luas tak terjangkau. Kapan musim menuai akan sangat tergantung kepada Tuhan Sendiri. Mungkin ada yang menjabarkan itu kiamat yang terjadinya kapan tidak ada seorangpun tahu. Yang paling sederhana adalah kita sendiri, yang pasti sadar bahwa pada waktunya akan dipanen oleh Tuhan. Setiap orang akan mengalami kematian yang tidak bisa ditolak, dan saat itulah kita dituai oleh Tuhan. Jika berbuah maka akan masuk kedalam lumbung penyimpanan, dan jika tidak berbuah ya dibuang ke dalam api.

Perumpamaan tentang Biji Sesawi
4:30 Kata-Nya lagi: "Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? 4:31 Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil dari pada segala jenis benih yang ada di bumi. 4:32 Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar dari pada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya."
4:33 Dalam banyak perumpamaan yang semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, 4:34 dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.
Biji sesawi yang penulis kenal di Israel, nyatanya memang lembut sekali seperti debu pasir. Dia bukan seperti sawi yang kita kenal selama ini, melainkan bisa tumbuh menjadi pohon perdu yang tinggi, bisa dijadikan sarang oleh burung kecil.

Kerajaan Allah kelihatannya tidak untuk dibayangkan, namun untuk diimani, dipercayai seyakin-yakinnya. Iman sendiri memerlukan proses untuk tumbuh perlahan-lahan secara alami. Mungkin kita bisa menganggap proses tersebut mulai dari mendengar, melihat, tertarik, sependapat, mengenal, mengakui, mempercayai dan mengimani. Dalam tahap iman, mestinya melaksanakan segala perbuatan nyata yang diajarkan oleh yang diimani. Disitulah iman akan bertumbuh dan berbuah sehingga banyak yang ingin bernaung.

Iman yang tadinya sebesar benih yang begitu kecil, apabila disemaikan dan dipelihara dengan benar, maka akan tumbuh membesar. Mungkin itulah proses yang akan dialami oleh setiap manusia. Perjalanan setiap orang pasti berbeda-beda dan unik, hampir tidak ada yang sama. Ketidak-samaan itulah yang membuat kehidupan itu begitu dinamis dan menarik, yang mungkin paling sulit untuk diilmiahkan secara umum.

Iman memang tidak kelihatan secara kasat mata, sama seperti biji sesawi yang begitu kecil dan tidak diperhatikan. Begitu biji sesawi tersebut tumbuh menjadi besar, maka akan terlihat dimana banyak burung yang bernaung malahan bersarang. Begitu juga iman yang tidak kelihatan akan terungkap dan dirasakan melalui perbuatan nyata. Banyak orang lain yang bisa menikmati hasil perbuatan tersebut, dan bisa menjadi tempat naungan. Karena iman yang diungkapkan dalam perbuatan nyata, maka banyak orang berdatangan. Mungkin berkonsultasi, belajar, meminta nasihat, kawan berdialog dan sebagainya. Hasil yang diharapkan adalah damai, sukacita yang penuh cinta kasih.

Dalam pemahaman penulis, sepertinya untuk mengenal apa itu Kerajaan Allah, kita diajar untuk melihat, memperhatikan yang kecil-kecil terlebih dahulu. Kita diajar untuk berproses dengan pelan-pelan secara alami. Dari hal yang paling sederhana, lama kelamaan akan tumbuh berkembang semakin besar. Akar yang menghunjam ke bumi semakin kuat dan kokoh, mengambil sari makanan untuk pertumbuhan batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buahnya.

Angin ribut diredakan
4:35. Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." 4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. 4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" 4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" 4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"
Mungkin kita bisa membayangkan sewaktu kita diajak untuk berlayar ke seberang. Sewaktu berlayar banyak hal bisa terjadi tanpa kita duga. Kelayakan perahu dan peralatan lainnya bisa kita siapkan sebelumnya karena dibawah kendali kita. Namun suasana cuaca, arus air dan gelombangnya jelas diluar kendali kita. Kita hanya bisa memperkirakan sesuai pengalaman selama ini, dan bagaimana cara mengatasinya.

Kenyataannya, yang terjadi di luar perkiraan. Angin taufan yang dahsyat disertai gelombang ombak yang tinggi. Para murid adalah nelayan yang berpengalaman bertahun-tahun. Namun kejadian hari itu sepertinya belum pernah dialami karena begitu hebatnya, dan begitu mengerikan. Sepertinya segala usaha penyelamatan sudah sia-sia dan yang timbul kemudian adalah kepanikan dan ketakutan akan tenggelam. Jalan satu-satunya adalah membangunkan Tuhan Yesus yang sedang enak tidur.

Sepertinya Tuhan Yesus menuntun para murid-Nya secara pelan-pelan, setahap demi setahap. Dari hasil yang setahap demi setahap tersebut, biarlah para murid mulai merenungkan untuk lebih mengenal, siapakah sebenarnya Sang Guru. Sang Guru yang bukan akan menjadi pemimpin bangsa Israel secara duniawi, namun yang mengajar kehidupan rohani.

Segala macam mukjizat penyembuhan sudah dilihat dan dialami. Kehebatan Sang Guru sudah diakui. Namun angin taufan disuruh diam dan gelombang besar disuruh tenang adalah hal baru. Yang terpikirkan hanyalah bahwa gurunya orang hebat dalam berkotbah dan ahlinya dalam penyembuhan. Sekarang Gurunya menjadi penakluk gelombang air dan angin ribut. Kekuatan apa yang menyelimuti Sang Guru, sehingga yang kelihatan dan tak kelihatanpun menurut? Kita tidak bisa melihat angin secara kasat mata namun bisa merasakan semilirnya ataupun tiupannya yang dahsyat. Kelihatannya para murid pada waktu itu masih belum menyadari bahwa gurunya adalah Allah sendiri. Anak Manusia yang berkuasa atas apapun.

Jika kita renungkan, kehidupan kitapun sering seperti angin dan air. Pada saat tertentu begitu tenang membelai dengan lembut. Pada saat lainnya begitu ganas menggelora tidak karuan. Jika Tuhan kita persilahkan tinggal di dalam diri kita, merajai kita dan kita menjadi hamba-Nya, maka gelombang dan taufan itu akan mereda dengan sendirinya.

Pertanyaan Tuhan Yesus yang sepertinya agak menuntut, membuat mereka ciut nyalinya. Dia mengharapkan, siapapun yang bersama dengan Dia tidak perlu takut akan apapun. Yang lebih penting lagi, siapa yang percaya akan Dia pasti akan terselamatkan. Dialah Sang Mahakuasa, tidak ada sesuatupun yang tidak dibawah kuasa-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar