Selasa, 01 Desember 2009

Memahami Markus Bab6

Bab 6 - Ditolak di Nazaret, Pengutusan, Memberi makan, Berjalan di atas air

Yesus ditolak di Nazaret
6:1. Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. 6:2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? 6:3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. 6:4 Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." 6:5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. 6:6 Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. (6-6b) Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
Kita bisa merasakan bagaimana saudara dan tetangganya sudah mengenal Dia, karena berkumpul sejak kecil. Mereka merasa heran akan kuasa yang dipunyai oleh Tuhan Yesus. Selama ini mereka mengenal Tuhan Yesus mungkin seperti orang lain yang sudah dikenalnya. Tiba-tiba Dia datang dengan segala kehebatan yang menakjubkan. Kotbah-Nya begitu menarik dan mengena di hati. Karena mengenal sejak kecil, maka segala kehebatan itu sepertinya menjadi tidak terasakan. Yang terbersit malahan setengah tidak percaya dan ragu-ragu.

Ucapan Tuhan Yesus tersebut sepertinya masih berlaku sampai sekarang, walaupun agak berbeda nuansanya. Sehebat apapun kita di luaran sana, apabila kembali ke rumah akan dianggap biasa saja oleh keluarga. Keluarga sudah mengenal kita hampir luar dalam, entah kelebihannnya ataupun kekurangannya. Jangan-jangan malah pernah dimarah oleh pasangan kita atau diprotes oleh anak-anak kita.

Tetangga dekat juga sudah mengenal kita, kalau malam main gaple atau catur bersama sewaktu tugas ronda. Mereka tidak terpengaruh oleh kelebihan kita, dan bergurau seperti biasanya, hampir tanpa hambatan sama sekali. Mungkin agak berbeda kalau kita menutup diri dan membuat jarak dengan tetangga. Sedikit banyak mereka akan menyegani kita atau malahan menganggap kita orang sombong.

Hampir daya kuasa Tuhan Yesus kembali ke dalam diri-Nya, karena mereka menolak dan kecewa. Hanya beberapa orang percaya saja yang Dia sembuhkan, dengan penumpangan tangan. Penulis juga merasa heran, apakah sewaktu masih kanak-kanak dan menginjak dewasa, kuasa-Nya tidak pernah diketahui oleh para tetangga dan saudara. Kesederhanaan sebagai manusia sejati betul-betul dipegang teguh, karena merasa belum waktunya. Atau Roh Kudus belum mau berkarya dalam Diri-Nya. Disinilah yang sering membuat orang bingung, sejak kapan manusia sejati Yesus menjadi Anak Manusia yang penuh dengan Roh Kudus.

Penulis mencoba merenungkan hal tersebut, dan yang terbersit adalah Tuhan Yesus betul-betul menjadi manusia sejati seperti orang kebanyakan. Tidak ada perbedaan yang mencolok dengan teman-teman sepermainan-Nya. Walaupun Dia Allah sejati, namun dia tidak pernah menyombongkan diri akan kelebihan yang dipunyai. Waktunya belum tiba untuk berkarya dan Dia menunggu dengan sabar. Sebagai manusia sejati, Dia betul-betul dapat menahan diri dan tidak terpengaruh oleh emosi pamer, seperti kita. Keteguhan dan kesetiaan serta kesabaran sepertinya menjadi salah satu kunci untuk berkarya.

Pemahaman karena tata bahasa dan budaya juga sering membuat bingung. Saudara Tuhan Yesus ternyata cukup banyak, yang laki-laki disebut namanya sedang yang perempuan tidak. Betapa laki-laki sepertinya mempunyai nilai yang sangat berbeda dengan perempuan. Hanya perempuan yang dianggap menonjol saja yang disebutkan namanya. Menonjol dalam artian yang sangat positif ataupun sangat negatif. Mungkin agama atau kepercayaan dari Timur Tengah yang berpegang kepada Kitab Kejadian, lebih menomor satukan laki-laki. Hawa kan tercipta dari tulang rusuk Adam. Dan hal tersebut sepertinya berlaku sampai sekarang.

Dalam pemahaman penulis, saudara tidak selalu berkonotasi bahwa hal tersebut menyiratkan sebagai saudara kandung satu ibu satu ayah. Mungkin secara umum, sebutan saudara, lebih dikarenakan hubungan darah, keturunan dan tali perkawinan. Tuhan Yesus malah lebih menegaskan siapakah yang harus disebut saudara. Sering kali persaudaraan bukan karena hubungan darah, malahan kedekatannya melebihi yang saudara beneran. Saudara kandung kadang-kadang malah terpecah belah karena berebut warisan materi dunia.

Bagi penulis, Bunda Maria memang betul-betul seorang perawan suci yang tercipta mulus tanpa cela. Dia naik ke surga dengan jiwa dan raganya dan tidak seorangpun tahu persis dimana, kapan hal tersebut terjadi. Itulah misteri Allah yang sulit untuk membuktikannya dan pada saatnya pasti ada yang akan mendapat karunia menerima kabar, siapakah sebenarnya Bunda Maria dan Santo Yusup suaminya. Jangan-jangan kita semua akan kaget dan sulit percaya apabila misteri tersebut dibukakan kepada kita. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, bila Dia memang menghendaki.

Yesus mengutus kedua belas Rasul
6:7. Ia memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, 6:8 dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat, rotipun jangan, bekalpun jangan, uang dalam ikat pinggangpun jangan, 6:9 boleh memakai alas kaki, tetapi jangan memakai dua baju. 6:10 Kata-Nya selanjutnya kepada mereka: "Kalau di suatu tempat kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. 6:11 Dan kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka." 6:12 Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, 6:13 dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.
Setelah berkumpul dan belajar untuk beberapa waktu, maka mulailah para murid mendapat tugas praktek ke lapangan. Mereka diutus berdua-dua, agar mempunyai teman seperjalanan, bisa saling berdiskusi dan saling membantu serta saling menguatkan.

Mereka diutus untuk mewartakan kabar gembira dan pertobatan, tanpa diperbolehkan membawa apapun kecuali tongkat dan alas kaki. Kemungkinan mereka membawa minyak yang dijadikan sarana pengobatan. Penulis tidak tahu apakah itu minyak zaitun atau ada minyak lain yang khusus untuk pengobatan. Mereka dijadikan pengembara yang tidak mempunyai bekal apa-apa kecuali percaya dan bekal kuasa atas roh jahat. Mereka diajar untuk menanggalkan kekawatiran, yang biasanya melekat dalam diri.

Mungkin kita bisa membayangkan bahwa sebenarnya ada suatu tradisi yang baik yang dilakukan oleh orang Yahudi pada umumnya. Tradisi tersebut adalah memberi tumpangan kepada pengembara yang sudah kemalaman. Mereka bagaikan mendapat berkat apabila memberi tumpangan, penginapan dan makanan kepada si tamu. Tuhan Allah pasti akan membalas berlipat karena perbuatan baik tersebut. Pada dasarnya mereka semua masih bersaudara dari dua belas suku Israel.

Mungkin hanya orang-orang yang sudah tidak beradat saja yang melupakan tradisi tersebut. Dan Tuhan Yesus meminta agar debupun dikebaskan dari kaki, sebagai peringatan bagi mereka. Mungkin kebasan debu tersebut sebagai ungkapan dan menjadi kebiasaan, bahwa perbuatan tersebut tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Mungkin semua orang Yahudi mengenal sekali akan ungkapan tersebut. Apabila menerima kebasan debu di kaki, mestinya orang tersebut bisa melihat ke dalam diri sendiri, bahwa ada sesuatu yang keliru.

Kebasan debu sendiri bisa dimaknai sebagai menghilangkan kotoran, atau melupakan segala perbuatan yang tidak mengenakkan. Jangan sampai perlakuan tersebut masuk ke dalam hati dan menjadi beban di perjalanan. Pewartaan yang disampaikan dengan penuh sukacita akan tercemar oleh beban tadi. Beban akan bertambah apabila bersungut-sungut, apalagi malah dijadikan bahan pembicaraan untuk menjelek-jelekkan.

Sewaktu penulis pulang dari ziarah di Israel, salah satu oleh-oleh adalah minyak zaitun asli. Karena hanya satu botol, maka minyak zaitun tadi dibagikan kepada para saudara di lingkungan hanya sedikit-sedikit. Minyak tersebut dipergunakan untuk pengobatan, yang dioleskan ke tubuh si sakit disertai doa. Para saudara bercerita bahwa minyak zaitun tersebut ternyata manjur untuk pengobatan. Penulis sendiri lupa berapa banyak pastor yang memberkati oleh-oleh yang penulis bawa, belum termasuk berkat dari Bapa Paus di Vatikan. Malahan di gereja delapan sabda bahagia (be attitude) di dekat pantai danau Galilea, bawaan tersebut diberkati oleh seorang suster sepuh. Perkiraan penulis, suster tersebut mendapat kuasa atau wewenang untuk memberkati dari Bapak Uskup atau malahan Bapak Paus sendiri.

Yohanes Pembaptis dibunuh
6:14. Raja Herodes juga mendengar tentang Yesus, sebab nama-Nya sudah terkenal dan orang mengatakan: "Yohanes Pembaptis sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam Dia." 6:15 Yang lain mengatakan: "Dia itu Elia!" Yang lain lagi mengatakan: "Dia itu seorang nabi sama seperti nabi-nabi yang dahulu." 6:16 Waktu Herodes mendengar hal itu, ia berkata: "Bukan, dia itu Yohanes yang sudah kupenggal kepalanya, dan yang bangkit lagi." 6:17 Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri. 6:18 Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!" 6:19 Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, 6:20 sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya. Tetapi apabila ia mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun ia merasa senang juga mendengarkan dia. 6:21 Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada hari ulang tahunnya mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. 6:22 Pada waktu itu anak perempuan Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes dan tamu-tamunya. Raja berkata kepada gadis itu: "Minta dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!", 6:23 lalu bersumpah kepadanya: "Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun setengah dari kerajaanku!" 6:24 Anak itu pergi dan menanyakan ibunya: "Apa yang harus kuminta?" Jawabnya: "Kepala Yohanes Pembaptis!" 6:25 Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta: "Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam!" 6:26 Lalu sangat sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya ia tidak mau menolaknya. 6:27 Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes. Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara. 6:28 Ia membawa kepala itu di sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya. 6:29 Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kuburan.
Penulis tidak bisa berkomentar apapun tentang nasib Yohanes Pembaptis yang pendek umur. Yang jelas sangat berbahaya bagi seseorang yang mempunyai dendam kesumat, apalagi jika diberi kesempatan untuk berkuasa ataupun diberi wewenang. Dendam serta iri dengki yang selalu mengiringinya, bisa menghalalkan segala cara untuk melampiaskannya. Mungkin hal ini bisa kita sebut sebagai bagian dari dosa pokok, karena cabangnya banyak sekali.

Kitapun sepertinya diajar untuk tidak mudah memberikan janji atau sumpah kepada seseorang atau kelompok. Apalagi sumpah model Herodes yang disaksikan oleh orang banyak. Ada orang yang bisa memanfaatkan dan mengambil kesempatan dari sumpah tersebut, demi melampiaskan keinginan maupun dendamnya. Janji harus ditepati sesuai dengan niat kita. Ada hal-hal yang memang dibawah kendali kita, namun banyak hal diluar kemampuan kita dimana ketergantungan kita sangat besar. Ada baiknya apabila kita seperti saudara kita yang mengucapkan :”Apabila Tuhan mengizinkan.” Rencana atau niat kita tidak selalu seiring dan sejalan dengan rencana Tuhan.

Satu hal yang penulis tangkap, bahwa tidak ada seorangpun yang menggosipkan Tuhan Yesus sebagai Mesias. Issue yang menyebar adalah seorang nabi baru atau malahan titisan nabi sebelumnya. Maka sampai sekarangpun para pemeluk agama Yahudi masih tetap menunggu kedatangan Mesias. Jangan-jangan mereka capai dalam penantian yang sia-sia, karena Sang Mesias sudah lama sekali hadir dan mereka tidak menyadarinya.

Yesus memberi makan lima ribu orang
6:30. Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. 6:31 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!" Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makanpun mereka tidak sempat. 6:32 Maka berangkatlah mereka untuk mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. 6:33 Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat segeralah datang orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka.
Sebagai manusia sejati, Tuhan Yesuspun mengajak para murid-Nya untuk beristirahat di tempat sunyi. Mereka bisa merenungkan kembali, apa saja yang telah dilakukan selama itu. Mereka bisa saling berbagi pengalaman, entah baik atau buruk, mana yang harus disimpan dan mana yang harus dibuang. Kita diajar untuk bisa membagi waktu kita, kapan berkarya dan kapan beristirahat. Namun apabila masih ada orang yang membutuhkan bantuan kita, pertolongan tersebut harus lebih diutamakan. Betapa akan kecewa jika seseorang datang untuk meminta bantuan, namun ditolak hanya karena kita ingin istirahat dan tidak mau diganggu.

Kita diminta untuk belajar istirahat dalam waktu yang singkat, istirahat yang efektif. Pada umumnya dibuat dalam suasana yang begitu sunyi sepi, paling tidak gangguan dari luar sudah bisa diatasi. Selanjutnya mematikan gangguan yang berasal dari dalam, yang berada di kendali kita. Memang banyak orang bisa istirahat apabila mendengar musik atau yang lainnya. Dan semua itu hanyalah sarana yang dapat lebih mendorong untuk menuju istirahat.

Yang namanya pelayanan, sepertinya tidak mengenal waktu dan tempat. Dalam kehidupan sehari-haripun kita mengenal yang disebut pelayanan publik, dimana mereka boleh dikatakan melayani dua puluh empat jam sehari, tujuh hari dalam seminggu. Kita bisa membandingkan pelayanan rumah sakit, telekomunikasi, transportasi, yang begitu dibutuhkan setiap saat bagi yang berkepentingan.

Tuhan Yesuspun sepertinya tidak ada waktu untuk istirahat sejenak. Dimana Dia dan para murid berada, mereka sudah ditunggu oleh orang banyak yang membutuhkan pencerahan. Dengan dasar belas kasih, maka mereka lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan pribadi. Memang Dia datang bukan untuk dilayani seperti raja dunia, namun malah melayani semua orang, bagaikan pelayan benar-benar.

6:34 Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. 6:35 Pada waktu hari sudah mulai malam, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya dan berkata: "Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. 6:36 Suruhlah mereka pergi, supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa dan di kampung-kampung di sekitar ini." 6:37 Tetapi jawab-Nya: "Kamu harus memberi mereka makan!" Kata mereka kepada-Nya: "Jadi haruskah kami membeli roti seharga dua ratus dinar untuk memberi mereka makan?" 6:38 Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!" Sesudah memeriksanya mereka berkata: "Lima roti dan dua ikan."
6:39 Lalu Ia menyuruh orang-orang itu, supaya semua duduk berkelompok-kelompok di atas rumput hijau. 6:40 Maka duduklah mereka berkelompok-kelompok, ada yang seratus, ada yang lima puluh orang. 6:41 Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. 6:42 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. 6:43 Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti dua belas bakul penuh, selain dari pada sisa-sisa ikan. 6:44 Yang ikut makan roti itu ada lima ribu orang laki-laki.
Penulis tidak tahu persis, apa saja yang diajarkan Tuhan Yesus kepada banyak orang tersebut. Tuhan Yesus lebih mengutamakan belas kasihan kepada banyak orang daripada untuk istirahat sendiri. Paling tidak selama dalam pelayaran Dia bersama murid sudah bisa beristirahat, walaupun tidak sampai nyenyak. Orang-orang tersebut begitu antusias untuk mendengarkan pengajaran, bagaikan domba haus yang menemukan sumber air yang tidak pernah habis. Mereka mengikuti pengajaran Tuhan Yesus, walaupun hari sudah mulai petang. Seolah-olah mereka sampai lupa lapar dan lupa segala-galanya, karena begitu menariknya Sang Pengkotbah.

“Kalian harus memberi mereka makan!” sepertinya begitu mengagetkan para murid. Apakah mungkin memberi makan orang sebanyak itu? Mungkinkah mereka mempunyai pundi-pundi uang sebanyak dua ratus dinar, atau untuk memberi makan sebanyak itu diperlukan biaya dua ratus dinar. Dua ratus dinar bukan uang yang sedikit yang rasanya mereka tidak membawa bekal sebanyak itu. Pertanyaan Tuhan Yesus selanjutnya juga mengherankan dan agak aneh. Apakah maksudnya bertanya persediaan roti yang masih ada, kan hanya lima roti dan dua ikan?

Dalam pemahaman penulis Tuhan Yesus sepertinya sudah mempunyai rencana lain, akan memberikan mukjizat yang belum pernah dilakukan. Biarlah para murid semakin berkembang imannya, dan semakin mengenal siapakah sebenarnya Sang Anak Manusia. Dia sepertinya mengajarkan iman dari sedikit demi sedikit agar tidak kaget.

Semua orang dikumpulkan berkelompok-kelompok, seperti anak sekolah. Biarlah mereka saling ngobrol membicarakan pengajaran yang baru saja diterima. Sambil menunggu, mereka bisa saling berdiskusi atau berdialog, sesuai pengalaman iman yang mereka dapat. Dalam kumpulan yang dikelompokkan, maka kita akan lebih mudah memperkirakan berapa jumlah orang yang datang. Jika setiap kelompok ditunjuk seorang pemimpin, maka mengatur mereka akan lebih mudah, tidak perlu saling berebut.

Tuhan Yesus sendiri setelah mengambil lima roti dan dua ekor ikan, Dia mengucap berkat dan menengadah ke langit. Sepertinya Dia melapor kepada Allah Bapa, bahwa hari itu akan mengadakan perbuatan yang menakjubkan. Dan Allah Bapa sendiri berkenan melimpahkan kuasa-Nya untuk membuat mukjizat. Dan terjadilah peristiwa yang begitu menakjubkan. Lima roti dan dua ikan tersebut sepertinya tidak ada habis-habisnya dibagikan kepada semua orang dan mereka makan sampai kenyang.

Penulis sendiri merasa yakin bahwa angka lima ribu orang laki-laki hanyalah perkiraan kasar. Dalam benak penulis, sepertinya angka tersebut bagian dari promosi betapa Tuhan Yesus sudah memberi makan banyak orang, sampai bersisa. Mungkin juga angka dua belas bakul mempunyai makna tersendiri. Entah dari mana bakul-bakul tersebut didapatkan, karena mereka berada di tempat yang agak jauh dari kampung

Satu hal yang menjadi perhatian penulis, kita diajar untuk berani memberi makan kepada orang yang membutuhkan. Kita diajar untuk berani berbagi dengan orang lain, tanpa melihat latar belakang orang tersebut. Dasarnya adalah harus tumbuh dahulu rasa belas kasihan kepada orang lain. Rasa belas kasihan tersebut bukan hanya disimpan di dalam hati, namun diungkapkan dalam perbuatan nyata. Belas kasihan yang tanpa didasari pamrih dengan harapan di lain waktu bisa gantian. Belas kasihan yang tanpa syarat apapun.

Kita bisa membayangkan bagaimana pada waktu kita akan makan malam, tiba-tiba ada tamu yang datang ingin bertemu. Makanan yang tersedia pas-pasan untuk keluarga, kalau dibagi lagi maka tidak akan kenyang. Yang muncul dalam benak pertama kali adalah menggerutu, datang bertamu koq ya pas jam makan. Apakah memang disengaja agar bisa ikut makan? Mungkin kita tidak jadi makan dulu, karena menemui sang tamu dan ngobrol. Suguhan yang keluar mungkin hanya minuman saja, kan makanannya kurang.

Namun akan menjadi berbeda apabila kita dengan penuh kasih sukacita, mengajak sang tamu untuk makan bersama walaupun sedikit-sedikit. Dengan terus terang kita sampaikan apa adanya, kita ajak sang tamu untuk berbagi yang sedikit tersebut. Ada suatu kegembiraan yang susah untuk dijelaskan, bagaimana nikmat makanan yang sedikit tersebut. Rahmat sukacita tak terlukiskan akan mengisi semua hati yang terlibat. Semuanya akan memaklumi bahwa tidak ada yang kenyang, dan anehnya semua merasakan kenyang, jasmani maupun rohani.

Yesus berjalan di atas air
6:45. Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. 6:46 Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa. 6:47 Ketika hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat. 6:48 Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati mereka. 6:49 Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, 6:50 sebab mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut. Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!" 6:51 Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah. Mereka sangat tercengang dan bingung, 6:52 sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil.
Tuhan Yesus adalah seorang pendoa yang hebat. Dia sendirian pergi ke bukit untuk ngobrol dengan Allah Bapa, dan mungkin juga dengan yang kudus lainnya. Bagaimana Tuhan Yesus berdoa, penulis tidak tahu karena tidak ada seorangpun yang mendampingi-Nya. Paling tidak hal tersebut mengajarkan kepada kita bahwa setiap malam mestinya kita menyempatkan waktu untuk lapor kepada Tuhan. Apa saja yang telah kita lakukan selama sehari itu, mungkin ada yang baik dan ada juga yang tidak baik. Yang baik bisa berjalan terus, namun yang tidak baik kita mohonkan ampun, semoga besok tidak berbuat lagi.

Kemudian ada pengajaran baru bagi para murid yang berada di perahu. Malam itu para murid melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana Sang Guru berjalan di atas air! Dia berjalan seperti di atas tanah saja, yang mungkin tidak basah sama sekali. Air danau Galilea sepertinya merapatkan dirinya sehingga seakan-akan seperti es yang keras, karena Sang Mahakuasa akan lewat. Air danaupun lebih tahu dan mengerti daripada kita bahwa Sang Pencipta dengan segala kuasa-Nya akan berjalan menuju perahu. Alampun tunduk kepada Tuhan Yesus!

Siapa yang tidak kaget dan berdebar melihat bayangan seseorang yang berjalan di atas air? Yang paling cepat masuk di benak adalah menyebut hantu, dan bukan Tuhan. Sang Guru tadi kan masih berada di daratan dan naik kebukit. Tidak sedikitpun terlintas dalam batin bahwa Gurunya akan dan bisa berjalan di atas air danau. Para murid tahu persis, siapapun yang tidak bisa berenang di air danau, pasti akan tenggelam. Belum pernah dialami bahwa ada orang yang bisa berjalan di atas air. Kelihatannya sampai waktu itu para murid masih belum menyadari, siapakah sebenarnya Sang Guru. Tanda-tanda ajaib sudah diberikan dan dinyatakan, namun mereka masih setia dengan kedegilannya.

Kembali lagi, bahwa perbedaaan antara hantu dan Tuhan begitu tipis. Tu-han-tu-han-tu-han-tu-han ..... . Mungkin perbedaannya, hantu tidak berdaging dan bertulang, sedangkan Tuhan Yesus seperti manusia biasa, berbadan wadag. Zaman sekarangpun kita tidak akan percaya, apabila Tuhan Yesus berkenan menampakkan Diri-Nya kepada kita. Apakah mungkin Dia berkenan menampakkan Diri-Nya kepada kita yang masih berdosa ini? Kita sering lupa bahwa yang tidak mungkin bagi kita, segalanya mungkin bagi Allah. Suka-suka Allah, mau berbuat apa saja tidak ada yang bisa mencegah. Jika hal tersebut terjadi, yang jelas kita akan kaget dan pasti tidak akan mengira siapa yang datang. Antara kaget, takut, berdebar dan bingung bercampur menjadi satu, yang pasti akan membuat salah tingkah harus berbuat apa.

Yesus menyembuhkan di Genesaret
6:53 Setibanya di seberang Yesus dan murid-murid-Nya mendarat di Genesaret dan berlabuh di situ. 6:54 Ketika mereka keluar dari perahu, orang segera mengenal Yesus. 6:55 Maka berlari-larilah mereka ke seluruh daerah itu dan mulai mengusung orang-orang sakit di atas tilamnya kepada Yesus, di mana saja kabarnya Ia berada. 6:56 Ke manapun Ia pergi, ke desa-desa, ke kota-kota, atau ke kampung-kampung, orang meletakkan orang-orang sakit di pasar dan memohon kepada-Nya, supaya mereka diperkenankan hanya menjamah jumbai jubah-Nya saja. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.
Pada waktu itu Tuhan Yesus begitu dikenal dimana-mana, bahwa Dialah Sang Penyembuh sejati. Penyakit apapun dan seberat apapun pasti akan takluk di hadapan Dia. Daya kuasa-Nya bekerja dan memancar kepada orang yang percaya. Begitu ada rasa percaya, sepertinya semua menjadi terbuka dan ada kepasrahan, yang membuat daya kuasa tersebut bebas menyelinap ke setiap tubuh orang. Itulah kuasa Tuhan Yesus yang tidak akan dimiliki oleh orang lain, sehebat apapun mereka.

Kita bisa membayangkan bahwa kabar gethok tular tentang Tuhan Yesus, keberadaan-Nya selalu ditunggu dan diharapkan oleh orang yang membutuhkan. Begitu mendengar Dia berada di suatu tempat, maka semua orang berduyun-duyun datang menghadap-Nya. Mungkin semua tabib dan dukun pada waktu itu menjadi tidak laku karena ada yang lebih hebat. Yang kedua, Tuhan Yesus tidak pernah meminta upah atas kesembuhan seseorang.. Dia melayani semua orang dengan belas kasih dan gratis. Yang Dia minta hanya satu, pertobatan untuk berubah menjadi lebih baik dan benar di dalam kehidupan selanjutnyai.

Penulis berkeyakinan bahwa secara umum, seseorang yang begitu dekat dengan Tuhan dan ikhlas melaksanakan perbuatan sesuai ajaran-Nya, akan dikaruniai usia relatif panjang. Keyakinan tersebut muncul karena seseorang tersebut pasti lebih pasrah, bisa mensyukuri keadaan, tidak mengumbar hawa nafsu duniawi, bisa mematikan kemarahan, sakit hati dan dendam. Dia akan sehat secara rohani, dan akan berdampak kepada kesehatan yang jasmani. Mungkin kita pernah mendengar atau membaca ayat, siapa yang menghormati orang tuanya akan berumur panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar