Selasa, 01 Desember 2009

Memahami Markus Bab10

Bab 10 - Perceraian, Memberkati, Orang kaya, Upah, Penyembuhan

Perceraian
10:1. Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula. 10:2 Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?" 10:3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" 10:4 Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai."
10:5 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. 10:6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 10:7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 10:8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. 10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Kita bisa merasakan bagaimana Musa membuat aturan cerai dibawah tekanan bangsa Israel yang begitu tegar tengkuk. Sepertinya dengan terpaksa karena tekanan, Musa merubah ajaran yang disampaikan oleh Tuhan. Dan aturan dunia yang salah kaprah itu dimanfaatkan sampai sekarang.

Penulis mencoba merenungkan kata-kata Tuhan Yesus yang mengatakan bahwa sejak awal dunia Allah menjadikan laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini kita boleh saja menyebutkan bahwa mereka adalah Alma dan Huma sebagai ciptaan pertama. Mungkin mereka berdua belum mempunyai “jejer” atau nafsu akal budi seperti di zaman sekarang ini. Mungkin semua benua ini malah masih menjadi satu. Setelah beribu-ribu tahun kemudian, keturunan Alma dan Huma membuat kelompok-kelompok manusia dan bermigrasi mengisi bumi. Karena situasi, kondisi, daerah, cuaca, dan sebagainya, terjadilah evolusi sehingga memunculkan suku, ras, bangsa yang bermacam-macam. Salah satu suku tersebut adalah bangsa Kasdim suku Uhrzani. Sekelompok suku Uhr yang pengembara ini ditentukan dan dipilih oleh Tuhan, yang kita kenal sebagai Abram. Abraham sendiri masih keturunan bangsa Uhr dan dipilih Allah dalam suatu perjanjian. Mereka sudah mendengar dongeng awal mula kejadian, bahwa Adam dan Hawa sebagai manusia pertama. Karena entah sejak kapan, laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai konco wingking (teman di belakang), maka dalam dongeng diceritakan bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Mungkin hal inilah yang sering menjadi perdebatan dan tidak tahu persis mana yang benar. Jika memperhatikan silsilah yang ada, sebenarnya Alma dan Huma jaraknya bisa beribu-ribu tahun atau bahkan jutaan tahun dari Adam dan Hawa yang kita kenal.

Tuhan Yesus sendiri mengajarkan bahwa anak laki-laki akan meninggalkan orang tuanya, Kemudian dia berkumpul menjadi satu dengan isterinya yang dalam bahasa Jawa sering disebut garwa (sigaraning nyawa) menjadi satu daging. Satu daging satu tujuan satu kehendak membentuk keluarga baru dan beranak pinak.

Tuhan Yesus mengembalikan kepada ajaran semula bahwa yang sudah dipersatukan di hadapan Allah jangan diceraikan oleh manusia. Memang dalam kehidupan duniawi yang penuh dengan nafsu keinginan lebih ini, hampir tidak ada suatu keluarga yang ideal, tanpa pernah cekcok atau berselisih paham. Dan itulah dinamika hidup yang tetap harus dijalani, dalam suka dan duka, dalam senang dan susah. Dialah pasangan pilihanku yang sudah aku ucapkan, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Yang harus aku terima apa adanya, bersatu dan berjuang untuk menuju yang lebih baik, damai dan sejahtera.

Sepertinya orang-orang Farisi tahu dan mengerti bahwa perceraian itu aturan manusia, yang dijadikan adat istiadat dan diperbolehkan. Mereka mencobai dan ingin suatu ketegasan yang terucap langsung dari Tuhan Yesus, apabila memang Dia mengerti. Penulis merasa yakin bahwa tekanan kepada Musa berasal dari kelompok laki-laki. Mungkin para pria ini membandingkan suasana, sewaktu masih berdiam di daerah Mesir ataupun nenek moyang yang beristeri banyak. Dengan surat cerai resmi, maka semua orang akan tahu bahwa mereka sudah berpisah dan menjadi bebas dari ikatan tali perkawinan.

Ada pertanyaan lain, bagaimana kalau tidak bercerai tetapi bertambah isteri lagi. Dalam Perjanjian Lama banyak kita jumpai bagaimana Abraham dan keturunannya beristeri lebih dari satu, bahkan Salomo dikelilingi oleh banyak wanita. Memang dalam Perjanjian Baru, malahan banyak murid yang tidak menikah. Apakah sebenarnya dari dahulu kala para nenek moyang ini hanya melihat dan meniru kelakuan sekelompok binatang yang hampir menyerupai manusia, bukan melihat dan meniru burung merpati yang begitu setia dengan pasangannya. Bukan DNA Allah yang lebih dominan, sehingga bisa mengumbar hawa nafsu yang tidak pernah terpuaskan.

Paling tidak perkataan Tuhan Yesus di atas akan selalu kita dengar sewaktu kita mengikuti upacara sakramen pernikahan. Janji yang diikrarkan berdua haruslah keluar dari hati masing-masing, bukan karena terpaksa. Janji hidup bersatu dalam untung dan malang, suka dan duka, adalah janji yang tanpa syarat apapun. Yang sudah disatukan Allah melalui janji berdua hendaknya jangan diceraikan oleh manusia itu sendiri.

10:10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. 10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. 10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah."
Tuhan Yesus lebih menegaskan lagi di rumah kepada para murid-Nya, bahwa menceraikan dan kawin lagi adalah perbuatan zinah. Hal tersebut bukan kehendak Allah, namun karena dari keinginan orang itu sendiri. Dengan alasan apapun, sewaktu seseorang akan menikah pertama kali, pasti tujuannya untuk seumur hidup. Bayangan yang diciptakan sendiri mungkin terlalu indah dan membahagiakan. Dalam perjalanannya, bayangan yang diharapkan tersebut belum bisa tercapai dan tumbuh kekecewaaan. Muncullah keinginan untuk berpisah, apakah dengan baik-baik ataupun dengan perang tanding. Dan benih-benih perzinahan mulai muncul serta disemaikan.

Seribu satu macam alasan bisa dikemukakan, namun pada dasarnya ada rasa ketidak puasan, kekecewaan karena tidak sesuai harapan. Yang lebih konyol lagi, seringkali Allah yang dijadikan kambing hitam. Kita lupa bahwa Allah memberikan kebebasan kepada kita untuk berbuat apapun, dengan catatan bahwa segala risiko ditanggung sendiri.

Kita sering lupa bahwa setiap orang itu unik, sampai-sampai sidik jaripun tidak ada yang sama. Dalam keunikannya, tidak ada seorangpun yang sempurna, semuanya pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang namanya perkawinan, berkeluarga adalah proses belajar saling mendalami pasangan, saling menyesuaikan diri. Proses penyesuaian tersebut bisa cepat, namun bisa juga lambat tergantung keunikan masing-masing, yang akan membentuk keluarga unik.

Yang kedua kita sering ingin memaksakan kehendak untuk merubah pasangan kita, padahal perubahan itu mestinya muncul dari diri sendiri. Secara tidak sadar hal ini seperti suatu syarat yang kita inginkan, padahal dalam janji perkawinan tidak ada syarat apapun. Siap menjalani hidup perkawinan dalam untung dan malang.

Yang ketiga, apabila terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan, umumnya saling membenarkan diri dengan menyalahkan pasangan. Segala peristiwa kenangan masa lalu dibuka dan diungkit-ungkit yang bisa membuka luka lama, malah bertambah pedih. Sangat jarang yang menyangkal dirinya masing-masing terlebih dahulu, sehingga pasangan tidak bisa lagi menyalahkan karena sudah mengakui.

Yang keempat, biasanya kita selalu melihat bahwa “rumput tetangga lebih hijau,” dan kita membanding-bandingkan dengan keluarga lain. Kita lupa bahwa dua orang unik yang disatukan akan menjadi keluarga unik dan setiap keluarga mempunyai keunikannya masing-masing.

Mungkin masih banyak hal lain lagi yang menyebabkan suatu perceraian, karena ketidak puasan. Akan lebih baik bagi keluarga tersebut apabila disepakati untuk berpisah ranjang sementara tanpa harus bercerai. Masing-masing bisa merenungkan perjalanan hidup sebelum dan sesudah menikah, menilai kekurangan diri dan kelebihan pasangan.

Yesus memberkati anak-anak
10:13. Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. 10:14 Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. 10:15 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." 10:16 Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka.
Dalam pemahaman penulis, para murid sepertinya lupa dengan ajaran terdahulu. Mungkin sudah menjadi kebiasaan orang-orang tua, jika sedang berkumpul maka anak-anak dijauhkan dari mereka. Mungkin supaya anak-anak tidak menganggu, mereka dianggap belum waktunya dan tidak pantas jika berkumpul dengan yang tua-tua. Secara tidak sadar sudah membuat kasta yang akan direkam oleh si anak.

Kenyataannya Tuhan Yesus malah berpihak kepada anak-anak kecil yang masih polos tersebut. Model merekalah yang dianggap pantas untuk memasuki Kerajaan Allah. Anak kecil yang polos, tidak ada iri dengki dan dendam, berbicara apa adanya, tidak pernah berpikir negatif. Anak kecil yang begitu pasrah dan percaya kepada orang tuanya, bahwa mereka akan selalu menjaga dan melindunginya. Mereka akan tetap asyik dengan mainannya, selama bayangan bapak atau ibunya masih kelihatan. Dia akan menangis apabila merasa kehilangan pelindungnya, hanya gara-gara tidak kelihatan di sekitarnya.

Kita diajar untuk kembali seperti anak kecil yang begitu polos dan percaya kepada Bapa Allah kita. Dia yang tidak pernah meninggalkan dan selalu mengawasi kita. Segala kekawatiran harus bisa kita hilangkan karena Tuhan selalu melindungi dan beserta kita. Kita begitu lemah, tidak bisa dan bukan apa-apa apabila tanpa penyertaan Dia. Dia Yang Ada tidak pernah jauh dari kita, malahan kitalah yang sering menjauhi-Nya.

Tuhan Yesus memeluk anak kecil dan memberkati dengan tumpangan tangan di atas kepala. Kita bisa membayangkan bagaimana anak-anak yang masih kecil berbaris maju ke depan altar. Dengan antusias mereka menengadahkan kepala menerima berkat dari imam atau prodiakon. Bagi mereka, waktu itulah yang ditunggu-tunggu dengan suka cita untuk menerima tumpangan tangan atau tanda salib kecil di dahinya.

Orang kaya sukar masuk Kerajaan Allah
10:17. Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
10:18 Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja. 10:19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!"
10:20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." 10:21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." 10:22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Jika kita mencoba merenungkan ajaran ini, sepertinya hal itupun ditujukan kepada kita. Betapa kita belum siap untuk menjual harta benda dan diberikan kepada yang membutuhkan. Terlalu sayang segala jerih payah selama ini dan kemudian hanya diberikan kepada orang lain. Harta dunia yang kasat mata akan diganti dengan harta di sorga yang tidak kelihatan. Kemudian ikut Dia dengan segala macam kesengsaraannya.

Yang paling enak adalah membuat jastifikasi atau alasan pembenaran. Bagaimana caranya tetap memperoleh harta di sorga dan sekalian harta dunia yang berlimpah. Itu menurut kita! Jika kita mencoba membayangkan Tuhan Yesus, kita percaya bahwa Dia mahakaya dalam segalanya. Dan nyatanya Dia memberi contoh nyata, semua kekayaan-Nya Dia tanggalkan dan siap menjadi manusia biasa, yang termasuk kelompok warga miskin dan sederhana.

Penulis harus berani jujur kepada diri sendiri bahwa penulis masih seperti model orang kaya tersebut. Itu baru salah satu kekurangan penulis, karena masih banyak lagi kekurangan yang lainnya. Kelekatan kepada harta duniawi ini bagaikan magnet yang begitu kuat, dan sukar sekali untuk dilepaskan. Betapa besar tingkat kekawatiran kalau menderita, yang berarti betapa kecil kepercayaan dan kepasrahan kepada Tuhan. Mau enaknya namun malas dengan tidak enaknya. Mungkin kita sudah melaksanakan sepuluh perintah Allah namun belum sempurna. Padahal untuk memperoleh hidup kekal, dikatakan harus berani melepaskan duniawi.

Mungkin kita harus memberi hormat kepada para imam, bruder dan suster yang berani melepaskan dirinya dari ikatan duniawi. Mereka berani melakukan kaul melarat, kaul selibat dan kaul taat, meninggalkan harta bendanya dan keluarganya. Mereka siap menjadi pelayan Kristus Yesus dengan segala konsekuensinya.

10:23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." 10:24 Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. 10:25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
10:26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" 10:27 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah."
Kita bisa membayangkan ungkapan Tuhan Yesus, jikalau unta dikatakan mudah melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Betapa sulit untuk menjadi pengikut Dia secara bersih, suci, sportif dan konsekuen. Sepertinya Tuhan Yesus begitu menegaskan bahwa harta kekayaan duniawi itu tidak penting dan sia-sia. Memang secara nalar dapat diterima akal, karena kekayaan tersebut paling hanya bisa dinikmati untuk beberapa puluh tahun saja. Setelah meninggal harta kekayaan yang dimilikinya itu akan ditinggalkan begitu saja. Paling-paling menjadi warisan untuk anak cucu, kalau semua berjalan baik dan benar. Jangan-jangan warisan tersebut malah menjadikan perang saudara karena saling berebut warisan dan kekuasaan.

Makan sepiring cukup, dua piring kekenyangan, mengapa mesti disediakan sepuluh piring. Pakaian satu almari penuh, paling yang dipakai hanya satu setel, jangan-jangan malah ada pakaian yang hanya baru sekali pakai dan terlupakan, menjadi pemenuh isi lemari. Padahal masih banyak saudara lain yang membutuhkan makanan dan pakaian.

Jangan-jangan sewaktu muncul satu orang menjadi kaya, maka pada waktu itu pula muncul sepuluh orang menjadi miskin. Semakin bertambah orang kaya, maka semakin bertambah-tambahlah orang miskin. Jangan-jangan delapan puluh prosen kekayaan dunia ini hanya dinikmati oleh duapuluh prosen manusia.

Beruntunglah Tuhan Yesus memberi janji yang begitu menyejukkan, yang tidak mungkin bagi manusia bagi Allah segalanya mungkin. Tinggal kita merenungkan bagaimana syarat-syarat yang tidak mungkin tersebut menjadi mungkin. Kelihatannya kita disadarkan bahwa untuk memperoleh Kerajaan Allah bukanlah karena usaha manusia, namun lebih karena karunia kasih Allah sendiri.

Sewaktu penulis di Yerusalem diberitahu bahwa ada sejenis pintu gerbang yang dilewati untuk jalan unta. Apabila unta tersebut membawa beban, maka binatang tersebut tidak bisa melewatinya. Beban bawaan tersebut harus diturunkan dahulu, agar si unta bisa lewat masuk ataupun keluar. Sepertinya kita diajar untuk berani melepaskan diri dari keterikatan beban duniawi yang kita sebut sebagai kekayaan. Kelekatan duniawi inilah yang menjadi salah satu batu sandungan untuk menerima karunia Kerajaan Allah. Mustinya diubah menjadi kelekatan surgawi yang tidak akan punah dimakan waktu.

Apabila Tuhan menghendaki, seberapapun kekayaan kita, bisa hilang lenyap dengan seketika. Kita sering melihat atau mendengar bagaimana bencana yang tidak kita duga, melenyapkan kekayaan yang pernah dimiliki seseorang. Bencana kebakaran, banjir besar, gempa bumi dahsyat sampai tsunami bisa meluluh lantakkan harta benda yang kita miliki. Siapakah yang harus kita protes apabila kita mengalami hal seperti itu? Belum lagi peperangan yang sampai berdarah-darah dan kematian. Tidak ada keuntungan apapun yang diperoleh dalam peperangan tersebut, kecuali kerugian dan penderitaan.

Upah mengikut Yesus
10:28 Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!"
10:29 Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, 10:30 orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. 10:31 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu."
Hal ini juga adalah janji Tuhan Yesus sendiri. Siapa yang siap mengikuti Dia dan Injil-Nya akan menerima hidup kekal. Apa saja yang ditinggalkan akan mendapat ganti beberapa kali lipat walaupun disertai penganiayaan. Mengikut Dia berarti siap masuk menjadi anggota tubuh Gereja-Nya, dengan segala konsekuensi. Semuanya menjadi saudara dalam Kristus dimana Tuhan sebagai kepala-Nya.

Dalam pemahaman penulis, Tuhan Yesus tidak menekankan harus meninggalkan semua saudara sedarah dan harta miliknya. Namun memberi janji bagi orang yang telah berani melepaskan diri dari ikatan duniawi karena mengikut Dia dan Injil-Nya, akan mendapatkan ganti lebih banyak. Mungkin kita bisa melihat berbagai peninggalan yang dikelola oleh mereka yang telah berani meninggalkan segalanya, begitu hebat dan berlimpah. Dengan penuh misteri kita bisa melihat bagaimana para imam, biarawan biarawati, sepertinya tidak pernah kekurangan sesuatu dan tetap bisa berkarya. Saudaranya semakin banyak, ladangnya berada dimana-mana. Gereja-gereja dan biara yang megah bisa kita nikmati bersama, berkumpul dalam persaudaraan sejati dalam Allah. Kita semua menjadi saudara dan Allah menjadi Bapa kita bersama.

Namun kalimat penutup Tuhan Yesus cukup membingungkan, banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan sebaliknya. Sepertinya hal ini sangat berkaitan dengan yang begitu rohani dan bukan duniawi. Mungkin secara tidak sadar seseorang bisa merasa lebih senior, lebih berpengalaman dalam hal rohani. Kemudian menganggap yang masih baru-baru itu belum ada apa-apanya. Atau merasa bahwa sudah menjadi orang yang lebih baik, mengikuti segala aturan yang berlaku yang bisa dilihat orang lain. Pujian manusia datang bertubi-tubi yang secara pelan mempengaruhi, dan menumbuhkan kesombongan rohani. Kemudian secara tidak sadar mulai membuat kasta, mengelompokkan sekumpulan orang sebagai yang tidak baik yang perlu dijauhi. Jangan-jangan yang masih baru bergabung dan dianggap belum baik ini malah diterima lebih dahulu, karena mereka berani mengakui diri sebagai orang yang bukan apa-apa. Malah lebih bisa bersyukur dan berterima kasih karena diakui sebagai keluarga Allah.

Jangan-jangan yang merasa lebih senior, lebih dekat dengan Tuhan, merasa lebih tahu siapakah Tuhan itu, menjadi sombong dalam rohani. Mungkin disinilah Tuhan malah tidak berkenan. Hal ini bisa kita bayangkan dalam kehidupan sehari-hari yang kita alami. Betapa senang sewaktu kita orang awam ini bertemu walikota, gubernur bahkan presiden. Rasanya susah dibayangkan sewaktu kita bisa bersalaman dengan mereka, bisa untuk bahan pembicaraan kalau nanti pulang ke rumah. Kita bersalaman dengan penuh hormat dan merasakan senyuman yang keluar dari para pejabat tersebut. Jangan-jangan orang-orang dekat yang mengelilingi beliau malah jarang bersalaman, saking sudah biasanya. Jangan-jangan malahan mereka sering dimarahi kalau ada sesuatu yang keliru dalam kerjanya. Yang kita lihat dan kita bayangkan hanya enaknya saja karena kedekatan dengan penguasa. Kita yang merasa hampir tidak mungkin bertemu dengan beliau, bagaikan mendapat durian runtuh ketika berkesempatan berhadapan muka.

Pemberitahuan ketiga tentang penderitaan Yesus
10:32. Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem dan Yesus berjalan di depan. Murid-murid merasa cemas dan juga orang-orang yang mengikuti Dia dari belakang merasa takut. Sekali lagi Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan Ia mulai mengatakan kepada mereka apa yang akan terjadi atas diri-Nya, 10:33 kata-Nya: "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, 10:34 dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh, dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit."
Kelihatannya Tuhan Yesus memang sengaja memberitahukan hal yang akan terjadi pada diri-Nya. Dan hal itu dilakukan berkali-kali, agar para murid tidak lupa dan memperhatikan ucapan tersebut. Mereka diajar agar jangan kaget karena sudah diberitahu sebelumnya, dan jangan sampai putus asa dan ketakutan melihat kejadian tersebut. Hal tersebut harus terjadi di Yerusalem dan tidak boleh dihindari.

Penulis bisa memahami kebingungan para murid karena hal tersebut belum terjadi. Kalau yang akan terjadi di Yerusalem seperti itu, mengapa Gurunya tetap nekad pergi menyongsong bahaya. Mestinya kan bisa menghindari penganiayaan dan pembunuhan itu, dan tidak usah masuk ke Yerusalem. Kalau perlu tinggal saja di daerah Galilea dan sekitarnya, karena masih banyak yang membutuhkan pertolongan-Nya.

Bangsa Romawi yang menjajah bangsa Yahudi disebutkan sebagai bangsa yang tidak mengenal Allah. Mereka menyembah dewa-dewa, bahkan sering kali kaisarnya dianggap sebagai dewa. Dewa yang pada waktunya akan lenyap ditelan bumi, dan sekarang ini tinggal sisa-sisa puing sebagai obyek wisata.

Permintaan Yakobus dan Yohanes
10:35 Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!" 10:36 Jawab-Nya kepada mereka: "Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?" 10:37 Lalu kata mereka: "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." 10:38 Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?"
10:39 Jawab mereka: "Kami dapat." Yesus berkata kepada mereka: "Memang, kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. 10:40 Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan."
Dalam pemahaman penulis, Yakobus dan Yohanes pada waktu itu masih berpikir bahwa kemuliaan Gurunya mestinya seperti di bumi ini. Mereka masih berpikir tentang kekuasaan dan jabatan kelas dunia. Makanya mereka disebut sebagai Putera Guruh atau Boanerges. Dalam bahasa Jawa ada ungkapan „kakehan gludhug kurang udan” yang kurang lebih kebanyakan geledek kurang hujan. Mungkin pada waktu itu mereka masih menggebu-nggebu dengan segala emosinya. Yang penting ngomong “bisa” lebih dahulu. Nyatanya mereka berdua termasuk orang pilihan selain Simon Petrus. Mungkin inilah misteri Tuhan Yesus, dimana Dia memilih orang-orang tertentu yang malah diluar perkiraan dan nalar kita.

Sepertinya dengan jawaban “aku dapat” menjadi janji yang harus terlaksana pada diri Yakobus. Yakobus termasuk yang menjadi martir pertama dari para rasul. Pada saatnya dia memang siap meminum cawan yang penuh dengan kesengsaraan jasmani, sampai mati demi Kristus dan Injil-Nya.

Tuhan Yesus sebagai manusia sejati, tetap memegang peran-Nya dan tidak mau membuka rahasia surgawi. Pada saat itu Dia sedang berperang sebagai Anak Manusia yang masih hidup di dunia. Dia hanya memberikan jawaban bahwa semuanya menjadi hak Allah untuk menentukan.

Kita tidak bisa membayangkan “duduk” disamping Allah yang seperti apa. Hal ini hampir sama dengan membayangkan surga itu seperti apa, karena belum pernah ada orang yang sempat menengok kesana, kecuali Tuhan Yesus sendiri.

Kembali kita diajar bahwa Kerajaan Allah adalah karunia Tuhan, bukan karena usaha kita dengan suatu pamrih. Kita diajar untuk sama sekali melepaskan dan menghilangkan yang disebut pamrih. Pamrih akan menjadi batu sandungan apabila tidak bisa dicapai, kemudian tumbuh rasa kecewa. Hampir sama dengan ungkapan Jawa “sepi ing pamrih rame ing gawe.” Mungkin kita hanya bisa berharap bahwa apa yang kita lakukan, Tuhan berkenan dan memberi ganjaran yang sesuai.

Bukan memerintah melainkan melayani
10:41 Mendengar itu kesepuluh murid yang lain menjadi marah kepada Yakobus dan Yohanes. 10:42 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. 10:43 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 10:44 dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. 10:45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Agar tidak terjadi perbantahan di antara para murid, kelihatannya Tuhan Yesus langsung memberikan pengajaran. Ajaran-Nya sangat bertolak belakang dengan ajaran dunia yang selama ini kita alami. Mungkin bisa kita sebutkan bahwa bahasa rohani sangat berbeda dengan bahasa duniawi atau bahasa nalar pada umumnya.

Kita diajar untuk menjadi orang yang penuh dengan kerendahan hati, mematikan ego dan kesombongan. Bukan mengharapkan pujian dunia, namun bagaimana menyenangkan Tuhan. Hal ini bukanlah hal yang gampang, namun betul-betul sangat sulit. Penulispun harus mengakui betapa beratnya mengalah dan mengalah. Sering sang Aku ini berontak untuk tidak mengalah, bahwa aku-ku masih ada dan perlu diketahui oleh orang lain. Sewaktu masih kecil dan masih muda, sudah sering dan malahan bosan melayani yang tua-tua. Sekarang sudah termasuk orang tua, maka yang muda harus gantian melayani kepada yang tua. Kalau dahulu selalu diperintah, sekarang kepengin juga sekali-kali memerintah. Mungkin dengan permainan kata-kata “minta tolong” agar tidak begitu mencolok bahwa intinya tetap ingin menyuruh.

Mungkin kita perlu membayangkan jika kita menjadi seorang hamba sahaya, yang harus selalu sendika dhawuh. Tidak boleh membantah, tidak boleh marah walaupun hanya dengan bahasa tubuh atau raut wajah. Yang ada hanya bagaimana caranya menyenangkan dan membahagiakan Sang Tuan. Satu hal yang perlu diingat bahwa seorang hamba harus siap tersakiti, entah karena perkataan ataupun perbuatan lainnya.

Tuhan Yesus malah lebih menegaskan, bagaimana Dia datang untuk melayani bahkan memberikan nyawa-Nya demi kita semua. Dia Yang Mahaagung dan kita sembah, merendahkan diri-Nya serendah-rendahnya. Kita sebagai manusia biasa malah ingin meninggikan diri dan mencari pengakuan dunia. Padahal jelas sekali bahwa siapa yang ingin mendapat pengakuan dari-Nya, harus siap dan berani menjadi pelayan. Betapa indahnya apabila setiap orang bisa saling melayani dengan penuh persaudaraan tanpa batas.

Yesus menyembuhkan Bartimeus
10:46. Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Dan ketika Yesus keluar dari Yerikho, bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. 10:47 Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" 10:48 Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!" 10:49 Lalu Yesus berhenti dan berkata: "Panggillah dia!" Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: "Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau." 10:50 Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. 10:51 Tanya Yesus kepadanya: "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu: "Rabuni, supaya aku dapat melihat!" 10:52 Lalu kata Yesus kepadanya: "Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.
Kabar tentang Sang Penyembuh nyatanya sampai juga ke telinga Bartimeus yang buta. Karena kebutaannya, dia menjadi pengemis di pinggir jalan yang sering dilewati orang. Karena kelas pengemis, maka dia tidak begitu diperhatikan oleh orang banyak. Mungkin, biarlah dia yang buta tetap buta dan menjadi pengemis. Kalau sedang ada uang dan hati gembira, yach memberi ala kadarnya. Pengemis buta tidak akan bisa mengikuti pembicaraan yang begitu besar. Paling-paling yang dibutuhkan belas kasihan orang lain dan itu menjadi keperluan yang utama.

Nyatanya Bartimeus berteriak-teriak dan mengganggu orang lain yang sedang mengerumuni Tuhan Yesus,. maka dia ditegur supaya diam. Kita memang sering meremehkan orang lain yang kita anggap bukan kelasnya. Kita cenderung tidak peduli, acuh tak acuh kepada orang-orang yang demikian. Di dalam kelemahannya ia membutuhkan sapaan, walaupun hanya satu patah kata saja. Padahal kita semua tahu dan mengerti bahwa di hadapan Tuhan setiap orang adalah sama. Akal pikiran kitalah malahan yang membutakan hati nurani kita agar Tuhan Yesus boleh berkarya.

Sebagai orang yang percaya bahwa Sang Tabib lewat di dekatnya, apapun bisa dia lakukan demi memperoleh kesembuhan. “Rawe-rawe rantas malang-malang putung” adalah ungkapan Jawa yang agak cocok. Dengan kebutaannya, yang bisa dia lakukan hanyalah berteriak semakin keras. Dan Tuhan Yesus selalu memberikan belas kasihan-Nya kepada orang-orang seperti itu. Karena iman kepercayaan akan Tuhan Yesus apapun bisa terjadi, kemudian terbukalah matanya dan melihat. Tuhan Yesus tidak menjamah mata Bartimeus, namun cukup dengan perkataan-Nya saja segalanya terjadi.

Karena namanya tercatat dalam Kitab Suci, pastilah ada sesuatu yang dilakukan oleh Bartimeus. Dia mengikuti Tuhan Yesus dalam perjalanan menuju Yerusalem dan paling tidak dia bisa ikut mendengarkan apa yang diajarkan pada waktu itu. Kemungkinan dia berkarya mewartakan kabar gembira yang dialaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar