Kamis, 10 Desember 2009

Memahami Lukas Bab13

Bab 13- Dosa dan Penderitaan, yang Diselamatkan

13:1. Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. 13:2 Yesus menjawab mereka: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? 13:3 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. 13:4 Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? 13:5 Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."
Sepertinya bangsa Romawi mempersembahkan korban kepada dewanya dengan darah. Darah tersebut bisa dari binatang atau malahan manusia yang mereka anggap sebagai pemberontak atau kriteria lainnya. Kemungkinan lain, ada beberapa orang Galilea yang memberontak dan dibunuh. Darahnya dicampurkan dengan darah korban persembahan, yang berarti melecehkan agama mereka. Harapannya, Tuhan Yesus bisa tergerak oleh semangat nasionalisme dan kebangsaan. Namun jawaban-Nya malah mengagetkan semua orang.

Yang dapat penulis pahami pada intinya adalah pertobatan, berubah lebih baik dan lebih baik lagi dalam kebaikan dan kebenaran. Kematian massal tidak ada hubungannya dengan tingkatan dosa. Kita tidak bisa mengatakan bahwa bencana alam yang mengakibatkan banyak orang meninggal, karena dosa-dosa mereka yang besar. Jangan-jangan dengan mengatakan hal tersebut, sadar tidak sadar malah akan mengakui diri sendiri bahwa dosanya lebih kecil.

Mungkin yang perlu diakui oleh semua orang bahwa kita semua tidak ada yang luput dari salah dan dosa. Jika kita menyadari bahwa kita orang berdosa, ajaran-Nya hanya satu, yaitu bertobat dan bertobat, kembali ke jalan kebenaran yang hakiki. Bertobat adalah bangkit dari kesalahan dan berubah menuju yang lebih baik dan benar secara nyata. Kelihatannya Tuhan Yesus hanya menekankan saja perlunya bertobat, agar tidak mengalami cara kematian seperti yang kita sangkakan.

Orang-orang yang menjadi pilihan-Nya, dalam kematian massal tetap akan dijemput Tuhan sendiri atau oleh utusan-Nya. Yang tidak terpilih kemungkinan besar akan dijemput oleh penguasa kejahatan. Kejadian kematian hanya suatu sarana untuk dipanggil, tidak ada hubungannya dengan salah dan dosa. Manusia hanya bisa berharap, sedangkan belas kasihan Allah adalah karunia yang diberikan oleh-Nya. Surga dan neraka bukan manusia yang menentukan. Yang masih hidup ini belum pernah tahu persis seperti apa itu surga dan neraka. Jangan-jangan yang kita bayangkan tidak sesuai dengan sebenarnya. Kita diajar untuk hanya percaya kepada-Nya, melaksanakan amal kasih dan mengharap belas kasih-Nya.

Paling tidak hal ini mengingatkan kita untuk jangan “sok suci.” Sewaktu mendengar atau menyaksikan suatu bencana, terus kita berucap bahwa itu karena kelakuannya. Sudah sepantasnya mereka diganjar dengan kejadian seperti itu. Jika bencana itu jatuh kepada kita, terus kita bertanya :”Salahku dimana, sehingga mendapat cobaan seperti ini?”
Perumpamaan tentang Pohon Ara
13:6. Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. 13:7 Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! 13:8 Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, 13:9 mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"
Perumpamaan pohon ara sepertinya mengisyaratkan kepada kita bahwa permohonan seorang hamba tetap diperhatikan oleh tuannya. Apalagi Tuhan Allah sendiri yang maha mengasihi umat-Nya. Setiap doa permohonan umat-Nya pasti didengarkan, apalagi yang berhubungan dengan rohani seseorang. Kuasa doa memang suatu misteri yang tak terpahami secara nalar. Mungkin kita pernah mendengar bagaimana Abraham tawar menawar dengan Tuhan untuk keselamatan Sodom dan Gomora.

Murka Allah sepertinya bisa ditunda apabila semua orang mau melakukan pertobatan secara serentak. Pertobatan yang sungguh-sungguh yang dapat diungkapkan melalui perbuatan nyata. Berdamai dengan-Nya sungguh-sungguh didambakan dengan penuh gairah oleh Allah yang maha pengasih dan pengampun. Buah-buah berdamai dengan Allah mestinya bisa berdamai penuh kasih dengan orang lain.

Memperhatikan kelakuan seseorang atau bahkan kelompok yang berbuat kejahatan, kekerasan, ketidak adilan bukanlah membalas dengan kebencian. Sama tidak warasnya. Mestinya dengan suatu keprihatinan bagaimana agar mereka sadar, berubah dan mau berdamai. Paling gampang adalah dengan doa permohonan agar Tuhan berkenan membuka segala jalan yang selama ini sepertinya tertutup karena kelemahan kita.

Penulis masih teringat pesan-pesan Bunda Maria di Medjugorje maupun Tuhan Yesus melalui Vassula di tahun delapanpuluhan : “Berdoalah buat putriku Rusia.” Kita semua tahu bahwa telah terjadi perubahan di Rusia. Setelah tahun sembilanpuluhan pesannya adalah berdoa buat Amerika.

Dalam percakapan rohani, penulis pernah mendengar bahwa kepanjangan pohon ara itu adalah arabi, yang berarti konjuk atau sujud mengucapkan nama Tuhan. Maka jika konjuk atau membuat tanda salib harus sepenuh hati, tubuh diam tegak bukan sambil berjalan atau lari. Tangan kiri di dada, tangan kanan membuat tanda salib sampai pusar, jari yang dipakai adalah jempol, telunjuk dan jari tengah. Jika bisa sepenuh hati jiwa dan akal budi, maka sinar Roh Kudus pasti hadir.

Yang jelas, para pengikut Kristus harus berbuah. Apakah buahnya banyak atau sedikit, yang penting berbuah. Berbuah berarti menghasilkan sesuatu yang dapat dirasakan oleh orang lain. Bukan buah busuk namun manis, sehingga banyak orang bisa menikmatinya.
Menyembuhkan pada hari Sabat
13:10. Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. 13:11 Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri lagi dengan tegak. 13:12 Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya: "Hai ibu, penyakitmu telah sembuh." 13:13 Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga berdirilah perempuan itu, dan memuliakan Allah.
13:14 Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak: "Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat." 13:15 Tetapi Tuhan menjawab dia, kata-Nya: "Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? 13:16 Bukankah perempuan ini, yang sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?" 13:17 Dan waktu Ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.
Jika kita perhatikan dan kita simak, sosok Anak Manusia ini betul-betul begitu penuh dengan belas kasih kepada orang-orang yang menderita. Kemana saja Dia berjalan selalu ada berita penyembuhan dan penghiburan. Kita bisa membayangkan bagaimana banyak orang bersukacita dan memuliakan Allah Bapa di surga karena mukjizat-Nya. Pada saat seperti itu rasanya tidak ada lain kecuali berpikir betapa kasih-Nya Tuhan kepada umat-Nya. Apabila Dia menghendaki maka segalanya akan terjadi walaupun bagi manusia sepertinya tidak masuk akal.

Kelihatannya orang Israel mempunyai aturan tertentu dengan hari Sabat. Hari Sabat atau Sabtu adalah harinya Tuhan, hari untuk istirahat dari pekerjaan dan dipakai untuk memuliakan Allah. Adat kebiasaan tersebut masih kita jumpai sampai sekarang, sampai-sampai lift di hotelpun dibuat otomatis agar orang tidak bekerja memencet tombol lantai. Mungkin bagi kita agak aneh malahan lucu, apabila pada hari Sabat binatang peliharaan diberi makan dan minum, namun orang sakit didiamkan saja. Penulis tidak tahu bagaimana rumah sakit Yahudi pada hari Sabat. Mungkin orang Yahudi pada libur sedangkan yang bekerja orang non agama Yahudi.

Tuhan Yesus secara ekstrim menolak adat kebiasaan yang bertentangan dengan sepuluh perintah Allah. Berbuat baik dan benar adalah bagian dari hidup ini dan tidak mengenal saat serta waktu tertentu. Setiap saat semua orang sudah selayaknya berbuat baik dan benar, saling berbagi dalam segala hal. Berhentinya mungkin di kala tidur dan itulah istirahat. Karena kedagingan kita saja maka kita sering mengembangkan suatu kasus tertentu menjadi ketetapan dan akhirnya menjadi adat kebiasaan. Jangan-jangan malah menyeleweng dari maksud sepuluh perintah Allah. Di Mata Tuhan, manusia lebih berharga dibandingkan apapun di dunia ini.
Perumpamaan tentang Biji Sesawi
13:18. Maka kata Yesus: "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? 13:19 Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya."
Biji sesawi yang penulis lihat di Israel sana, nyatanya begitu kecil dan pohonnya tidak sesuai dengan bayangan penulis selama ini. Dalam pemikiran penulis, sesawi adalah jenis sayuran berdaun lebar yang tingginya tidak seperti pohon perdu, paling tinggi berkisar satu meter. Bagaimana mungkin bisa dimanfaatkan burung-burung untuk bersarang? Begitu melihat pohon sesawi seperti yang diceritakan pemandu, barulah penulis mengetahui dan menerimanya, karena cukup tinggi dan rimbun.

Kerajaan Allah sering disamakan dengan surga, namun juga sering disamakan dengan Tuhan Yesus sendiri dengan Roh Kudus-Nya. Rasanya tidak keliru juga kalau diibaratkan itu Firman Tuhan. Allah sendiri sering disebut Firman.Yang jelas Kerajaan Allah selalu berkaitan dengan yang rohani, yang baik dan benar, yang suci. Dalam doa, kita sering memohon supaya Kerajaan-Nya datang menguasai kita. Jika Roh Kudus menguasai dan bersinggasana di dalam hati kita, maka semestinya kita ini menjadi Kerajaan-Nya.

Yang dapat penulis pahami adalah sesuatu yang begitu kecil awalnya, namun melalui proses, biji kecil tersebut mati dari bentuk asalnya dan berubah sehingga menjadi pohon yang besar. Bahkan bisa untuk bernaung bagi yang membutuhkan. Pada saatnya pohon tersebut juga akan menghasilkan buah dan biji. Dan pohon itu sendiri malah tidak pernah menikmati buah dan bijinya. Dia hidup untuk menghidupkan yang membutuhkannya.

Bila penulis renungkan, Tuhan Yesus lahir tidak ada yang tahu dan sama sekali tidak dikenal. Berkarya setelah lebih dari dewasa dan hanya beberapa tahun yang diakhiri dengan penderitaan dan kematian di salib. Kematian di salib adalah dihinakan dan direndahkan seperti penjahat besar. Namun benih-benih yang disebarkan pada waktu itu, sekarang ini sudah menjadi pohon Gereja yang tersebar di seluruh dunia. Dalam perjalanan waktu, mungkin ada orang yang ingin juga menanam benih dengan varietas yang sudah dimodifikasi.

Jika seperti itu, dalam pemikiran penulis malah menjalar semakin jauh. Dalam lamunan penulis, sebelum segala abad sebenarnya Allah telah menyebarkan benih-Nya. Benih tersebut roh yang dihidupkan oleh Allah sendiri. Kita mengenal Kitab Kejadian yang bercerita tentang Adam dan Hawa. Dalam kebudayaan Jawa ada istilah “Sangkan paraning dumadi” yang kurang lebih tentang terjadinya alam raya dan manusia ini.

Benih tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan yang terjadi pada waktu itu. Adam dan Hawa boleh saja kita sebut sebagai Alma dan Huma, sebagai manusia pertama. Dalam bayangan penulis malahan Alma dan Huma tersebut diciptakan bersama-sama. Mungkin saja manusia pertama belum sepandai orang zaman sekarang. Yang jelas mereka beranak pinak semakin banyak dan menyebar, menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Mereka percaya bahwa Sang Pencipta itu ada, pengertian akan baik dan buruk, salah dan benar secara universal sudah ada di dalam benih atau jiwanya.

Dengan berjalannya waktu, tempat, situasi, kondisi, keadaan dan sebagainya, maka kepercayaan kepada Sang Pencipta juga mengalami pergeseran. Anggap saja kepercayaan tersebut sebagai pohon yang subur dan lebat daun serta buahnya. Namun ada juga yang tidak subur bahkan sedikit daun dan buahnya, malahan kekeringan. Rasa buahnyapun kadang kala berbeda-beda yang dipengaruhi oleh kebiasaan dan selera.

Jangan-jangan inilah yang disebut kepercayaan awal, tumbuh menjadi aliran kepercayaan dan yang bisa berkembang, semakin besar menjadi agama. Sewaktu aliran kepercayaan tersebut masih kecil, yang berkembang di kelompok atau suku, mungkin sebutannya kepercayaan atau agama lokal. Allah pasti selalu berkarya dengan cara-Nya sendiri kepada semua suku dan bangsa, dengan penuh misteri. Seiring berjalannya waktu, maka muncullah pemikiran rekayasa membuat pohon yang berbuah lebat dan rasanya disukai serta diakui oleh orang banyak.

Mungkin sudah kodratnya manusia bahwa yang besar selalu merasa lebih kuat, menangan daripada yang kecil. Ujung-ujungnya merasa lebih baik dan lebih benar dan sebagainya. Sepertinya Tuhan Yesus mengingatkan kita kepada benih dasar yang pernah disebarkan, yaitu jiwa atau nyawa yang penuh nutrisi Kasih.

Mungkin kita harus belajar kepada hutan belantara, dimana segala macam benih tumbuhan bisa hidup, saling berbagi saling menghidupi, saling menyesuaikan. Mereka bisa tumbuh bersama-sama dan tidak ada yang protes dengan membinasakan yang lainnya. Jika toch ada yang saling memangsa, semua disadari bahwa hidup itu harus bisa saling memberi.

Perumpamaan tentang Ragi
13:20 Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? 13:21 Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya."
Kita juga mungkin sepintas mengenal ragi, dimana dengan ragi yang begitu sedikit dapat merubah tepung terigu menjadi khamir. Ragi sedikit yang bisa merubah kedelai menjadi tempe atau yang merubah singkong menjadi tapai. Yang kecil atau yang sedikit yang dijadikan perumpamaan untuk Kerajaan Allah. Hubungannya selalu dengan proses dan selanjutnya berubah, tumbuh berkembang dan berbuah. Ragi yang sedikit tersebut menjadi pemicu atau penggerak atau mempengaruhi sehingga berubahlah tepung, kedelai ataupun singkong.

Kembali lagi kepada yang kecil atau yang sedikit, jika diterima dengan akal budi atau bahasa nalar kelihatannya begitu sulit. Mungkin agak lebih mudah untuk dipahami apabila dengan hati atau bahasa rohani. Ungkapan dalam bahasa Jawa “wani ngalah dhuwur wekasane” sepertinya sejalan. Mengalah bisa diibaratkan meng-Allah, belajar seperti Allah. Murid-murid pilihan Tuhan Yesus nyatanya orang kebanyakan, orang kecil dan sederhana. Jumlahnya juga tidak banyak. Yang kecil dan sedikit, yang tidak berarti dan bukan apa-apa biasanya diremehkan. Yang namanya pilihan memang selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak terpilih. Mungkin kita bisa bercermin kepada cerita Maha Bharata, antara Pandawa dan Kurawa. Pandawa hanya berjumlah lima orang, sedangkan Kurawa berjumlah seratus orang. Bagaimana Pandawa yang berhak sebagai ahli waris kerajaan ditipu dipermainkan sampai diusir dari istana. Pada akhir cerita, yang lima orang mengalahkan yang seratus orang dalam perang Bharata Yudha.

Sekarang, bagaimana caranya yang sedikit ini bisa mengubah atau mempengaruhi dunia. Tanpa “api” yang dilemparkan Anak Manusia, yang membakar semangat memberikan kekuatan rasanya tidak mungkin. Semangat menyala yang dijiwai oleh Roh Kudus dengan kepasrahan, kerendahan hati yang dapat melumerkan kekerasan hati. Tanpa Dia, harus kita akui bahwa kita bukan siapa-siapa dan tidak bisa apa-apa. Disinilah yang berat untuk menjadi panutan, contoh bersatunya hati, jiwa, akal budi, perkataan dan perbuatan. Menjadi contoh berarti tidak ada pemaksaan kehendak, karena perubahan orang lain muncul dari kesadaran dirinya sendiri.

Jika kita merenung bagaimana Tuhan Yesus berkarya di suatu wilayah yang begitu kecil, terus kita bandingkan dengan zaman sekarang. Pengikut Kristus sudah tersebar di seluruh dunia, dan jumlahnya tidak terhitung. Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit.

Siapa yang diselamatkan?
13:22 Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.
13:23. Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" 13:24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. 13:25 Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang. 13:26 Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. 13:27 Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! 13:28 Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. 13:29 Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. 13:30 Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."
Sang Juru Selamat sudah berkata kepada kita untuk berjuang melalui pintu yang sesak. Hampir semua orang berusaha ingin memasukinya. Dalam peziarahan hidup ini jika kita bertanya, hampir semuanya menjawab kalau nanti sudah meninggal harapannya masuk surga. Selama kita masih bernafas, perjalanan hidup kita ini diisi dengan segala macam kesibukan. Entah kesibukan yang rohani atau yang duniawi, atau malah kedua-duanya hanya kita sendiri yang tahu. Perjalanan masih kita lalui dan nun jauh disana kita bisa melihat pintu yang masih terbuka. Semua orang berbondong-bondong, kadang kala seperti saling berebut. Pada saatnya ada yang berhenti beristirahat, atau malahan santai-santai saja. Yang jadi persoalan, kita tidak tahu persis kapan saatnya pintu tersebut akan ditutup. Dapatkah pada waktunya kita sudah mulai memasuki pintu sebelum ditutup?

Kita mungkin pernah membaca atau mendengar Kitab Suci, bahwa Israel sebagai bangsa yang terpilih karena perjanjian Abraham dengan Yahwe. Merekalah yang pertama dan merasa sebagai yang terpilih dan konyolnya diterjemahkan sebagai janji yang menjamin sampai memasuki pintu Kerajaan. Mungkin batu sandungan bagi orang pertama atau yang terpilih adalah kesombongan rohani. Buah-buah kesombongan adalah lupa diri, karena sudah merasa lebih tadi.

Tuhan Yesus di dalam kesedihan melihat kelakuan orang Yahudi pada waktu itu, malah berkata bahwa bangsa-bangsa dari segala penjuru yang akan menikmati Kerajaan Allah. Ada orang yang terakhir menjadi terdahulu dan sebaliknya ada orang yang terdahulu malahan yang akan menjadi orang yang terakhir. Yang empunya pintu Kerajaan tidak bisa diajak ber-KKN, seperti dalam kehidupan di dunia ini.

Ucapan Tuhan Yesus tersebut menurut penulis masih berlaku untuk angkatan sekarang ini. Sadar atau tidak seringkali kesombongan kita terungkap keluar begitu saja. Merasa lebih tua, lebih senior, lebih dahulu dibaptis, lebih ahli, lebih rajin dan sebagainya. Secara tidak sadar karena kesombongan, meremehkan atau menganggap enteng, belum berpengalaman dan macam-macam kepada yang baru bergabung. Kita lupa bahwa harapan semua orang sebenarnya sama, upah surgawi. Yang bekerja sehari, setengah hari atau satu jam saja upahnya sama, sedinar. Yang pertama bekerja malah mendapat upah yang terakhir kali.
Kematian Nabi di Yerusalem
13:31. Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau." 13:32 Jawab Yesus kepada mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. 13:33 Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem. 13:34 Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. 13:35 Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!"
Dalam pemahaman penulis, pada kalimat pertama sepertinya Tuhan Yesus memberi siratan yang mengisyaratkan kesengsaraan dan kematian serta kebangkitan-Nya. Dan Herodes disebutnya sebagai serigala, yang mungkin keturunan raja terakhir orang Israel. Betapa beraninya Dia menyebut seorang raja sebagai serigala. Dialah yang membunuh Yohanes Pembaptis dengan memenggal kepalanya. Pada saatnya nanti Herodes akan bertemu dengan Tuhan Yesus dan tidak mendapatkan apa-apa..

Kalimat selanjutnya seperti lebih menekankan bahwa pembunuhan itu harus terjadi di Yerusalem. Dia tahu persis bahwa selama di perjalanan tidak ada orang yang berani dan bisa membunuh-Nya. Perjalanan menuju Yerusalem tetap akan dimanfaatkan untuk berkarya dan berkarya, menyebarkan belas kasih kepada semua orang yang membutuhkan.

Kemudian sepertinya Tuhan Yesus berbicara dengan diri-Nya sendiri, sedih dan prihatin terhadap Yerusalem. Betapa dengan kerinduan Dia berkali-kali mengutus para nabi agar orang Israel bertobat, berkumpul kembali dalam satu jemaat Allah di jalan lurus, namun selalu ditolak. Selanjutnya seperti suatu nubuat bagi Yerusalem yang akan mengalami kehancuran total. Yerusalem dengan Bait Allahnya yang hebat suatu ketika akan dibumi hanguskan oleh tentara Romawi. Sekarang ini yang tersisa hanya sedikit tembok Bait Allah yang sering disebut sebagai Tembok Ratapan. Sang Bait Allah sendiri sudah berpindah, dan mendambakan dengan penuh kerinduan ingin mendiami dan meraja di hati kita yang percaya kepada-Nya.

Di dalam perjamuan Ekaristi Kudus kita pasti memuji dan memuliakan Allah dengan mendaraskan Kudus-kudus ...... Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Kemudian dilanjutkan dengan Doa Syukur Agung, dimana Dia hadir sendiri memberikan berkat-Nya kepada kita. Roti dan anggur yang berubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya, yang menjadi santapan rohani agar supaya meraja di hati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar