Jumat, 11 Desember 2009

Memahami Lukas Bab20

Bab 20- Kuasa Yesus, Pajak kepada kaisar, Kebangkitan
Pertanyaan tentang Kuasa Yesus
20:1. Pada suatu hari ketika Yesus mengajar orang banyak di Bait Allah dan memberitakan Injil, datanglah imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta tua-tua ke situ, 20:2 dan mereka berkata kepada Yesus: "Katakanlah kepada kami dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu, dan siapa yang memberikan kuasa itu kepada-Mu!" 20:3 Jawab Yesus kepada mereka: "Aku juga akan mengajukan suatu pertanyaan kepada kamu. Katakanlah kepada-Ku: 20:4 Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia?" 20:5 Mereka mempertimbangkannya di antara mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata: Mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? 20:6 Tetapi jikalau kita katakan: Dari manusia, seluruh rakyat akan melempari kita dengan batu, sebab mereka yakin, bahwa Yohanes adalah seorang nabi." 20:7 Lalu mereka menjawab, bahwa mereka tidak tahu dari mana baptisan itu. 20:8 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Jawaban Tuhan Yesus terhadap pertanyaan para ahli Taurat dan kaum Farisi sering membuat kita terhenyak dan terkaget-kaget. Seringkali juga ajaran-Nya terasa bertolak belakang dengan akal budi kita selama ini. Rasanya kita diajar untuk selalu membedakan antara bahasa nalar akal budi dengan bahasa hati yang rohani. Bahasa dunia jasmani sering bertolak belakang dengan bahasa terang rohani.

Nyatanya Tuhan Yesus mengembalikan pertanyaan dengan pertanyaan dan akhirnya tidak menjawab pertanyaan tersebut. Mungkin kita hanya akan terheran-heran dan bertanya-tanya tentang imam kepala, ahli Taurat dan para tua-tua. Pastilah mereka orang-orang yang dianggap ahli kelas profesor di bidangnya, yaitu kepercayaan agamanya. Tersirat bahwa mereka tidak percaya kepada Yohanes Pembaptis sebagai seorang nabi yang diutus Allah. Malahan jangan-jangan dianggap sebagai orang gila gembel dari padang gurun. Namun tersirat juga bahwa mereka takut kepada orang banyak yang telah mengakui Yohanes Pembaptis sebagai seorang nabi. Nyatanya mereka takut juga dengan massa, yang membuat mereka menjadi orang-orang munafik. Memang kekuatan massa sering kali menakutkan dan membuat nyali semakin ciut, walaupun tadinya berkobar.

Jika Yohanes Pembaptis saja sudah tidak mereka percayai, pasti mereka tetap tidak percaya juga kepada Tuhan Yesus. Keterkaitan antara Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus sudah dinubuatkan sejak dahulu kala. Segala sesuatu harus dimulai dan diawali dari yang kecil-kecil dan sederhana. Mungkin itulah yang disebut sebagai proses tumbuh dan berkembang, kemudian berbuah.

Di zaman sekarang inipun sepertinya hal tersebut juga berlaku. Yang berbeda mungkin jawabannya yang begitu diplomatis, antara ya dan tidak, antara percaya dan belum. Misal pertanyaan :”Apakah penampakan Bunda Maria di Medjugorje itu benar? Atau percayakah komunikasi Vassula dengan Yesus itu benar?” Sebelum bisa menjawab atas pertanyaan tersebut, maka Tuhan Yesuspun tidak akan memberi jawaban. Penulis dapat memahami bahwa gereja harus ekstra hati-hati menilai, dan hal tersebut memerlukan penyelidikan dengan hati yang bersih, tanpa embel-embel apapun. Banyak kejadian tentang penampakan, namun di kemudian hari ternyata penipuan. Di sisi lain ada penampakan yang betul-betul dari yang kudus namun tidak dipercaya, dan baru di kemudian hari diakui setelah terjadi hal-hal yang mengherankan.

Penulis berpendapat bahwa apa yang datang dari Allah pasti tetap akan terlaksana, walaupun untuk mencapainya seperti tidak mungkin. Jika kita renungkan dan kita simpulkan, Allah hanya meminta untuk percaya bahwa Dia Ada. Kemudian meminta untuk melakukan perbuatan baik dan benar dalam hidup ini, tanpa syarat apapun. Hati nurani kita yang terdalam anggaplah roh yang kecil, sebenarnya sudah tahu apa yang disebut baik dan benar itu.
Perumpamaan tentang Penggarap Kebun Anggur
20:9. Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada orang banyak: "Seorang membuka kebun anggur; kemudian ia menyewakannya kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain untuk waktu yang agak lama. 20:10 Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu, supaya mereka menyerahkan sebagian dari hasil kebun anggur itu kepadanya. Tetapi penggarap-penggarap itu memukul hamba itu dan menyuruhnya pulang dengan tangan hampa. 20:11 Sesudah itu ia menyuruh seorang hamba yang lain, tetapi hamba itu juga dipukul dan dipermalukan oleh mereka, lalu disuruh pulang dengan tangan hampa. 20:12 Selanjutnya ia menyuruh hamba yang ketiga, tetapi orang itu juga dilukai oleh mereka, lalu dilemparkan ke luar kebun itu. 20:13 Maka kata tuan kebun anggur itu: Apakah yang harus kuperbuat? Aku akan menyuruh anakku yang kekasih; tentu ia mereka segani. 20:14 Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berunding, katanya: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisan ini menjadi milik kita. 20:15 Lalu mereka melemparkan dia ke luar kebun anggur itu dan membunuhnya. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu dengan mereka? 20:16 Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, dan mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain." Mendengar itu mereka berkata: "Sekali-kali jangan!"
20:17 Tetapi Yesus memandang mereka dan berkata: "Jika demikian apakah arti nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru? 20:18 Barangsiapa jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur, dan barangsiapa ditimpa batu itu, ia akan remuk." 20:19 Lalu ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala berusaha menangkap Dia pada saat itu juga, sebab mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu, tetapi mereka takut kepada orang banyak.
Dengan keahliannya para imam kepala dan ahli Taurat dapat menangkap perumpamaan tersebut di atas. Mereka dipercaya untuk menggarap kebun anggur-Nya, namun dalam perjalanan waktu seringkali merasa bahwa kebun anggur tersebut seperti miliknya sendiri. Mungkin karena kebablasan, kadang-kadang malah merasa sudah menjadi wakilnya Allah dalam segala hal di dunia ini. Begitu para wakil si pemilik resmi datang, mereka malah demo melawan karena sudah seperti miliknya sendiri. Lupa diri bahwa nenek moyangnya dahulu hanyalah seorang penggarap kebun.

Dengan akal budi pada waktu itu, kita bisa merasakan bahwa hutang nyawa harus diganti nyawa. Ajaran membalas sudah mendarah daging dan perlu dipertahankan, agar tidak diinjak-injak. Karena sudah membunuh sang ahli waris, maka para pembunuhnya tersebut harus mendapat ganjaran yang adil, yaitu dibinasakan. Namun sekarang mereka mencoba berkomentar :”Semoga tidak demikian hendaknya.” Apakah tidak ada jalan lain yang lebih bijaksana? Seolah-olah dengan komentar tersebut ingin menunjukkan bahwa keputusannya jangan begitu. Masih ada hukum yang berlaku yang akan dipimpin oleh hakim. Namun kita masih bisa berkomentar, bagaimana kalau para hakim tersebut masih satu kelompok dengan para penggarap kebun?

Bagi kita mungkin perumpamaan tersebut berhubungan dengan diri Allah Bapa sendiri dan Putera-Nya, serta bangsa Israel. Bagaimana Allah selalu mengutus para nabinya namun selalu ditolak dan dianiaya, bahkan dibunuh. Demikian juga dengan Putera-Nya yang akan dianiaya dan dibunuh di kayu salib. Bahkan akhirnya kebun tersebut akan diserahkan ke bangsa lain yang mau mengikat kontrak dengan-Nya.

Salah seorang teman penulis malah pernah berkomentar, kemanakah perginya tuan kebun anggur itu untuk waktu agak lama. Jangan-jangan pergi ke daerah lain bahkan planet lain untuk membuka kebun baru. Jenis tanaman akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi, yang jelas tetap menjadi kebutuhan pokok di daerah tersebut.

Pada zaman sekarangpun, sebenarnya banyak para penggarap kebun yang lupa diri bahwa itu bukan tanah miliknya. Repotnya pasti akan terjadi kepada keturunan para penggarap tersebut. Mungkin mereka lahir dan dibesarkan ya di kebun tersebut, sehingga merasa bahwa tanah tersebut warisan dari nenek moyangnya. Jika hanya satu penggarap masih lebih mudah untuk diajak berdialog, lha kalau sudah puluhan atau ratusan penggarap? Bisa-bisa berdemo mengerahkan massa untuk berontak, yang kalau perlu membunuh sang pewaris kebun.

Bagaimana dengan kita? Jika kita renungkan dalam-dalam, kitapun hanya ikut numpang hidup di bumi ini. Yang Empunya menyewakan tempat di bumi ini kepada kita secara bagi hasil sesuai kontrak. Secara tidak langsung kita diminta untuk mengelola bumi kecil yang dipercayakan kepada kita, agar berdaya guna dan berhasil guna. Pada saatnya kitapun akan ditagih sesuai kewajiban yang harus kita bayar. Nach!
Membayar Pajak kepada Kaisar
20:20. Ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala mengamat-amati Yesus. Mereka menyuruh kepada-Nya mata-mata yang berlaku seolah-olah orang jujur, supaya mereka dapat menjerat-Nya dengan suatu pertanyaan dan menyerahkan-Nya kepada wewenang dan kuasa wali negeri. 20:21 Orang-orang itu mengajukan pertanyaan ini kepada-Nya: "Guru, kami tahu, bahwa segala perkataan dan pengajaran-Mu benar dan Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah. 20:22 Apakah kami diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" 20:23 Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka yang licik itu, lalu berkata kepada mereka: 20:24 "Tunjukkanlah kepada-Ku suatu dinar; gambar dan tulisan siapakah ada padanya?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." 20:25 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" 20:26 Dan mereka tidak dapat menjerat Dia dalam perkataan-Nya di depan orang banyak. Mereka heran akan jawab-Nya itu dan mereka diam.
Dalam pemahaman penulis, Tuhan Yesus tidak mau terlibat dalam urusan yang duniawi. Sebagai Anak Manusia keturunan Yahudi, mereka mengharapkan muncul rasa bela negara karena dijajah bangsa Romawi. Pertanyaan dijawab dengan pertanyaan yang mungkin malah menjurus, agar kita bisa membedakan antara urusan duniawi dengan urusan rohani.

Secara tidak langsung kita diajar untuk selalu mentaati aturan yang sedang berlaku pada saat itu. Kita menjadi bagian dari suatu masyarakat, apakah merdeka ataupun dijajah yang mau tidak mau harus menurut kepada sang penguasa. Melawan penguasa harus dilakukan dengan cerdik dan tulus, agar tidak menimbulkan kesengsaraan bahkan kematian banyak orang. Melawan secara frontalpun harus penuh perhitungan, agar jangan sampai dampaknya mempengaruhi seluruh masyarakat dan menjadi korban. Para pemimpinlah yang harus bertanggung jawab kepada rakyatnya dengan penuh konsekuen. Ada keseimbangan timbal balik antara kelompok penguasa, pejabat dan jajarannya dengan masyarakat umum yang diperintah. Mungkin hal ini disebut sebagai kewajiban dan hak yang harus saling ditaati, yang akan selalu berubah sesuai situasi dan kondisi.

Dalam kehidupan sehari-hari, kelihatannya kita perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah sudah menjadi warga masyarakat yang baik atau belum. Mau tidak mau kita menjadi salah satu warga dalam masyarakat dimana kita tinggal, yang harus bisa menyatu dan membaur. Bukan membentuk kelompok eksklusif yang membangun pagar pemisah. Sudahkah kita melakukan kewajiban yang berlaku, sebelum kita berbicara tentang hak. Rasanya akan menjadi aneh apabila kita menjadi orang asing di tempat lingkungan kita tinggal, tidak kenal dan tidak dikenal oleh para tetangga.

Demikian juga halnya dengan kewajiban sebagai manusia yang masih hidup di dunia ini, masih ada kewajiban lain yang berhubungan dengan yang rohani, dengan Allah Sang Pencipta. Kita sepakati bahwa Allah-lah yang mahasetia dengan segala janji-Nya. Janji Allah bagaikan hak yang diberikan kepada manusia, dengan catatan selama manusia mentaati kewajibannya kepada Allah. Allah hanya meminta untuk mengasihi melalui perbuatan nyata, tanpa membeda-bedakan. Mengelola bumi kecil dengan sebaik-baiknya yang telah dititipkan kepada setiap manusia. Secara rutin selalu lapor dan menyetorkan kewajiban yang menjadi hak Allah.

Pertanyaan orang Saduki tentang Kebangkitan
20:27. Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 20:28 "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. 20:29 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. 20:30 Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, 20:31 dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. 20:32 Akhirnya perempuan itupun mati. 20:33 Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." 20:34 Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, 20:35 tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. 20:36 Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. 20:37 Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. 20:38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup."
Kaum Saduki kalau tidak salah keturunan imam agung Zadok yang masih keturunan Harun. Dia menjadi imam pada zaman raja Daud. Mereka termasuk orang-orang terhormat dalam Sanhedrin yang berpegang teguh kepada Kitab Taurat. Penulis tidak tahu mengapa kelompok Saduki tidak percaya akan kebangkitan. Penulis tidak tahu apakah dari penganut agama Yahudi itu sendiri dalam perjalanannya juga berbeda-beda dalam keyakinan, walaupun sama dalam hal Kitab Taurat.

Banyak teori atau keyakinan tentang kebangkitan setelah mati, yang sebenarnya begitu misteri. Kebanyakan dari kita pasti belum pernah mengalami kematian jasmani sesaat atau beberapa waktu, dan rohnya bangkit mengembara belajar di kehidupan alam lain. Begitu pulang kembali ke dalam badan wadhagnya, terus bercerita bahwa di alam sana begini dan begitu. Jikalau toch ada orang yang pernah mengalami mati suri selama sesaat tadi, mungkin belum keuber mengelilingi semua tempat sampai tuntas. Pikiran penulis inipun masih manusiawi dan mereka-reka karena belum pernah ke sana.

Jawaban Tuhan Yesuslah yang harus kita renungkan secara mendalam, walaupun dengan keterbatasan kemampuan duniawi. Kehidupan duniawi yang kita alami berbeda sama sekali dengan kehidupan setelah mati dari dunia fana ini. Kebangkitan roh atau jiwa yang dalam hal ini adalah mereka yang dianggap layak oleh Allah, karena mendapat karunia-Nya. Roh tersebut tidak akan bisa mati lagi alias baka, menjadi anak-anak Allah seperti malaikat karena sudah dibangkitkan. Jika roh tersebut kita ibaratkan chip yang sudah di program dengan benih Allah, maka begitu manusia itu mati, chip tersebut diambil Allah. Chip yang pernah diisi dengan segala macam kelakuan selama hidup, rekamannya diambil menjadi chip kosong lagi. Chip-chip yang bersih inilah yang menjadi anak-anak Allah, yang hidup namun sudah bersih dari ajaran duniawi. Kehidupan kekal tanpa batas waktu.

Seperti apakah tempat itu, jelas tidak ada yang bisa menerangkan sampai puas. Namun secara gampangnya saja kehidupan kekal adalah “papan minulya kang tanpa siksa” alias surga mulai tanpa siksa. Dikatakan bahwa Dia adalah Allah orang hidup, roh hidup yang bisa menyembah dan memuliakan Allah dengan penuh sukacita. Roh yang hidup itu seperti apa, mungkin tidak perlu untuk direka-reka dan dibayangkan. Biarlah itu menjadi misteri, dan akan kita ketahui dan kita nikmati setelah dipanggil oleh-Nya.

Bagaimana dengan mereka yang tidak dibangkitkan oleh Allah? Ya terserah saja kepada Sang Mahahakim yang adil. Pikiran manusia lagi, disuruh nunggu ya nunggu, dibiarkan keliaran ya gentayangan, dipanggil untuk diadili ya datang. Hukumannya seperti apa ya terserah Allah. Mau dihukum sehari, setahun, seabad atau seumur hidup alias kekal, itu misteri Tuhan. Mungkin disinilah mereka yang mendapat hukuman kekal disebut “mati” yang tidak mungkin bisa bangkit lagi berkumpul di hadapan Allah. Mungkin inilah chip-chip yang rusak dan dilemparkan ke tempat pembuangan, sebut saja tempat kematian kekal.

Mungkin kita perlu merenungkan bab 12:41-48, perumpamaan dibunuh karena tidak setia dan berontak, mendapat pukulan banyak karena tahu namun malas atau melanggar, dan pukulan sedikit karena tidak tahu bahwa keliru.

20:39. Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." 20:40 Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus. 20:41 Tetapi Yesus berkata kepada mereka: "Bagaimana orang dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah Anak Daud? 20:42 Sebab Daud sendiri berkata dalam kitab Mazmur: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, 20:43 sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu. 20:44 Jadi Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?"
Kelihatannya para ahli Taurat tidak begitu sependapat dengan pemikiran kaum Saduki. Penulis tidak tahu mengapa kaum Saduki tidak percaya akan adanya kebangkitan setelah mati. Maka sering dikatakan sebagai pemikiran yang sesat. Para ahli Taurat dalam hal ini bersetuju dengan perkataan Tuhan Yesus.

Perkataan Tuhan Yesus selanjutnya membikin pusing untuk mencernanya. Mungkin harus dipahami secara bahasa rohani. Mesias yang di dalam dunia disepakati sebagai anak Yusuf, padahal bukan karena karya Yusuf namun karya Roh Kudus. Yusuf sendiri diakui masih keturunan Daud, entah dari mana jalur silsilahnya. Daud menyebut Mesias sebagai Tuan yang datang dari Allah, dan duduk di sebelah kanan-Nya. Jika raja besar seperti Daud menyebut Mesias sebagai Tuan, pastilah bahwa Dia di atas segala-galanya. Bagaimana mungkin Mesias masih keturunan Daud? Mungkin inilah misteri Sang Mesias yang membuat kita semua bingung, dan kemudian mereka-reka sesuai kemampuan akal budi kita. Akal budi yang masih duniawi, mau tidak mau ya disesuaikan dengan kemampuan yang masih duniawi ini.

Paling tidak, dengan adanya silsilah yang disusun oleh Matius dan Lukas, maka akan terlihat benang merah secara duniawi bahwa Yesus masih keturunan Daud. Kita harus mengakui betapa tekunnya mereka menelusuri nenek moyang Yusuf, sehingga bisa membuat silsilah sedemikian rupa.

Dalam pemahaman penulis, sepertinya Tuhan Yesus ingin membuka cara pandang kita yang manusiawi ini. Secara hubungan darah Tuhan Yesus bukan keturunan Daud yang manusia biasa. Mesias datang dari Allah menjadi manusia sejati yang dikandung dari Roh Kudus, melalui Bunda Maria. Karena menjadi bagian dari manusia, maka harus ada yang menjadi bapak, dan kebetulan yang terpilih adalah Yusuf. Allah dari Allah, bukan karena perbuatan manusia. Mungkin disinilah yang sulit untuk diterima pada waktu itu.
Nasihat supaya waspada terhadap Ahli Taurat
20:45 Ketika semua orang banyak mendengarkan, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: 20:46 "Waspadalah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, 20:47 yang menelan rumah janda-janda dan yang mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka itu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat."
Dalam permenungan penulis, para ahli Taurat itu rasanya seperti kita juga, kecuali berjubah panjang sebagai tanda khusus. Penulis tidak munafik bahwa masih mempunyai rasa ingin menerima penghormatan, duduk di depan dan tempat terhormat. Mungkin kapasitasnya yang agak berbeda. Yang jelas ahli Taurat pasti ahli Kitab Suci, khususnya lima kitab tinggalan zaman Musa.

Dalam bayangan penulis, kaum berjubah panjang ini pandai bersilat lidah. Jika sedang melakukan perjalanan sepertinya suka berkunjung dan menginap di rumah para janda. Para janda akan merasa senang menerima tamu terhormat ini dan bisa mencurahkan apa yang dialami selama menjanda. Terjadilah konsultasi alkitabiah dan dialog panjang lebar. Si ahli Taurat bisa memberikan doa-doa yang panjang mengalir seperti air dengan halusnya. Begitu enak dan memuaskan untuk didengar telinga, yang haus akan ungkapan yang merdu merayu menyentuh kalbu. Dengan perasaan puas tadi, maka keluar dari ketulusan hati yang murni, segala macam hidangan dan bekal di perjalanan bisa diterima oleh sang pendoa. Jika dalam bersilat lidah mengena, siapa tahu warisan si janda malahan akan diberikan kepada dia. Dari pandangan si janda, jelas akan selalu dilihat dari sudut dan segi yang positif. Dia kan ahli Taurat, orang terhormat, dekat dengan Tuhan, dan sebagainya. Mungkin saja sekali waktu si janda mengernyitkan dahi, menyaksikan kelakuan si ahli Taurat yang dianggap tidak umum. Namun dipupus dalam dirinya sendiri bahwa bisa dimengerti, kan dia juga masih manusia biasa yang tidak luput dari keliru.

Dengan jelas dan tegas dinyatakan agar selalu waspada terhadap ahli-ahli Taurat yang kelakuannya seperti itu. Jangan-jangan sewaktu memimpin doa dan mengajak hening sebentar, matanya melihat ke sekeliling untuk memastikan bahwa semuanya sedang memejamkan mata, konsentrasi. Sewaktu mulut berkomat kamit mendaraskan doa, mata yang setengah terpejam selalu memperhatikan bahasa tubuh umatnya, apakah “mantra” yang diucapkan sudah mulai menyentuh hati. Jurus-jurus mantra ini yang dikembangkan dan diolah sedemikian rupa agar bisa semakin menghipnotis. Kalau sudah terbuai dengan mantra, pasti mereka akan mengamini. Buntut-buntutnya, mereka akan bersetuju dan mengangguk-angguk terhadap omongannya. Dan komentar Tuhan Yesus, hukuman terhadap mereka akan lebih berat. Jangan-jangan tanpa kita sadari kita malah terperosok, terbuai dan sering seperti mereka.

Penulis sering termenung, mengapa doa yang panjang sepertinya tidak disukai oleh Tuhan Yesus? Apakah doa panjang tersebut karena sudah dipersiapkan untuk mengelabui dan menyenangkan manusia saja? Apakah Tuhan Yesus lebih bersetuju dengan doa pendek, langsung ke tujuan, karena Dia mahatahu? Tidak perlu kata-kata bersayap yang muluk, yang hanya disukai oleh manusia pada umumnya? Akhirnya, dalam pandangan penulis Tuhan Yesus lebih senang dengan bahasa hati kita, yang mungkin malah tidak mengenal tata bahasa dan etika yang berlalu umum.
Tuhan, sekarang aku membaca apa yang Engkau katakan. Berilah aku pengertian dengan terang Roh Kudus-Mu, agar tidak ngayawara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar