Kamis, 10 Desember 2009

Memahami Lukas Bab16

Bab 16- Kesetiaan, Lazarus
Perumpamaan tentang Bendahara yang tidak Jujur
16:1. Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. 16:2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. 16:3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. 16:4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 16:5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? 16:6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. 16:7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 16:8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. 16:9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi."
Perumpamaan Tuhan Yesus semakin lama semakin sulit dipahami dan semakin dalam tak terselami. Bendahara itu memang cerdik dan yang berhutang diuntungkan karena tidak harus membayar semuanya. Hutang budi ini pasti akan dibalas oleh si terhutang kalau si bendahara pada suatu ketika menghadapi masalah.Yang dirugikan adalah si orang kaya karena tidak akan menerima semuanya. Karena saking kayanya, mungkin saja si juragan tidak merasa kehilangan materi karena perbuatan si bendahara.

Memang ada betulnya bahwa di dalam kehidupan sehari-hari anak dunia lebih cerdik daripada anak terang. Anak dunia dengan kecerdikan akal budinya dapat berbuat sesuatu yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok. Malahan yang dicerdiki kadang kadang tidak sadar bahwa sudah diakali, saking lugunya bahkan mengucapkan terima kasih. Sedangkan anak terang dengan kejujurannya tidak bisa mengakali yang seperti itu. Yang benar dikatakan benar, yang salah dikatakan salah dengan polosnya.

Mengikat persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur? Dalam benak penulis muncul pertanyaan apakah kalimat ini “nglulu” seperti sindiran yang berarti sebaliknya, tidak menyuruh. Atau memang ajaran benar-benar yang harus diikuti, karena kita masih hidup di dunia ini yang selalu berhubungan dan berkaitan dengan Mamon.

Mamon adalah materi atau uang sehingga sampai muncul ungkapan keuangan yang kuasa. Yang namanya pemegang uang, mendapat kepercayaan dan wewenang mengurus uang. Jika tidak jujur pasti akan dimanfaatkan untuk kepentingan diri atau kelompok. Pertanggungan jawab masalah keuangan dapat direkayasa, selama belum diperiksa dengan benar.

Kalau dipikir dan direnungkan dalam-dalam, memang uang itu sendiri tidak pernah jujur. Setiap saat nilai uang itu bisa berubah-rubah, suka-suka “bendahara” yang memainkan uang. Kita bisa membayangkan kalau kita bekerja mendapatkan upah, anggaplah seratus ribu rupiah sehari. Uang senilai seratus ribu rupiah tersebut kalau dibelanjakan beras pada saat itu, anggap saja mendapat duapuluh lima kilogram. Seiring berjalannya waktu, upah kita masih seratus ribu rupiah namun kalau kita belanjakan beras lagi hanya mendapat duapuluh kilogram. Rasanya tidak masuk akal apabila kita bekerja dengan energi atau tenaga yang sama, namun upahnya bisa berubah-rubah nilainya, justru semakin menurun. Bisa jadi jumlah uangnya bertambah namun nilainya sudah berbeda. Pasti ahli keuangan bisa menjelaskan dengan teorinya yang begitu hebat, namun tetap saja sulit diterima oleh yang bodoh ini. Apakah ini kecerdikan anak-anak dunia?

Pada batas tertentu, memang uang dan materi tidak bisa menolong kita. Kita bisa membayangkan jikalau kita menjelajah ke puncak gunung lewat hutan belukar, atau mengarungi lautan yang luas. Apabila bekal makanan habis, bergunakah uang dan materi yang berlimpah tersebut di tengah hutan atau lautan? Kita tidak bisa bertransaksi dengan uang kita karena tidak berjumpa dengan orang. Mungkin pada saat tersebut akal budi kita akan menggerutu, mengapa tidak membawa bekal makan minum yang berlimpah. Jalan lainnya kalau sampai hati ya makan dan minum apa yang kita jumpai, yang mungkin saja kita sebut tidak layak dan menjijikkan kalau pas berada di kota. Dalam keadaan kelaparan dan kehausan yang tak tertahankan, segalanya bisa menjadi layak dan halal. Alternatif terakhir mungkin yang dapat kita lakukan hanya pasrah dan berdoa kepada yang kuasa. Ingat Tuhan! Dan bertobat minta tolong agar datang mukjizat!

Dari sisi lain, kita bisa merasakan bahwa segala sesuatu materi yang ada pada kita sebenarnya bukan milik kita. Materi tersebut dalam sekejap bisa hilang, luluh lantak hancur berantakan. Anggap saja karena terjadi bencana yang tidak bisa kita duga. Semuanya adalah titipan dan kita diminta untuk mengelolanya dengan baik. Harta duniawi di hadapan Tuhan tidak menjadikan kita lebih hebat atau lebih besar, namun hal tersebut dimaklumi bahwa kita tidak bisa lepas dari yang duniawi selama masih hidup di dunia. Kita diajar untuk menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan semua orang, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan kita.

Apabila harta duniawi ini sudah tidak bisa kita manfaatkan lagi, masih ada harta rohani yang tidak bisa hancur sebagai bekal menuju rumah Tuhan. Tabungan harta rohani ini kita peroleh karena perbuatan baik melalui persahabatan, saling berbagi kasih dan saling menghargai sesama.
Setia dalam hal yang Kecil
16:10 "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 16:11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? 16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? 16:13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
Kesetiaan sepertinya menjadi kata kunci dalam segala hal. Maksud penulis adalah kesetiaan dalam hal positif, kerena yang negatifpun dibutuhkan kesetiaan. Buah-buah kesetiaan adalah dipercaya. Menjadi setia kadang-kadang diperlukan pembuktian melalui ujian. Ujian dari yang kecil-kecil dan sederhana, dan semakin lama semakin besar. Belajar ke-benar-anpun dimulai dari yang kecil dan sederhana, bagaikan orang yang sekolah semakin tinggi.

Ungkapan selanjutnya agak membingungkan, apakah karena kita hidup di dunia dengan segala macam aturannya, ataukah terkandung pemahaman yang lebih dalam. Mau tidak mau, suka tidak suka di zaman sekarang ini segalanya diperhitungkan dengan uang. Tanpa uang nyatanya menumbuhkan kekawatiran, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah jarang sekali seseorang melakukan barter untuk kebutuhan sehari-hari. Jika hari ini harga bensin tiga ribu rupiah satu liter, besok pagi menjadi empat ribu rupiah, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Semuanya tergantung yang menentukan harga, pada saat kapan harganya akan dirubah. Kalau semuanya sudah menjadi kebutuhan pokok dan sangat diperlukan, apa boleh buat, dengan sangat terpaksa semuanya dipenuhi. Sayangnya hampir tidak ada atau jarang sekali sesuatu yang harganya turun. Inilah dinamika hidup yang sering kita alami.

Kemudian Tuhan Yesus sepertinya menegaskan bahwa kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Uang secara bersamaan. Jika kita kembali ke ajaran pokok, mengasihi Allah dan sesama, jelaslah bahwa Allah segala-galanya, yang diungkapkan melalui perbuatan kita kepada sesama. Mengasihi sesama berarti bisa hidup bermasyarakat yang bisa saling berbagi. Mau tidak mau akan berhubungan dengan kebutuhan rohani dan jasmani, materi dan uang. Mungkin pemahamannya adalah mengabdi kepada Allah dinomor satukan, sedangkan uang hanya bagian dari kehidupan ini yang tidak boleh diabaikan. Tuhan maha memaklumi akan fenomena yang terjadi di dunia ini. Jika kita menomor satukan uang, maka segalanya akan dipandang dari sudut uang. Keuangan yang kuasa! Jangan-jangan Allah hanya menjadi bagian kecil, yang kalau perlu dapat dibeli dengan uang. Jangan kaget apabila suatu ketika ada orang yang menginvestasikan kekayaannya untuk mencari cara agar hidup panjang dan sehat. Paling tidak tubuhnya yang sudah tanpa roh itu tidak mengalami rusak selama-lamanya.

Mungkin kita harus belajar dari sejarah, bagaimana Gereja dicemooh oleh umatnya sendiri, dikala pengaruh uang merasuki tubuhnya. Uang memiliki kekuasaan yang secara tidak sadar dijabarkan memiliki kebenaran. Dampak jangka panjangnya bisa melunturkan nilai-nilai ajaran Tuhan Yesus sendiri. Dengan kekayaan seolah-olah segalanya bisa dibeli, termasuk kebenaran itu sendiri.

16:14 Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. 16:15 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah. 16:16 Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. 16:17 Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal. 16:18 Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah."
Kaum Farisi disebut sebagai hamba uang, mungkin mereka memang menyukai uang. Dengan uang hampir segalanya dapat dibeli. Dalam pandangan umum, tidak bisa kita pungkiri bahwa yang ber-uang itu dikagumi, disegani dan dihormati. Yang mengagetkan, hal ini malah dibenci oleh Allah. Kalau kita mencoba masuk semakin dalam dan kita renungkan, memang sebenarnya yang dikagumi manusia itu hanya kelebihannya saja. Segalanya dilihat dari kekayaannya, materinya, jabatannya dan sejenisnya lagi. Coba kita bayangkan jika orang tersebut kita kenal sebagai yang tidak mempunyai kelebihan apa-apa. Pasti tidak akan terbersit rasa kekaguman tersebut, dan akan kita anggap sebagai yang biasa-biasa saja. Disinilah yang dibenci oleh Allah karena tanpa sadar kita telah mengagumi Mamon. Bukan mengagumi seseorang karena pribadinya, kebaikannya, kebenarannya, kesederhanaannya, keadilannya, ketulusannya dan sebagainya.

Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes. Kalimat ini sedikit agak berbeda dengan tulisan Matius dan sering diperdebatkan. Seolah-olah dengan mendalami Kitab Suci Pejanjian Baru sudah cukup. Cukup atau tidak, sebenarnya kembali kepada setiap orang. Akan sangat sulit menilai keimanan seseorang kepada Yahwe, bahkan rasanya tidak mungkin. Yang kita lihat pada umumnya hanya kulit luar, perkataan dan perbuatan setiap hari.

Dalam pemahaman penulis, Tuhan Yesus sudah mulai menggenapi apa yang tertulis di dalam Hukum Taurat maupun kitab para nabi. Allah sendiri berkenan hadir di dunia sebagi Anak Manusia yang kenyataannya tidak dipandang sebelah mata. Padahal yang dibutuhkan adalah percaya bahwa Dialah yang ditunggu-tunggu selama ini. Yohanes Pembaptispun sudah pernah mengatakan tentang siapakah Dia sebenarnya. Jangan kaget apabila setelah saat itu akan banyak muncul para mesias palsu dengan pamrih tertentu. Tuhan Yesus meluruskan untuk kembali ke ajaran yang benar, yang penjabarannya seringkali malah melenceng dan dijadikan adat kebiasaan. Saat itu Kitab Suci Perjanjian Baru belum ada.

Makanya dikatakan bahwa hukum Taurat tidak akan batal setitikpun. Nubuat para nabi harus digenapi, yaitu kedatangan-Nya. Kita mengenal semuanya itu yang terangkum dalam Kitab Perjanjian Lama. Mungkin pada saat itu akan lebih mudah mengikuti aturan atau kewajiban agama yang sudah ada daripada mengimani bahwa Yesus Kristus si Anak Manusia adalah Tuhan. Pikir mereka seharusnya Tuhan yang hadir di dunia ini seperti begini dan begitu, yang kita sesuaikan dengan selera kita pada waktu itu. Yang datang nyatanya tidak sesuai dengan harapan, dan dampaknya ya tidak berani untuk mengambil risiko mengikut Dia. Yang muncul dalam hati malahan iri dan dengki karena menjadi pesaing mereka.

Selanjutnya Tuhan Yesus menekankan bahwa cerai dan kawin lagi adalah perbuatan zinah. Hal ini mengacu kepada salah satu sepuluh perintah Allah yang diterima oleh nabi Musa. Bercerai dengan alasan apapun berarti memutuskan ikatan cinta kasih yang sebelumnya sudah dijalin. Mengasihi berarti berani mengalahkan ego pribadi demi kasih itu sendiri. Dan itu berlaku bagi semua pihak untuk saling mengasihi, saling mengalah, saling berbagi, saling menguatkan. Saling dan saling diri sisi yang positif.
Perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin
16:19. "Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. 16:20 Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, 16:21 dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. 16:22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. 16:23 Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. 16:24 Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. 16:25 Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. 16:26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. 16:27 Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, 16:28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. 16:29 Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. 16:30 Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. 16:31 Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati."
Perumpamaan ini hanya kita temukan di Lukas. Kita semua bisa memahami bahwa kemudian si kaya masuk ke dalam neraka sedangkan si miskin di pangkuan Abraham di surga. Tuhan Yesus hanya menyebut si kaya tanpa diberi nama, padahal biasanya orang-orang terhormatlah yang dikenal namanya. Masyarakat kecil kaum sederhana biasanya tidak pernah disebutkan namanya, bahkan tidak dikenal. Namun perumpamaan Tuhan Yesus malah sebaliknya, memberi nama si miskin Lazarus. Bersyukurlah bahwa Allah tidak pernah melupakan nama setiap umatnya yang disayangi. Sekecil dan serendah apapun orang tersebut di dunia, namanya tidak pernah dilupakan oleh Allah. Anehnya mereka yang begitu dikenal di dunia, malah tidak dikenal oleh Tuhan Yesus.

Lazarus yang hanya menunggu jatuhnya makanan yang jatuh dari meja, dapat kita katakan bahwa si kaya tidak mau tahu dan tidak peduli kepada si miskin. Si miskin begitu hinanya sehingga hanya ditemani binatang anjing yang menjilati boroknya. Ada tembok pemisah yang tinggi antara si kaya dengan Lazarus. Si kaya dengan teman-temannya berpesta pora, sedangkan Lazarus kelaparan sendirian di luar tembok. Lazarus yang berbaring dengan boroknya menandakan betapa menderitanya dia di dunia ini. Padahal di atas sana sedang ada pesta makan-makan sampai bersisa. Si pengemis merasa cukup dengan hanya remah sisa-sisa yang jatuh.

Begitu keduanya mati, yang kaya di neraka dan Lazarus di surga. Keadaannya menjadi terbalik, Lazarus banyak temannya yaitu para malaikat dan orang kudus, sedangkan si kaya kesepian menderita panasnya api neraka. Mungkin yang lain sibuk dengan penderitaannya masing-masing. Mereka terpisahkan oleh jurang yang tak terseberangi. Yang kuduspun sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk membantu yang tersiksa. Si Kaya ini minta tolong ingin memberitahu saudaranya agar jangan sampai masuk ke tempat penderitaan. Namun dijawab Abraham bahwa sudah banyak kesaksian dari para nabi yang semestinya diikuti dan dipatuhi. Namun si kaya bersikeras bahwa para nabi kan belum pernah mengalami mati. Jadi yang masih hidup tidak tahu persis seperti apa itu neraka dan surga. Kalau yang bersaksi datang dari antara orang mati pasti mereka percaya dan bertobat.

Jawaban Abraham yang diungkapkan Tuhan Yesus selanjutnya sepertinya tersirat, mengindikasikan bahwa yang bangkit dari antara orang mati adalah Tuhan Yesus sendiri. Walaupun ada orang mati dan bangkit lagi, tetap saja bahwa banyak orang tidak bisa diyakinkan. Kita tahu di zaman sekarang inipun banyak orang tidak bisa diyakinkan oleh kebangkitan Tuhan Yesus. Banyak orang tidak percaya dan bahkan melecehkan bahwa Dia adalah Allah sendiri yang hadir di dunia. Hanya Dialah yang bisa mengalahkan alam maut.

Perumpamaan tersebut mengajar kita bahwa setelah melalui peziarahan hidup ini, semua orang akan mengalami kematian. Kematian tubuh atau badan wadhag, namun rohnya tidak akan pernah mati. Ada kehidupan lain yang harus tetap dijalani oleh roh, tergantung bagaimana yang Empunya roh akan menempatkan. Semuanya dikembalikan bagaimana sewaktu masih hidup di dunia dengan kedagingannya ini. Tidak ada seorangpun yang bisa mengklaim bisa memberikan surga atau neraka. Ajaran-Nya kelihatan sepele, hanya diminta untuk mengasihi dan mengasihi sesamanya. Mengasihi berarti mempunyai rasa peduli kepada orang lain, apalagi yang membutuhkan uluran tangan. Mengasihi jelas bertentangan dengan balas dendam, iri dengki dan sejenisnya. Membalas dengan perbuatan yang sama, berarti tidak ada bedanya dengan yang dibalas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar