Selasa, 01 Desember 2009

Memahami Markus Bab14

Bab 14 - Diurapi, Perjamuan Kudus, Ditangkap

Rencana untuk membunuh Yesus
14:1. Hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi akan mulai dua hari lagi. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat, 14:2 sebab mereka berkata: "Jangan pada waktu perayaan, supaya jangan timbul keributan di antara rakyat."
Kelihatannya para Sanhedrin sudah tidak bisa menunggu lagi untuk segera melenyapkan Sang Pesaing. Mumpung Dia berada di Yerusalem dan tempat bermalamnyapun di tempat sunyi. Rasanya tidak mungkin untuk menangkap Dia di siang hari. Banyak masyarakat yang membutuhkan pertolongan-Nya pasti akan melindungi dan bisa terjadi keributan besar. Jika terjadi perdebatan dan perselisihan, merekapun belum tentu bisa menang dengan kelompok massa.

Yang namanya tipu muslihat, pastilah perbuatan yang tidak bisa dibenarkan oleh siapapun. Tipu muslihat pastilah demi keuntungan sendiri atau kelompok dan akan merugikan pihak lain. Kalau hanya alasan, setiap orang pasti bisa membuat argumentasi. Yang lebih penting bagaimana alasan tersebut bisa diterima, yang kalau perlu dengan referensi Kitab Suci agar tidak terbantahkan. Seribu satu macam cara bisa dicari dan dipilih mana yang paling baik.

Tipu muslihat yang agak halus adalah mengundang Dia dengan paksa untuk bertemu dengan para tokoh agama yang berada di Yerusalem. Mengundang paksa, perlu disiapkan pengawal dengan alasan untuk melindungi, dianggap tamu terhormat yang harus didampingi. Jika memungkinkan sebelum hari perayaan orang Yahudi, semuanya sudah selesai. Para imam bisa memberikan penjelasan sewaktu kotbah, yang bersumber dari Kitab Suci yang ada.

Permufakatan jahat ditinjau dari sisi dan sudut mana saja pasti perbuatan yang tidak baik. Buah-buah permufakatan tersebut pasti akan merugikan pihak lain dan mengingkari rasa keadilan dan kebenaran. Dalam kecemburuan yang begitu dalam, yang terbersit hanyalah pikiran negatif.

Yesus diurapi
14:3 Ketika Yesus berada di Betania, di rumah Simon si kusta, dan sedang duduk makan, datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.
14:4 Ada orang yang menjadi gusar dan berkata seorang kepada yang lain: "Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? 14:5 Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin." Lalu mereka memarahi perempuan itu.
14:6 Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah dia. Mengapa kamu menyusahkan dia? Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku. 14:7 Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. 14:8 Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku. 14:9 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia."
Mungkin kitapun sering berkomentar seperti salah seorang murid tersebut. Mengapa mesti terjadi pemborosan yang tidak perlu. Kelihatannya komentar seperti itu tidak keliru amat, namun mungkin ada satu hal yang belum kita ketahui latar belakang dibalik pemborosan. Jangan-jangan ada sesuatu yang tidak bisa diperhitungkan dengan materi saja. Ada sesuatu yang bergelora di dalam diri, yang dapat membuat seseorang tidak lagi memikirkan bahwa hal tersebut bisa dianggap orang lain sebagi pemborosan. Demi orang yang dihormati, disegani atau perasaan lainnya yang sukar diungkapkan, kita mengeluarkan biaya yang relatif besar dengan begitu ikhlas, penuh suka cita. Ada perasaan puas dan bahagia apabila biaya yang kita keluarkan tersebut diterima dengan senang dan terima kasih.

Kita bisa membayangkan wajah perempuan tersebut sewaktu dikomentari, yang malah lebih condong ke teguran. Jika dibalas karena tersinggung : “ini kan narwastu milikku sendiri, terserah saja mau aku pakai apa. Kenapa mesti ribut berkomentar?” Kemungkinan besar salah seorang murid tersebut akan terkejut. Memang, orang sering berkomentar itu setelah menyaksikan atau mendengar suatu perbuatan. Dan umumnya yang disebut komentar, selalu menilai dan lebih mendekati pembenaran diri. Harapannya banyak yang bersepakat dan menyetujui komentar tersebut.

Tuhan Yesus nyatanya berkomentar lain dengan pikiran kita. Selama itu perbuatan baik, biar saja seseorang berbuat apa saja yang bisa memuaskan perasaannya. Selama perbuatan baik tersebut tidak merugikan siapapun, mengapa mesti dikomentari yang agak negatif? Dalam pemahaman penulis, kita diajar untuk bisa menjadi penonton dan pendengar aktif lebih dulu. Mungkin yang perlu kita korek pertama kali adalah mengapa seseorang sampai berbuat sesuatu. Ada apa di balik semua itu, agar kita bisa meraba rasakan dan kita renungkan. Akhirnya kita diajar untuk bisa memaklumi tentang perbuatan orang tersebut. Memaklumi tidak harus selalu sepakat dan menyetujui, namun paling tidak kita menjadi tahu dan mengerti latar belakang perbuatannya.

Tuhan Yesus malah memaknai perbuatan perempuan tersebut sebagai persiapan penguburan-Nya. Kita bisa membayangkan bahwa penguburan yang akan terjadi sebentar lagi akan begitu tergesa-gesa. Tidak ada waktu untuk merawat jenazah-Nya dengan rempah-rempah dan wewangian seperti pada umumnya. Mereka masih terikat oleh tradisi Yahudi yang berlaku pada waktu itu. Jumat petang yang sudah masuk hari Sabat, tidak ada seorangpun yang boleh bekerja, apapun pekerjaan itu.

Dan hanya itulah yang bisa dilakukan oleh perempuan tersebut pada waktu itu. Dalam kehidupan sehari-hari, mari kita bayangkan apa komentar kita jika ada suatu keluarga yang tidak pernah berkumpul dalam doa lingkungan. Dia hanya berkumpul dalam doa hanya sewaktu kegiatan tersebut diselenggarakan di rumahnya. Ketempatan doa mau, kehadiran dirumah warga lain selalu tidak bisa. Pasti macam-macam komentar, sesuai apa yang dirasakan oleh setiap orang. Mungkin jawaban yang paling pas, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus. Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya pada waktu itu. Mau ketempatan doa di lingkungan saja sudah syukur. Masih banyak orang lain yang sama sekali tidak pernah berkumpul dalam doa lingkungan, namun kita malah tidak pernah berkomentar dan berbuat sesuatu. Mungkin malah lebih mendekati tidak peduli kepada mereka.

Ada satu hal yang kurang, memang kejadian ini tertulis dalam Injil Markus namun sayangnya kita tidak tahu nama perempuan tersebut. Sepertinya kita disuruh menduga-duga siapakah gerangan perempuan ini, yang kemungkinannya bisa keliru. Penulispun hanya bisa menduga bahwa perempuan ini telah menerima pencerahan dari Tuhan Yesus, yang mengubah jalan hidupnya.

Yudas mengkhianati Yesus
14:10 Lalu pergilah Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu, kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan Yesus kepada mereka. 14:11 Mereka sangat gembira waktu mendengarnya dan mereka berjanji akan memberikan uang kepadanya. Kemudian ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.
Dalam pemahaman penulis, pada waktu itu Yudas Iskariot merasa kecewa dengan Gurunya. Mungkin ada suatu harapan yang duniawi, semoga Sang Guru bisa menjadi pengkhotbah, penyembuh dan pemimpin dunia. Dalam keadaan dijajah oleh bangsa Romawi, dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa mempengaruhi masyarakat untuk berontak. Sang Guru dianggap memenuhi segala kriteria dan bisa diangkat sebagai raja, apabila perjuangannya menang. Nubuat para nabipun kelihatannya sejalan bahwa Dialah yang akan meraja di dunia. Kalau Dia menjadi raja, maka sebagai murid pilihan mestinya akan mendapat jabatan yang lumayan.

Mengapa beberapa hari belakangan ini malah Sang Guru berbicara tentang kematian-Nya? Lha kalau Dia mati, apa lagi yang bisa diharapkan? Jangan-jangan malah dimasukkan ke dalam kelompok yang harus dikejar-kejar dan dianiaya. Yang paling aman, ya mendekati para imam kepala, malahan bisa dianggap sebagai pahlawan oleh mereka. Muncullah pemikiran untuk khianat dan mencari kesempatan baik, bagaimana caranya menyerahkan Gurunya.

Segala sesuatunya seperti sudah diatur; kebetulan sekali bagi para anggota Sanhedrin yang sedang berupaya menangkap Tuhan Yesus, malah sekarang seorang murid-Nya datang. Mungkin dengan bujuk rayu bahwa mereka ingin bertemu dengan Gurunya untuk berdialog tentang agama. Pasti mereka tidak berbicara kepada Yudas Iskariot bahwa ingin membunuh Sang Guru. Selama ini Dia tidak mau memenuhi undangan untuk bertemu dengan para tokoh agama, dan sibuk mengajar dan menyembuhkan orang yang membutuhkan bantuan-Nya.

Kita bisa menangkap bahwa Tuhan Yesus tidak pernah mengikat para murid-Nya untuk selalu bersama dengan Dia. Sepertinya ada kebebasan yang diberikan kepada para murid-Nya untuk sewaktu-waktu pergi, entah bertemu dengan keluarganya ataupun keperluan lain.

Yesus makan Paskah dengan murid-Nya
14:12. Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: "Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?"
14:13 Lalu Ia menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: "Pergilah ke kota; di sana kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Ikutilah dia 14:14 dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya: Pesan Guru: di manakah ruangan yang disediakan bagi-Ku untuk makan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku? 14:15 Lalu orang itu akan menunjukkan kamu sebuah ruangan atas yang besar, yang sudah lengkap dan tersedia. Di situlah kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!" 14:16 Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.
“Ngerti sadurunge winarah” ungkapan bahasa Jawa yang berarti sudah tahu dan melihat apa yang akan terjadi. Hal ini dialami oleh para murid untuk yang kesekian kalinya. Dua orang murid yang disuruh menyaksikan dan mengalami sendiri bahwa yang diucapkan Sang Guru tidak meleset.

Kita bisa berandai-andai bahwa yang empunya rumah sudah berbicara dengan Tuhan Yesus. Dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk perjamuan Paskah, sesuai dengan hasil pembicaraan sebelumnya. Namun bertemu dengan seseorang yang membawa kendi berisi air pasti tidak masuk dalam pembicaraan. Kedua murid-Nya dituntun agar mereka semakin percaya bahwa Gurunya menguasai segalanya, menembus batas ruang dan waktu. Yang bisa seperti itu hanyalah Allah sendiri. Sehebat-hebatnya manusia, masih ada saja kekurangan yang tidak lepas dari dirinya.

Dalam kehidupan sehari-hari dimana kita sering mendaraskan Syahadat, nyatanya percaya dan pasrah kepada Tuhan secara total masih begitu sulit. Ada saja kebimbangan dan keraguan yang menghadang dan menghambat. Sekecil apapun keraguan itu yang sering tidak kita sadari, tidak jarang membuat kita bertanya-tanya mengapa doa permohonan tidak dikabulkan. Jika kita sebagai orang tua, kitapun tidak selalu mengabulkan permintaan anak seketika itu juga. Ada banyak pertimbangan yang menurut kita baik dan benar. Padahal belum tentu pertimbangan tersebut bisa langsung diterima oleh anak kita. Hal ini hampir sama dengan kita yang memohon kepada Allah Bapa. Paling tidak kita bisa berkaca bagaimana Tuhan Yesus di Nazaret sedikit sekali menyembuhkan karena tidak percaya dan ragu-ragu.

14:17 Setelah hari malam, datanglah Yesus bersama-sama dengan kedua belas murid itu. 14:18 Ketika mereka duduk di situ dan sedang makan, Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku."
14:19 Maka sedihlah hati mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?"
14:20 Ia menjawab: "Orang itu ialah salah seorang dari kamu yang dua belas ini, dia yang mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan Aku. 14:21 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."
Tuhan Yesus sudah tahu apa yang akan diperbuat oleh Yudas Iskariot, namun Dia tidak mengatakan dengan terang-terangan. Biarlah para murid bertanya-tanya dalam dirinya sendiri siapakah yang dimaksud dengan hal tersebut. Yudas Iskariot sendiri pasti mengerti akan ucapan Gurunya, bahwa yang dimaksud adalah dirinya. Ia tidak langsung sadar dan merubah niatnya karena berbagai alasan. “nDilalah kersaning Allah” mungkin ungkapan yang paling pas untuk situasi yang seperti itu. Semuanya memang harus terjadi sesuai skenario Allah sendiri.

Kecaman Tuhan Yesus sepertinya begitu mengerikan karena orang tersebut dikatakan akan celaka. Akan lebih baik apa bila orang tersebut tidak dilahirkan. Sudah dilahirkan hanya untuk mengalami celaka, apa gunanya. Penulis hanya bertanya ke dalam diri sendiri, apa bila tidak ada Yudas Iskariot, terus siapakah yang akan menjadi aktor penggantinya agar nubuat terjadi. Penulis tidak tahu apakah celaka tersebut hanya berlaku sewaktu di dunia ataukah malahan celaka dunia akhirat. Padahal dia diperlukan untuk penggenapan nubuat yang memang harus terjadi. Aktor pengkhianat harus ada agar jalannya cerita sesuai dengan skenario. Semua terserah kepada Tuhan, yang empunya langit dan bumi dan segala isinya ini.

Yang jelas perbuatan menjadi pengkhianat itu bukanlah hal yang baik. Dengan alasan apapun, pengkhianat selalu dikutuk dan dikecam oleh banyak orang. Lebih baik jika dia tidak dilahirkan dari pada menjadi manusia pengkhianat dan akhirnya celaka. Jangan-jangan secara tidak sadar kitapun pernah atau bahkan sering menjadi pengkhianat di dalam kelompok kita. Kita merasa tidak puas namun segan untuk bercerita di dalam kelompok. Yang kita lakukan malahan berbicara di luar kelompok kita atau menggerutu di belakang. Secara tidak sadar kita malah curhat ke pihak lain yang kita anggap mau mendengarkan. Yang tadinya tertutup malahan sekarang menjadi terbuka, yang belum tentu menjadi lebih baik.

Penetapan Perjamuan Kudus
14:22 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Ambillah, inilah tubuh-Ku."
14:23 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu. 14:24 Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang. 14:25 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah." 14:26 Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.
Inilah cikal bakal Pejamuan Kudus yang kita alami sampai saat ini dan selama-lamanya. Kita sudah biasa memakan Tubuh-Nya sewaktu kita mengikuti Misa Kudus. Penulispun merasa rindu untuk mencicipi Darah-Nya yang selama ini dinikmati para imam. Namun bila mencoba merenungkan bahwa Darah-Nya adalah darah perjanjian, rasanya yang pantas minum ya hanya para imam. Penulis membayangkan suatu perjanjian darah yang seharusnya disepakati oleh kedua belah pihak. Tuhan Yesus menumpahkan Darah-Nya bagi banyak orang, sedangkan apa yang telah penulis lakukan? Melakukan perbuatan baik dan benar dengan penuh sportif dan konsekuen saja belum bisa. Hal ini hampir sama artinya bahwa belum bisa memegang perjanjian. Apalagi harus siap dan bersedia berdarah-darah karena menjadi murid-Nya. Mungkin yang disebut pantas dan layak minum Darah-Nya, sewaktu melaksanakan sakramen baptis dan sakramen pernikahan. Disitu ada janji yang kita ikrarkan, yang sudah semestinya dan seharusnya kita taati. Kesetiaan dari janji yang sudah kita ucapkan saja masih belum bisa kita laksanakan, apalagi perjanjian darah.

Kemudian penulis mulai bingung untuk memahami ucapan-Nya yang terakhir. Dia tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai saatnya dalam Kerajaan Allah. Pikiran penulis sendiri merenung bahwa Dialah Sang pokok anggur dan kita menjadi cabang dan ranting-rantingnya. Tidak ada pohon anggur yang memakan atau meminum buahnya sendiri. Buah-buahnya malah diberikan kepada semua orang yang mau menikmatinya. Buahnya menjadi berkat bagi banyak orang. Jika tidak ada yang memetiknya maka masih ada binatang yang mau menikmatinya. Jika tidak ada sama sekali maka buah itu akan jatuh, menyatu dengan tanah menjadi pupuk. Berkat tersebut kembali kepada sang pokok anggur. Ada sesuatu yang misteri di dalam Kerajaan Allah dimana ada anggur baru yang bisa dinikmati bersama-sama.

Petrus akan menyangkal Yesus
14:27 Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai. 14:28 Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea." 14:29 Kata Petrus kepada-Nya: "Biarpun mereka semua tergoncang imannya, aku tidak." 14:30 Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali."
14:31 Tetapi dengan lebih bersungguh-sungguh Petrus berkata: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." Semua yang lainpun berkata demikian juga.
Sewaktu mereka berangkat ke Bukit Zaitun, sepertinya Yudas Iskariot dengan alasan tertentu meninggalkan rombongan tersebut. Yang harus terjadi terjadilah dan Tuhan Yesus membiarkannya untuk pergi. Saat dalam perjalanan itulah Tuhan Yesus memberitahu secara samar-samar. Iman para murid akan tergoncang, perasaan ketakutan dan menyebabkan lari menyelamatkan diri. Tuhan Yesus sudah memberitahu bahwa setelah bangkit dari kematian, Dia akan mendahului ke Galilea.

Dengan spontan dan mungkin juga dengan agak sombong, Petrus merasa yakin bahwa ia tidak akan goncang. Entah dengan pandangan serius atau malahan sedikit tersenyum, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ia akan menyangkal pada malam itu juga. Mungkin karena belum bisa membayangkan apa yang akan terjadi, semua murid sepertinya sepakat bahwa mereka akan tabah dan tegar. Ungkapan Tuhan Yesus untuk sesuatu yang belum terjadi masih membuat bingung untuk dipahami secara jelas. Sebagai manusia biasa dan masih berkumpul dengan Sang Guru, yang penting pada saat itu tidak perlu takut. Selama masih bersama-sama, segala pencobaan, gangguan, bencanapasti bisa diselesaikan oleh Sang Guru.

Dalam kehidupan sehari-hari kitapun sama seperti para murid pada waktu itu. Selama masih di dalam kelompok sendiri kita masih bisa bersuara lantang, seakan-akan dalam situasi apapun kita akan tetap tegar. Namun begitu dihadapkan pada situasi yang cukup ekstrim dalam kesendirian, nyali yang tadinya berkobar, tiba-tiba kehabisan minyak dan meredup. Untuk sesaat lupa kepada Tuhan dan otak kita berputar sendiri mencari jalan keluar. Rasanya sangat sulit untuk berpasrah kepada Roh Kudus, biarlah Dia yang menuntun kita.
.
Di taman Getsemani
14:32. Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku berdoa." 14:33 Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar, 14:34 lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah."
Penulis mencoba membayangkan ketika rombongan tersebut berjalan di gelap malam. Begitu sampai di taman Getsemani, para murid disuruh berhenti istirahat dan menunggu dahulu karena Dia akan berdoa. Kemudian Dia memanggil Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk ikut bersamanya. Ketiga murid tersebut langsung berdiri, berjalan mengikuti dari belakang.

Setelah sampai di suatu tempat yang dirasa cocok, mungkin banyak pembicaraan atau pesan yang disampaikan. Kemudian Dia mengungkapkan kemanusiaan-Nya, bahwa Dia betul-betul manusia sejati. Manusia yang mempunyai perasaan takut dan ngeri apabila membayangkan penganiayaan yang akan terjadi. Peran sebagai manusia sejati tetap dipegang teguh, seperti layaknya manusia. Penganiayaan, penderitaan yang hebat tak terbayangkan tinggal menunggu waktu. Rasanya lebih baik mati segera dari pada mengalami penderitaan yang mengerikan. Perasaan sedih mengapa masih banyak orang yang tetap tegar tengkuk dan tidak bisa percaya, walaupun telah mendengar dan melihat segala macam mukjizat yang mengherankan.

Kemudian ketiga murid disuruhnya untuk berjaga-jaga, bukan untuk tidur. Menjaga Sang Guru yang akan berdoa sendiri kepada Allah Bapa. Berjaga yang semestinya harus bisa mengalahkan segala macam hambatan ataupun pencobaan. Bertahan dengan suatu usaha melawan rasa kantuk. Bukan memanjakan diri karena buaian malam yang membuat terlena.

Mungkin kita bisa memaklumi bahwa dari perjalanan dan berkarya seharian, kemudian dilanjutkan dengan perjamuan malam yang tidak seperti hari-hari biasa. Hari-hari sebelumnya diisi dengan pengajaran rohani yang mungkin sampai larut malam. Kelelahan dan kekenyangan diiringi rasa kantuk, yang paling enak memang dipergunakan untuk tidur. Dan umumnya kitapun akan kalah yang akhirnya menyerah dibawah kuasa belaian malam.

14:35 Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya. 14:36 Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."

14:37 Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam? 14:38 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah." 14:39 Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.
Penulis mencoba membayangkan bahwa Tuhan Yesus melangkah maju, menjauh dari ketiga murid-Nya. Tanah disitu berbatu-batu yang cukup keras dan tidak rata. Di hadapan-Nya ada bongkahan batu yang cukup besar. Dia tidak berlutut seperti sewaktu kita berdoa, melainkan merebahkan diri di atas batu. Tangan-Nya menjulur ke depan agak terbuka, berpegangan pada bongkahan batu tersebut. Kemudian Dia ngobrol dengan Allah Bapa serta menyampaikan perasaan yang dialami-Nya pada waktu itu.

Tuhan Yesus sebagai Allah sejati tahu apa yang akan terjadi, namun sebagai manusia sejati Dia ingin menunjukkan kepada ketiga murid-Nya, bagaimana berpasrah kepada Allah Bapa. Kehendak Allah Bapa saja yang paling baik, walaupun itu bisa menyakitkan dan tidak enak bagi kedagingan manusia. Mungkin kita ingat akan kata-kata Bunda Maria yang begitu pasrah :”terjadilah kepadaku menurut perkataan-Mu.”

Hal ini sepertinya mengajar kepada kita, untuk berani menerima dan menghadapi suatu keadaan nyata yang kita alami. Kita diajar untuk tidak mengeluh dan menggerutu apabila terjadi yang tidak enak. Apapun yang terjadi harus diterima dengan penuh ketabahan dan malahan rasa syukur. Bahasa penulis, hidup ini harus kita nikmati dengan penuh syukur. Enak tidak enak, sakit atau sehat, untung dan malang adalah bagian hidup yang memang harus kita lalui. Pasti di balik itu semua ada hikmah yang belum kita ketahui pada saat itu.

Mungkin ketiga murid tersebut sebagai gambaran tentang kita sekarang ini. Yang namanya murid terpilihpun, pada waktu itu masih belum bisa melawan rasa kantuk. Kemungkinan mereka makan dan minum sampai kenyang, sehingga badan malah menjadi lemah. Yang paling enak pada malam itu ya memang tidur, menikmati bagaimana usus besar dan kecil bekerja mengolah makanan yang masuk.

Kita mungkin pernah bahkan sering mengalami bagaimana rasa kantuk yang menyerang begitu hebat. Entah dalam keadaan ngobrol yang sebenarnya serius, menonton televisi atau mendengarkan radio. Pikiran hati berusaha untuk konsentrasi dan mata kita coba untuk dipelototkan. Mulailah mata ingin menutup dan tidak bisa kita tahan, kesadaran mulai buyar dan menguap dengan cepat. Telingapun ikut-ikutan mulai tidak bisa mendengar, dan tiba-tiba terlena begitu saja. Jika badan berbaring, pastilah ketiduran. Jika sambil duduk-duduk, yang terjadi terkantuk-kantuk dan kepala sering jatuh tertunduk.

Dalam hal ini kita diajar bahwa untuk mengalahkan pencobaan adalah berjaga dan berdoa. Pencobaan bukan harus yang sedemikian berat, bisa pencobaan tersebut hanya rasa kantuk dan capai. Pencobaan bisa terjadi sewaktu muncul rasa jengkel, sebel, mendongkol, marah, dan lain sebagainya. Beruntunglah bahwa Tuhan sangat memaklumi manusia yang begitu gampang jatuh ke dalam pencobaan. Pada dasarnya roh adalah penurut, namun kedagingan yang masih penuh nafsu ini begitu lemah. Kita sadari bahwa nafsu kedagingan ini bisa berbentuk apa saja, yang biasanya merasuk melalui panca indera kita. Laporan dari panca indera diolah dan dievaluasi yang kemudian dirapatkan oleh hati, jiwa dan akal budi. Si akal ini yang biasanya memberi ide keinginan lebih. Dialah yang paling sering menang dan si akal akan mengajak si okol (kekuatan, tenaga) memaksakan kehendaknya.

Kita bisa membayangkan bagaimana Tuhan Yesus dalam kesendirian-Nya membutuhkan kawan untuk berjaga, menemani walaupun tidak harus mengobrol. Di dalam kesesakan hati, pasti ada rasa terhibur bahwa di sekeliling kita masih ada teman-teman yang mengawani. Ada perasaan bahwa aku tidak sendirian walaupun tidak aku ajak bicara.

Hal ini sering membuat pikiran penulis melayang ke Tabernakel, dimana Tuhan Yesus seperti terpenjara. Tuhan Yesus kita tinggalkan sendirian, yang mungkin dua puluh jam sehari dan kita tidak peduli sama sekali. Yang empat jam anggaplah masih ada yang menemani sewaktu ada misa harian dan masih ada yang berdoa di dalam gereja.

Tuhan Yesus, maafkan aku yang masih egois dengan kebutuhanku sendirii. Apakah sebaiknya tabernakel kosong atau kami bergantian menemani-Mu?

14:40 Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat dan mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada-Nya. 14:41 Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. 14:42 Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."
Sepertinya dalam Injil begitu banyak ungkapan angka tiga. Tiga kali, tiga jam, tiga hari, jam tiga dan yang lainnya. Tuhan Yesus menengok ketiga murid-Nya yang kalah dengan rasa kantuk dan tidur. Mungkin para murid pada waktu itu bingung harus berbuat apa, karena tidak tahu apa yang akan terjadi sebenarnya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata-kata Gurunya masih membingungkan dan bisa diterjemahkan mendua. Apakah ucapan-Nya suatu simbul yang bermakna tertentu, ataukah secara jelas bahwa menyiratkan apa yang akan terjadi. Jika bukan simbul atau peri bahasa, mengapa Sang Guru tidak menghindar atau melawan dengan kesaktian-Nya?

Permenungan yang belum terjawabkan ini menghabiskan energi, sehingga ketahanan diri menjadi lemah. Di tengah malam yang sepi dan pikiran yang kosong, maka rasa kantuklah yang menang. Tuhan Yesus sangat memaklumi dan mereka malah disuruh istirahat barang sejenak. Setelah beberapa saat, mereka dibangunkan dan diajak kembali ke bawah, dimana para murid yang lain sedang menunggu. Kemungkinan murid yang lainnya juga sedang tidur. Sedangkan rombongan Yudas Iskariot sedang berjalan mendekat menuju ke tempat Sang Guru dan teman-temannya.

Penulis cukup bingung untuk memahami bahwa Anak Manusia akan diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Apakah para pemimpin agama Yahudi pada waktu itu betul-betul sedang jatuh ke dalam dosa dan tidak disadarinya? Padahal mereka menjadi panutan semua orang yang berbakti kepada Tuhan Allah. Ragi yang disebarkan harus diwaspadai, dan hal ini cukup sulit karena mereka bagaikan wakil-wakil Allah yang berkuasa dalam bidang rohani.

Mungkin kelompok merekalah yang telah menjabarkan sepuluh perintah Allah menjadi tradisi, namun kebablasan. Penjabarannya bahkan tanpa disadari melenceng dari inti ajaran Tuhan yang bersumber kepada kasih sejati. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia.

Yesus ditangkap
14:43. Waktu Yesus masih berbicara, muncullah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua. 14:44 Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: "Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia dan bawalah Dia dengan selamat."
14:45 Dan ketika ia sampai di situ ia segera maju mendapatkan Yesus dan berkata: "Rabi," lalu mencium Dia. 14:46 Maka mereka memegang Yesus dan menangkap-Nya. 14:47 Salah seorang dari mereka yang ada di situ menghunus pedangnya, lalu menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. 14:48 Kata Yesus kepada mereka: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? 14:49 Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi haruslah digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci."
Kita mungkin bisa membayangkan bagaimana di tengah malam buta yang begitu gelap, pasti akan sulit membedakan seseorang dengan yang lainnya. Hanya orang-orang dekat yang selalu bersama yang bisa membedakan antara satu dan yang lainnya. Yudas memberi tanda ciuman bahwa Dialah Sang Guru yang harus ditangkap.

Dalam pemahaman penulis, Yudas Iskariot masih menghormati Sang Guru dan masih mengasihi-Nya. Kalimat yang diucapkannya mengandung pengertian bahwa Sang Guru hanya akan ditangkap untuk dipertemukan dengan para imam kepala, ahli Taurat dan tua-tua. Selama ini sepertinya Sang Guru tidak mau bertemu dan berdialog dengan kelompok Sanhedrin. Semoga setelah Sang Guru bertemu dengan para tokoh, akan berubah pikiran dan siap menjadi pemimpin duniawi.

Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dia dianggap seperti penyamun ataupun perampok. Hanya para penjahat saja yang melakukan pekerjaan di malam hari, agar tidak ketahuan orang lain. Kegelapan akan menyamarkan siapakah sebenarnya seseorang tersebut. Jadi, sebenarnya siapakah yang menjadi penjahat pada malam itu? Pasti rombongan Yudas Iskariotpun tidak ingin dikenali satu persatu bahwa mereka yang akan menangkap Tuhan Yesus. Ada perasaan kawatir juga apabila setelah penangkapan, banyak rakyat yang membela Sang Anak Manusia. Kekawatiran kedua, jangan-jangan Dia akan melawan dan mengeluarkan kesaktian yang belum diketahui. Untuk menekan rasa cemas tersebut dibutuhkan sipat kandel, sesuatu yang meningkatkan kepercayaan diri. Yang umum ya senjata tajam dan pentungan atau alat lainnya.

Dalam kenyataannya, Tuhan Yesus tidak melawan malahan memberikan Diri-Nya untuk ditangkap dan dibawa kepada Sanhedrin. Tuhan Yesus tidak menghindar dari nubuat yang ditulis dalam Kitab Suci. Skenario besar yang sudah tertulis haruslah berjalan terus, tanpa harus ditambah atau dikurangi.

14:50 Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri. 14:51 Ada seorang muda, yang pada waktu itu hanya memakai sehelai kain lenan untuk menutup badannya, mengikuti Dia. Mereka hendak menangkapnya, 14:52 tetapi ia melepaskan kainnya dan lari dengan telanjang.
Kemungkinan besar pada waktu itu Tuhan Yesus menegaskan, bahwa yang harus dibawa kepada Sanhedrin hanya Dia saja. Para murid-Nya bukan sasaran utama ataupun sasaran selanjutnya. Jadi mereka tidak harus ditangkap namun dibiarkan dan diperbolehkan pergi bebas.

Yang paling aman demi keselamatan diri, situasi gelap dan mungkin sedikit kacau adalah secara diam-diam pergi melarikan diri. Mungkin para murid menyelinap di balik pohon-pohon zaitun dan menjauh dari kumpulan massa penangkap. Dari kegelapan, mereka bisa memperhatikan apa yang dilakukan oleh para penangkap. Secara diam-diam mereka bisa mengikuti dari jauh, kemana Gurunya akan dibawa.

Penulis tidak tahu siapakah anak muda yang mengikuti rombongan penangkap dari dekat. Yang jelas ia bukan dari rombongan itu sehingga dicurigai dan jangan-jangan akan ikut ditangkap. Dalam benak penulis, sewaktu dia ditangkap dan dipegang jubahnya, pasti ada rasa takut juga. Paling aman melepaskan jubah dan lari dengan telanjang. Kehilangan jubah dan telanjang di malam hari tidak masalah, dari pada ditangkap. Mungkinkah anak muda tersebut adalah Markus, penulis Injil ini?

Yesus di hadapan Mahkamah Agama
14:53. Kemudian Yesus dibawa menghadap Imam Besar. Lalu semua imam kepala, tua-tua dan ahli Taurat berkumpul di situ. 14:54 Dan Petrus mengikuti Dia dari jauh, sampai ke dalam halaman Imam Besar, dan di sana ia duduk di antara pengawal-pengawal sambil berdiang dekat api.
14:55 Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama mencari kesaksian terhadap Yesus supaya Ia dapat dihukum mati, tetapi mereka tidak memperolehnya. 14:56 Banyak juga orang yang mengucapkan kesaksian palsu terhadap Dia, tetapi kesaksian-kesaksian itu tidak sesuai yang satu dengan yang lain. 14:57 Lalu beberapa orang naik saksi melawan Dia dengan tuduhan palsu ini: 14:58 "Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia." 14:59 Dalam hal inipun kesaksian mereka tidak sesuai yang satu dengan yang lain.
Yang namanya bersaksi dusta dan belum dipersiapkan dengan matang, maka yang muncul saling berbeda dan malahan bisa bertentangan. Jika kesaksian dusta itu dikejar sampai ke detail, maka dusta tersebut akan diisi dengan dusta-dusta lain agar tidak kelihatan dustanya. Ada beban yang berat bagi si pendusta, karena ia harus menghafal dan selalu ingat akan segala dustanya. Jika tidak memiliki ingatan yang baik, ya jangan sekali-kali menjadi pendusta, pasti suatu ketika akan ketahuan. Berdusta berarti merekayasa kejadian yang bukan sebenarnya, yang memerlukan ingatan dan kecerdasan tinggi. Kronologis dusta tersebut harus disusun secara sistematis dan tidak boleh lupa.

Hal ini jelas berbeda dengan kesaksian yang dilihat, dialami dan dirasakan sendiri. Semuanya akan muncul dari ingatan secara spontan, begitu ada pemicu untuk mengutarakannya. Tidak ada beban tambahan yang harus disimpan dalam ingatan, selama jujur apa adanya. Kejujuran tidaklah selalu menggembirakan dan mengenakkan, bisa juga menimbulkan luka batin.

Dalam kenyataannya, secara nalar, aturan, adat kebiasaan atau norma lainnya, mereka tidak bisa menemukan kesalahan yang bisa menjatuhkan keputusan hukuman mati. Namun kembali, yang namanya iri dengki bisa membuat orang yang tadinya simpati, empati menjadi antipati dan menginginkan mati. Yang penting tetap harus mati dengan alasan yang bisa diterima oleh banyak orang, kalau perlu yang Alkitabiah.

Sepertinya Mahkamah Agama masih membutuhkan kesaksian agar bisa dianggap adil dan tidak menyalahi aturan yang ada. Mereka tidak mau disalahkan di kemudian hari, apabila keputusannya dianggap keliru. Maka dibutuhkan saksi-saksi yang bisa memberatkan, bukan yang meringankan.

14:60 Maka Imam Besar bangkit berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya: "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?" 14:61 Tetapi Ia tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya: "Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?" 14:62 Jawab Yesus: "Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit."
14:63 Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: "Untuk apa kita perlu saksi lagi? 14:64 Kamu sudah mendengar hujat-Nya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?" Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati. 14:65 Lalu mulailah beberapa orang meludahi Dia dan menutupi muka-Nya dan meninju-Nya sambil berkata kepada-Nya: "Hai nabi, cobalah terka!" Malah para pengawalpun memukul Dia.
Kelihatannya Tuhan Yesus tidak mau berdebat dengan mereka dan memilih diam. Dia tidak memberikan pembelaan diri karena pembelaan diri akan lebih condong kepada pembenaran diri. Pembenaran diri selalu lebih dekat dengan merasa tidak bersalah, yang didukung dengan alasan-alasan penguat. Tuhan Yesus tidak membutuhkan alasan apapun, biarkanlah mereka berdebat sendiri.

Hal di atas agak berbeda jika ditanya apakah Dia Mesias. Tuhan Yesus tidak berdusta dan menjawab bahwa memang Dialah Mesias. Jika Dia diam saja, maka akan menjadi aneh, mengapa Anak Manusia berbuat begitu. Namun kalimat jawaban selanjutnya membuat bingung penulis untuk memahaminya. Mereka akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah awan di langit. Jika itu harafiah, kapan hal tersebut terjadi? Jika itu suatu ungkapan peribahasa, makna apa dibalik itu? Apakah hal tersebut dikutip dari Kitab Mazmur (110)?

Jawaban tersebut yang dipakai oleh Imam Agung dan disetujui para anggotanya, untuk memutuskan hukuman mati. Para wakil Allah yang sah di dunia tidak percaya akan keAllahan Tuhan Yesus, malah sebaliknya dianggap menghujat. Mungkin inilah perumpamaan Tuan kebun anggur yang mengirimkan Putera-Nya. Bukannya disambut dengan baik dengan penuh penghormatan, tetapi malah dianiaya dan dibunuh. Mereka sangat menanti-nantikan kedatangan Mesias, namun begitu Dia yang sudah datang menjilma menjadi manusia, malah ditolak. Mungkin yang diharapkan, Mesias sebagai seorang pemimpin duniawi seperti Daud atau Salomo.

Keputusan hukuman mati inilah yang mengakibatkan Tuhan Yesus didera dan dianiaya tanpa perikemanusiaan. Kelompok orang yang mengaku begitu dekat dengan Allah namun malah menutup mata dari perbuatan tercela. Penyiksaan di rumah Imam Agung pastilah dilakukan di tempat yang tersembunyi dari orang luar.

Sewaktu penulis berziarah ke tempat tersebut, penulis dan rombongan dibawa masuk ke ruang bawah tanah. Banyak lorong-lorong batu batu cadas yang menuju ke ruangan-ruangan luas. Salah satu ruangan tersebut dipercaya sebagai tempat penganiayaan yang dialami Tuhan Yesus. Sewaktu penulis membawakan bacaaan Kitab Suci dan memimpin doa, tanpa terasa mata menjadi panas dan suara menjadi berubah. Air mata bagaikan sungai mengalir yang tidak bisa ditahan. Isteri penulis bersandar di dinding batu, diam tak bergeming mencoba larut dalam suasana waktu itu. Selesai acara ritual singkat, pemandu berkata bahwa dinding tempat bersandar isteri dipercayai, bahwa disitulah Tuhan Yesus terpelanting dan kepala-Nya menghantam dinding batu sampai berdarah-darah. Dia terlempar ke dinding karena hajaran para penganiaya. Diceritakan bahwa mata kanan-Nya sampai membengkak besar dan hidung-Nya patah. Darah berceceran kemana-mana yang mengindikasikan bahwa Dia dihajar habis-habisan, namun tidak sampai pingsan.

Petrus menyangkal Yesus
14:66. Pada waktu itu Petrus masih ada di bawah, di halaman. Lalu datanglah seorang hamba perempuan Imam Besar, 14:67 dan ketika perempuan itu melihat Petrus sedang berdiang, ia menatap mukanya dan berkata: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu." 14:68 Tetapi ia menyangkalnya dan berkata: "Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud." Lalu ia pergi ke serambi muka (dan berkokoklah ayam). 14:69 Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, berkatalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini adalah salah seorang dari mereka."
14:70 Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus: "Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!" 14:71 Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: "Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!" 14:72 Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu menangislah ia tersedu-sedu.
Kita bisa membayangkan bahwa Petrus sejak dari taman Getsemani tidak bersembunyi jauh-jauh. Dia malah mengikuti rombongan penangkap Gurunya dari jauh agar tidak diketahui. Dia ingin tahu apa yang akan dialami Gurunya di rumah Imam Agung Kayafas. Mungkin wajah Petrus tidak begitu asing karena selalu bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Mungkin juga dialek bahasa orang Galilea agak berbeda dengan orang Yudea maupun orang Yerusalem.

Dalam kekagetan karena dikenali, pastilah muncul perasaan berdebar-debar, takut jangan-jangan ikut ditangkap. Secara spontan Petrus menyangkal dan menyangkal sampai tiga kali. Beruntunglah Petrus mendengar ayam berkokok karena malam sudah menjelang pagi. Dia teringat akan ramalan Gurunya bahwa dia akan menyangkal pada malam itu juga. Keteguhan yang diucapkan dihadapan Tuhan Yesus nyatanya runtuh dan hancur melalui penyangkalan.

Penulis membayangkan bagaimana Petrus menyesali perbuatannya. Seorang yang jujur, teguh, tegas cenderung kasar menangis tersedu-sedu. Perkiraan penulis, dia langsung menemui para sahabatnya dan bercerita dengan jujur akan apa yang dialaminya. Betapa dia begitu sedih dan menyesali perbuatannya. Kemungkinan para murid pada pagi hari pergi bersembunyi di suatu tempat, atau mungkin malah di rumah lantai atas yang dipergunakan untuk perjamuan Paskah.

Di sekitar bekas rumah Imam Agung sekarang berdiri gereja yang puncaknya diberi simbul ayam jantan sedang berkokok. Mungkin hal ini untuk mengingatkan kepada kita bahwa Petrus pernah menyangkal dan ditegur melalui kokok ayam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar