Minggu, 06 Desember 2009

Memahami Lukas Bab5

Bab 5- Penjala Manusia, Penyembuhan dan Hal Bepuasa
Menjadi Penjala Manusia
5:1. Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. 5:2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. 5:3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. 5:4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." 5:5 Simon menjawab: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." 5:6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. 5:7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. 5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." 5:9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; 5:10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." 5:11 Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.
Adegan diatas dapat kita bayangkan bahwa Tuhan Yesus di pagi hari sedang berdiri di pantai danau Genesaret atau danau Galilea. Banyak orang sudah berkumpul ingin mendengarkan firman Allah dari-Nya. Ada dua hal yang harus dilakukan oleh Tuhan Yesus, yaitu mengajar orang banyak dan mengajar khusus untuk Simon dan teman-temannya. Betapa saat itu Simon begitu menghormati dan menuruti kata-kata Tuhan Yesus, padahal semalam suntuk kurang istirahat. Mau tidak mau, sadar tidak sadar, Simon dan teman-temannya juga mendengarkan firman Allah dan ajaran yang disampaikan Tuhan Yesus. Penulis memperkirakan bahwa para nelayan ini sudah pernah mendengarkan kotbah Tuhan Yesus sewaktu di sinagoga. Sedikit banyak mereka sudah mengenal-Nya walaupun belum memikirkan untuk mengikuti-Nya.

Kita berani memastikan bahwa Simon dan kawan-kawan pastilah nelayan yang ahli. Mereka tahu persis disaat kapan, dimana banyak ikan yang dapat dijala. Mereka juga tahu kapan saat-saat paceklik mencari ikan, namun tetap berusaha mencari karena kehidupannya, mata pencaharian yang pokok. Sebagai orang yang menghormati seorang guru, walaupun sebenarnya tidak sependapat dan segan melaksanakan, Simon menuruti permintaan-Nya. Secara nalar akal budi mestinya Simon lebih pintar dalam hal menjala ikan, dibandingkan dengan Tuhan Yesus. Namun mungkin lebih kedalam lagi, Simonpun berkata dalam hati :”Apa sich ruginya kalau menuruti kehendak Sang Guru? Biarlah Sang Guru lega keinginan-Nya dituruti. Kalau tidak mendapatkan ikan, ya biar tahu bahwa Dia bukan nelayan.”

Apa yang terjadi pastilah diluar pemikiran Simon sang nelayan. Kejadian yang tak terbayangkan, tidak masuk di akal si nelayan pasti membikin ternganga, terpesona, bergembira, merasa bersalah campur menjadi satu. Ikan yang berlimpah masuk kedalam jaringnya sewaktu diangkat. Untuk sesaat keterbengongan tadi agak dilupakan, karena Simon membutuhkan bantuan kawan lain untuk mengangkat semua ikan yang terjaring.

Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana sikap Tuhan Yesus pada waktu itu; apakah duduk dan melihat saja, atau ikut membantu Simon yang kelabakan. Namun setelah segalanya beres dan tersadar, Simon langsung tersungkur di hadapan Tuhan Yesus. Mau tidak mau akan terbersit perasaan bersalah atau dosa, perasaan tidak percaya. Mengapa tadi berkomentar yang mengindikasikan bahwa lebih tahu tentang mencari ikan.

Perubahan sikap yang begitu mendadak melalui pertobatan seketika, mungkin hanya dapat dilakukan melalui suatu peristiwa yang hebat dan mencekam. Peristiwa yang susah untuk dibayangkan, karena setiap orang mungkin akan berbeda sentuhannya.

Mungkin disaat itulah Simon, Yakobus dan Yohanes menjadi murid-murid pertama Tuhan Yesus. Dari menjala ikan berubah menjadi menjala manusia. Yang namanya menjala, pastilah dengan penuh kesabaran dan tidak pernah memilih-milih apa yang harus masuk ke dalam jaringnya. Yang dipikirkan atau diharapkan, semoga mendapat tangkapan banyak, tanpa membeda-bedakan. Segala macam yang terjaring dalam jala tetap akan diangkat, sebelum nantinya dipilah-pilah dan dipisahkan. Tidak jarang sampahpun masuk ke dalam jaring, menyatu dengan tangkapan yang lainnya.

Ada sesuatu yang selama ini tidak pernah kita sentuh atau kita dalami, karena merasa sudah puas atau merasa memang sudah sebegitu saja karena situasi dan kondisi. Merasa puas atau merasa mentok membuat kita diam tidak berusaha semakin gigih. Kita diajar untuk semakin berani keluar dari paradigma yang selama ini sudah dianggap mapan. Kita diajar untuk berani masuk semakin ke dalam, yang selama ini belum kita ketahui. Pasti ada sesuatu yang tidak pernah kita duga dan mestinya cukup menarik karena belum pernah mengalami. Menarik dalam hal ini bisa dianggap positif maupun negatif, tergantung cara kita menerimanya. Kita diajar untuk berani keluar dari kemandhegan yang kita buat sendiri, entah berhenti karena perasaan puas ataupun buntu dan mentok. Kedalaman kehidupan ini tidak ada batasnya karena memang kita tidak pernah bisa tahu apa yang akan terjadi kemudian.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali waktu ini kita habiskan untuk segala macam kesibukan. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk berelasi dengan Tuhan. Kita diajar meluangkan waktu untuk semakin mendalami suasana dalam keheningan rohani. Kita diajar untuk semakin masuk ke dalam hati sanubari yang paling dalam, dimana Tuhan bersemayam, agar kita bisa berdialog dengan Dia. Dialog berbagai macam topik, situasi, kondisi, kegembiraan maupun penderitaan yang kita alami. Jangan-jangan kita akan kaget dan terpesona bahwa di kedalamam tersebut kita akan mendapatkan sesuatu yang tidak pernah kita duga.

Jika selama ini Tuhan yang kita agungkan hanya sebagai penolong yang kita harapkann sewaktu ada masalah; menghadap hanya untuk memohon dan memohon, mungkin tanpa kita sadari akan terjadi perubahan. Kita bisa ngobrol dari hati ke Hati, bahkan lupa dengan rencana permohonan kita. Betapa dalam obrolan tersebut tidak lagi membutuhkan tata bahasa yang diatur sesuai etika yang berlaku, berpikir mencari kata bahasa yang pas dan sopan penuh hormat. Betapa masuk ke kedalaman yang begitu intim dengan Allah sering membuat kita sendiri kaget. Allah yang kita anggap begitu jauh tak terjangkau dengan segala macam kemahaan-Nya, ternyata bisa begitu dekat, begitu intim sampai terasa tidak ada jarak ataupun batas.

Mungkin kita bisa berpendapat bahwa jala atau jaring adalah simbul dari kecintaan atau kasih yang berharap. Kasih yang tidak pernah memilih dan membedakan, kasih yang tanpa syarat, tanpa membuat kasta. Kasih yang sabar menunggu kedatangan. Menjala bagaikan menebarkan kasih dengan harapan bisa merangkul siapapun yang mau masuk ke dalam jaring kita. Menjala sangat berbeda dengan memancing, sebab memancing masih memerlukan umpan tertentu dengan tujuan ikan tertentu juga. Kadang kala malah mempergunakan umpan palsu untuk mengelabui si ikan. Namun jika tidak bisa menjadi penjala, menjadi pemancingpun sudah lumayan, selama masih bisa mendapatkan ikan.
Sakit Kusta disembuhkan
5:12. Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." 5:13 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu, dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya. 5:14 Yesus melarang orang itu memberitahukannya kepada siapapun juga dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." 5:15 Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. 5:16 Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan berdoa.
Kita bisa membayangkan bahwa orang kusta pasti dijauhi oleh orang banyak. Atau malahan mereka dikucilkan dan tidak boleh mendekati tempat-tempat orang berkumpul. Secara bodoh kita bisa menganggap bahwa penyakit kusta itu menular atau malahan karena kutukan. Pengalaman karena kutukan bisa dilihat dalam Kitab Perjanjian Lama. Kita bisa membayangkan bahwa si kusta itu mempunyai keyakinan bahwa Tuhan Yesus pasti bisa mentahirkannya, kalau Dia mau. Mau dan tidak, diserahkan kepada kehendak Tuhan sendiri. Dan kenyataanya Tuhan Yesus seketika itu juga mau tanpa berpikir dua kali. Betapa Tuhan Yesus begitu berbelas kasih dan tanpa merasa jijik tangan-Nya mau menjamah seseorang yang berpenyakit kusta dan ia sembuh. Berbelas kasih tidak pernah berpikiran negatif dan menghitung untung rugi, adanya hanya ingin menolong dan membantu kepada yang membutuhkan.

Berbeda dengan kita yang mungkin lebih sering berhitung untung rugi, kenal atau tidak. Berpikir jangan-jangan, dampaknya bagaimana untuk diri kita dan masih seribu satu macam analisa. Kalimat :”Ya, aku mau.” dalam banyak hal sangat sulit keluar dari mulut kita. Kalau masih ada orang lain, mbok yang lain saja. Berbeda kalau tawarannya materi atau pengakuan yang mempunyai nilai menguntungkan. Jangan-jangan tanpa berpikir akan konsekuensinya, langsung menjawab:”Ya, aku mau.”

Selanjutnya dapat kita bayangkan bahwa Tuhan Yesus tidak mau berpromosi, dan lebih menyukai untuk tetap tersembunyi. Berbeda jauh dengan kita yang lebih senang kalau orang lain mengetahui “kelebihan” kita. Kalau perlu malah mempromosikan diri sendiri dengan seabreg kelebihan dan menyembunyikan kekurangan.

Tuhan Yesus nyatanya lebih suka menyuruh si kusta untuk bersyukur kepada Tuhan, sesuai dengan adat orang Yahudi pada waktu itu. Disuruh mendatangi imam, memberi korban persembahan untuk pentahiran dan setelah semuanya selesai, maka berubahlah statusnya. Bukan lagi sipenderita kusta, melainkan diakui sebagai warga masyarakat pada umumya.

Ayat selanjutnya dapat kita pahami bahwa orang berbondong-bondong ingin bertemu Tuhan Yesus. Ada dua maksud mengapa mereka berdatangan. Pertama, ingin mendengarkan ajaran kabar baik Kerajaan Allah. Yang kedua mungkin lebih menonjol atau cenderung menjadi prioritas, yaitu ingin disembuhkan dari penyakit dan kelemahan. Mungkin disinilah mengapa Tuhan Yesus lebih memilih mengundurkan diri dan berdoa. Kemungkinan besar Dia mengharapkan agar semua orang termasuk kita ini memprioritaskan ajaran Injil Kerajaan Allah daripada kesembuhan dari sakit penyakit. Yang utama harus dilakukan dan yang lainnya jangan diabaikan.

Penulispun dengan jujur berani mengatakan bahwa kesehatan jasmani menjadi hal yang penting dalam hidup ini. Kita mempunyai banyak alasan untuk itu. Bagaimana kita bisa berkarya kalau jasmani kita sedang sakit? Yang namanya sakit itu pasti tidak enak dan menyengsarakan. Padahal Tuhan Yesus kelihatannya lebih mengutamakan kesehatan rohani lebih dahulu, dan barulah kesehatan jasmani mengiringinya. Kita dapat membaca riwayat orang-orang kudus yang dalam hidupnya masih bisa berkarya, walaupun melalui penderitaan karena sakit jasmani.
Sakit Lumpuh disembuhkan
5:17. Pada suatu hari ketika Yesus mengajar, ada beberapa orang Farisi dan ahli Taurat duduk mendengarkan-Nya. Mereka datang dari semua desa di Galilea dan Yudea dan dari Yerusalem. Kuasa Tuhan menyertai Dia, sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit. 5:18 Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. 5:19 Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. 5:20 Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." 5:21 Tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berpikir dalam hatinya: "Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?"
5:22 Akan tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada mereka: "Apakah yang kamu pikirkan dalam hatimu? 5:23 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, dan berjalanlah? 5:24 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" --berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu--:"Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" 5:25 Dan seketika itu juga bangunlah ia, di depan mereka, lalu mengangkat tempat tidurnya dan pulang ke rumahnya sambil memuliakan Allah. 5:26 Semua orang itu takjub, lalu memuliakan Allah, dan mereka sangat takut, katanya: "Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat mengherankan."
Kabar gethok tular tentang Yesus kelihatannya sudah menyebar kemana-mana. Kita bisa membayangkan di suatu tempat dimana Tuhan Yesus berkarya di hadapan banyak orang. Mereka berdatangan dari wilayah Galilea, Yudea dan Yerusalem, termasuk orang Farisi dan ahli Taurat.
Orang Farisi menurut penulis adalah segolongan para rabi dan ahli Taurat yang berpengaruh pada waktu itu. Mereka sangat berpegang teguh kepada adat istiadat nenek moyang serta Taurat. Sedangkan ahli Taurat sendiri adalah para pengajar dan penafsir Kitab Taurat atau Kitab Musa. Dipercayai bahwa Kitab Musa terdiri dari lima kitab yang sering disebut Pentateukh. Mungkin kita pernah mendengar atau membaca Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan.

Mari kita bayangkan bagaimana orang-orang mengusung tempat tidur yang berisi orang lumpuh. Mereka sangat ingin untuk bertemu langsung dengan TuhanYesus si penyembuh. Situasi yang begitu berjubel banyak orang, rasanya tidak mungkin bisa bertemu muka dengan Dia. Harus dengan cara lain yang mungkin tidak umum dilakukan. Masalah mau diomeli atau dimarahai orang lain, itu belakangan saja; yang penting harus bisa bertemu muka dengan Sang Penyembuh. Iman keyakinan dan usaha bertemu inilah yang mungkin lebih disukai oleh Tuhan Yesus. Dosanya langsung diampuni atau sembuh dari sakit lumpuhnya.

Karena iman dan usaha untuk berubah lebih baik, seringkali membuat orang berani melakukan sesuatu yang kelihatannya tidak umum. Malahan seringkali dianggap aneh bagi orang kebanyakan. Tetapi mungkin ya begitulah iman yang berkobar-kobar, yang tidak jarang malahan menembus segala kebiasaan yang masih berlaku.

Pada saat itu, rasanya kitapun dapat memaklumi jikalau kaum Farisi dan ahli Taurat mengernyitkan dahi dan bertanya di dalam hati. Dalam dogma mereka, mengampuni dosa hanya hak dan milik Allah, bukan milik orang lain dan tidak bisa dilimpahkan. Sampai sekarangpun, masih banyak orang Katolik yang tidak mau melaksanakan sakramen pengakuan dosa atau sakramen tobat. Mungkin mereka agak sepaham dengan saudaranya yang Protestan. Jika bisa langsung kepada Tuhan, ngapain melalui perantaraan orang lain. Hal ini mungkin perlu penjelasan dari hierarki, termasuk sejarahnya. Kita bisa melihat fakta bahwa sakramen ini mulai meluntur tidak seperti dulu lagi.

Sebelum tahun tujuh puluhan pada setiap hari Sabtu sore para imam sudah siap melayani pengakuan dosa di kamar pengakuan. Kadang-kadang para imam juga menyediakan waktu untuk pengakuan sebelum misa kudus dimulai. Penulis tidak tahu apakah hal ini dampak dari hasil konsili Vatikan bahwa lama kelamaan kebiasaan baik ini meluntur. Di sisi lain sekarang ini para umat merasa segan apabila mengganggu waktu imam pada hari-hari biasa untuk pengakuan dosa. Banyak umat sekarang ini yang belum mengerti bahwa pengakuan dosa dapat diminta sewaktu-waktu kepada imamnya. Jelas sewaktu-waktu tersebut dalam artian melihat situasi dan kondisi. Ekstrimnya bukan tengah malam menggedor pintu pastoran dan mendesak saat itu juga dilayani.

Kelihatannya pada saat itulah Tuhan Yesus memproklamirkan dirinya sebagai Anak Manusia. Allah yang berperan sebagai manusia biasa seperti lainnya, namun di balik itu semua penuh dengan segala kuasa. Kuasa-Nya dipergunakan apabila memang dikehendaki-Nya. Mungkin kita lebih mengenal dengan sebutan Tuhan Yesus Kristus. Allah yang di sorga, yang tak kelihatan dan tak terjangkau, diajarkan kepada kita dengan sebutan Allah Bapa. Secara gampang, begitu kita meyebut Bapa, berarti Allah yang bertahta di dalam Kerajaan Surga. Jikalau kita menyebut Tuhan, hal ini lebih cenderung kepada Allah yang turun ke dunia menjilma menjadi manusia sejati, Tuhan Yesus.

Penulis sendiri bingung, mudah mana mengatakan “dosamu sudah diampuni” dengan “bangunlah dan berjalanlah.” Jika memperhatikan makna kalimat tersebut, pasti yang pertama mempunyai maksud lebih dalam. Mau tidak mau orang berdosa dapat juga kita sebut sebagai orang yang sedang sakit, sakit rohani. Mungkin penyebab sakitnya rohani karena keinginan jasmani yang lebih. Paling tidak, dampak dari dosa yang diampuni, maka hasilnya dapat menjalar sampai ke jasmani dan tersembuhkan. Maksud yang lebih dalam lagi mungkin adalah agar jangan berbuat dosa lagi. Hal ini mungkin berbeda dengan bangun dan berjalan yang hanya bertumpu kepada kesembuhan jasmani saja.
Ataukah dalam bahasa Aramis atau bahasa Yahudi “dosamu sudah diampuni” begitu pendek dibandingkan dengan mengatakan “bangunlah dan berjalanlah.” Biarlah hal ini urusan ahli bahasa bersangkutan.

Lewi Pemungut Cukai mengikut Yesus
5:27. Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" 5:28 Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. 5:29 Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia.
5:30 Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" 5:31 Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; 5:32 Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."
Lewi si pemungut cukai mungkin lebih kita kenal sebagai Matius. Kata-kata sentuhan atau sapaan Tuhan Yesus “ikutlah Aku” nyatanya dapat mengubah seseorang dalam waktu seketika. Kita mungkin berpikir, jangan-jangan pada waktu itu terjadi dialog yang cukup panjang lebar, antara Tuhan Yesus dengan Lewi. Dari hasil dialog tersebut, maka berubahlah pola pandang Lewi dan mau dengan sukarela mengikut Tuhan Yesus. Hanya rasa sukacita yang tulus yang dapat menghasilkan perbuatan spontan tanpa menghitung untung rugi. Dialog yang menyentuh tersebut yang menggerakkan Lewi mengadakan perjamuan besar untuk Dia dan para murid beserta handai taulan.

Menurut pemahaman penulis yang sering tidak kita sadari, kita lebih gampang menyebut atau menunjuk seseorang berkelakuan tidak baik karena perbuatannya. Malah yang lebih kejam lagi, mereka kita ketegorikan sebagai orang-orang berdosa. Kita memisahkan diri atau menjauh karena menganggap diri berkelakuan lebih baik atau ekstrimnya tidak berdosa. Kita kawatir jangan-jangan kita digosipkan atau malah ketularan. Sewaktu kita menunjuk seseorang tersebut, satu jari telunjuk kita arahkan ke yang bersangkutan, sedangkan tiga jari tengah, kelingking dan jari manis malah mengarah ke diri sendiri.

Kata-kata Tuhan Yesus begitu jelas, bahwa Dia datang untuk orang-orang berdosa agar bertobat. Dia datang untuk kita semua yang merasa bersalah dan berdosa, agar mau bangkit dan berubah dari kedosaan dan bertobat. Dialah Sang Juru Selamat sejati yang mau berkorban segala-galanya demi kita manusia yang dikasihinya. Bersyukurlah kita semua yang masih merasa memiliki dosa, karena Dia datang untuk kita.

Dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya kita berpikir seribu kali apabila diundang oleh seseorang yang bisa menimbulkan gosip negatif. Padahal orang tersebut benar-benar membutuhkan bantuan kita. Anggap saja seorang janda muda yang membutuhkan bantuan kekuatan, penghiburan ataupun nasihat-nasihat untuk keluarganya. Dalam hal lain, kita selalu membuat jarak pembatas dengan orang-orang yang pernah mendapat cap tidak baik. Padahal, ..... jangan-jangan Tuhan ingin berkarya melalui diri kita.

Selama kita berkeinginan untuk berbuat baik, sudah semestinya kita hilangkan segala macam kasta yang dibuat masyarakat pada umumnya. Biarlah orang berpikir macam-macam, selama kita memang berkehendak baik dan benar. Dan hal tersebut perlu dibuktikan melalui perbuatan nyata yang bisa dirasakan oleh orang banyak.

Pada dasarnya semua orang mempunyai hati nurani dan juga ingin berbuat baik dan benar. Hanya karena situasi dan kondisi lingkungan yang membuat seseorang cenderung kalah dalam pencobaan dan terjerat oleh kejahatan. Virus dan bakteri roh jahat memang demikian gampang untuk menular, yang masuk melalui panca indera kita, menyelusup sampai ke pikiran kita. Penyakit rohani itulah yang diutamakan untuk disembuhkan.
Hal Berpuasa
5:33 Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: "Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum." 5:34 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? 5:35 Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa."
Kelihatannya menurut pandangan orang Farisi, orang yang sering berpuasa dan berdoa itu pasti lebih baik dibandingkan dengan orang yang hanya makan dan minum saja. Jangan-jangan pada masa itu yang namanya berpuasa dan sembahyang perlu untuk dipamerkan. Biarlah semua orang tahu bahwa sedang berpuasa maupun sedang berdoa. Biar mereka menghormati atau mengakui bahwa termasuk orang yang baik, mengikuti aturan adat istiadat yang berlaku. Yang penting, kelihatan di mata orang lain bahwa berkelakuan baik. Masalah lain yang tersembunyi biarlah diri sendiri yang tahu, semoga Allah memaklumi. Pasti ada pembenaran diri bahwa perbuatan baik sudah lebih banyak dirasakan orang lain dibandingkan dengan perbuatan keliru yang disadari.

Kita bisa membayangkan suasana dalam suatu pesta pernikahan, apabila semua tamu tidak mau makan karena berpuasa. Mungkin akan terlihat aneh dan menggelikan, karena semua jamuan yang disediakan masih utuh tidak tersentuh. Jangan-jangan pengantin dan keluarganya malah marah dan tersinggung. Atau malahan diambil sisi enaknya, kalau mau mengadakan hajatan lebih baik diambil hari-hari dimana semua orang berpuasa. Tidak perlu menyediakan suguhan, hidangan seperlunya saja bagi yang tidak berpuasa. Namun sebaliknya yang lebih lugas dan tegas, apabila dijadikan suatu pedoman atau aturan, diwaktu banyak orang berpuasa maka tidak boleh ada hajatan, pesta dan sejenisnya.

Puasa adalah niat pribadi seseorang dengan niat atau harapan sesuatu. Niat atau harapan tersebut bisa untuk kepentingan pribadi, tetapi bisa juga untuk hal yang lebih besar. Puasa adalah niat melawan segala macam hawa nafsu yang timbul karena interaksi mata, telinga, hidung, mulut, rasa dan perasaan. Ungkapan Jawa “mateni (nutupi) babahan hawa sanga” mungkin malah lebih dekat dengan maksud puasa tersebut. Membunuh atau menutup sembilan lobang hawa (nafsu) yang ada di tubuh kita. Mungkin hampir sama dengan mematikan panca indera dari segala macam nafsu yang merangsangnya. Tempat dan suasana yang sepi mungkin akan lebih mendukung untuk konsentrasi, sehingga semuanya lebih tertuju kepada Tuhan.

Berpuasa yang diharapkan Bunda Maria dalam penampakannya di Medjugorje terasa lebih berat, karena meminta setiap hari Rabu dan Jumat. Ujubnya juga lebih besar karena untuk dunia yang tidak ada damai dan sejahtera ini. Tanpa kita sadari, kita sudah tenggelam dalam jeratan penguasa dunia yang mengakibatkan kematian rohani. Bunda kita mengharap agar kita bangkit dan hidup bersama Sang Putera.

5:36 Ia mengatakan juga suatu perumpamaan kepada mereka: "Tidak seorangpun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada baju yang tua. Jika demikian, yang baru itu juga akan koyak dan pada yang tua itu tidak akan cocok kain penambal yang dikoyakkan dari yang baru itu. 5:37 Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itupun hancur. 5:38 Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula. 5:39 Dan tidak seorangpun yang telah minum anggur tua ingin minum anggur yang baru, sebab ia akan berkata: Anggur yang tua itu baik."
Bacaan diatas menginspirasi penulis tentang pemahaman yang agak lain. Setiap generasi mempunyai kebiasaannya sendiri; mempunyai nilai-nilai, norma yang berbeda dengan generasi sebelum atau sesudahnya. Dalam perjalanan waktu, muncullah kebiasaan-kebiasaan yang seringkali sangat dipertahankan, walaupun situasi sudah berubah. Seringkali generasi yang lebih tua mengecam “kelakuan” generasi yang lebih muda. Mereka merasa lebih banyak makan asam dan garam, merasa lebih baik dan akhirnya lebih sulit untuk berubah. Padahal jangan-jangan yang muda malah bukan hanya asam dan garam saja yang dimakan. Malah sudah makan gula yang manis, makan buah zaitun yang pahit dan yang getir lainnya.

Kata-kata “biasanya” begini begitu, sepertinya berkonotasi masih terpaku kepada kebiasaan sebelumnya, dan itu pakem. Pakem tidak boleh diubah dan yang penting pokoknya. Mungkin kita akan bingung sendiri jika ditanya mengapa pakem tersebut muncul. Kebiasaan timbul mestinya karena ada sesuatu yang terjadi, yang mungkin sebelumnya muncul juga pro dan kontra.

Mungkin kita pernah mengalami kebiasaan membawa kado atau buah tangan, sewaktu menghadiri resepsi pernikahan. Mungkin perlengkapan makan atau minum, perlengkapan tidur, jam dinding dan sebagainya. Di kampung mungkin masih terjadi, yang dibawa berbagai jenis kebutuhan makan dan minum, apakah itu beras, gula dan teh, sayur-sayuran atau yang lainnya. Begitu selesai hajatan, tuan rumah malah mempunyai koleksi yang banyak, walaupun tidak termanfaatkan semuanya. Yang tidak diperlukan paling dibagikan dalam keluarga atau tetangga terdekat.

Kado yang berubah menjadi amplop berisi uang, pada awal mulanya muncul juga pro dan kontra. Lama kelamaan yang berlaku berubah amplop berisi uang karena lebih praktis, langsung dapat dimanfaatkan oleh yang punya hajat.

Rasanya tidak salah bahwa yang langgeng itu perubahan. Dari suatu saat ke saat yang lain saja sudah perubahan, paling tidak waktunya sudah berubah. Yang tidak berubah dan kekal mungkin hanya Allah sendiri. Yang lebih tua akan gampang terkoyak apabila dicampurkan dengan yang lebih muda dan sebaliknya. Biarlah perubahan itu menggelinding dengan sendirinya, dan kita berusaha untuk menyesuaikan diri karena perubahan tersebut. Siapa yang bertahan dan melawan perubahan akan tergilas dengan sendirinya. Harapannya hanya satu, semoga perubahan itu menuju ke yang lebih baik dan benar.

Jangan-jangan perumpamaan tersebut mengajarkan kepada kita bahwa perbuatan baik dan benar itu bersifat universal. Perbuatan yang disukai Tuhan yang tidak memerlukan embel-embel tambahan. Tidak memerlukan syarat, penjabaran dan diatur. Begitu perbuatan nyata baik dan benar tersebut dibikin aturan dan jabarannya, pada suatu saat malah tidak cocok lagi dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Jangan-jangan malah aturan dan jabaran tersebut menjadi batu sandungan dan lupa akan inti perbuatan baik dan benar itu sendiri. Untuk kembali kepada inti ajaran perbuatan baik dan benar jangan-jangan akan menghadapi pertentangan.

Manusia ini pada dasarnya senang mengotak-atik tentang apapun. Dari hasil otak-atik tadi koq bisa menghasilkan sesuatu, maka semakin diteliti. Namun kelihatannya memang ada tempat-tempat atau kolong-kolong tertentu yang dapat diotak-atik dan tidak ada habisnya. Namun ada relung-relung tertentu juga yang katakanlah sulit untuk diteliti, atau malahan seperti tidak mungkin untuk ditelusuri. Kita anggap saja bahwa itu masih suatu misteri yang pada saatnya nanti pasti terbuka. Biarlah hal ini menjadi bagian para ahlinya di bidang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar