Minggu, 06 Desember 2009

Memahami Lukas Bab7

Bab 7- Penyembuhan, Diurapi Orang Berdosa
Hamba seorang Perwira disembuhkan
7:1. Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. 7:2 Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. 7:3 Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. 7:4 Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong, 7:5 sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami." 7:6 Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; 7:7 sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. 7:8 Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya." 7:9 Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!" 7:10 Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.
Kita bisa memperkirakan bahwa perwira tersebut di atas bukan orang Yahudi namun berkelakuan baik kepada siapapun. Perwira tersebut nyatanya tidak fanatik karena mau membangun rumah ibadat yang bukan kepercayaannya. Disini kita bisa belajar bahwa dalam suatu kelompok, suku atau apapun namanya, tidak semuanya jahat atau sebaliknya. Kita tidak boleh nggebyah uyah atau menjeneralisir bahwa semuanya sama saja. Kita sering menganggap bahwa bangsa penjajah itu, dari bayi sampai nenek moyangnya semua jahat. Memang kita mempunyai peribahasa :karena nila setitik maka rusak susu sebelanga.

Kita bisa merasakan betapa sang perwira tersebut begitu menghargai dan menghormati Tuhan Yesus, walaupun belum pernah bertatap muka. Dia tidak ingin diprioritaskan untuk diri sendiri dan menghabiskan waktu kerja Tuhan Yesus. Masih banyak orang sakit yang perlu ditolong dan disembuhkan. Dia percaya dan yakin akan “kehebatan” Tuhan Yesus, seperti yang didengarnya. Dengan cukup satu ucapan dari jarak jauh, apa yang akan dikatakan pasti terjadi. Dengan begitu, maka Tuhan Yesus tidak perlu repot-repot meluangkan waktu demi satu orang saja.

Inilah yang disukai oleh Tuhan Yesus, iman, kepercayaan atau keyakinan yang tanpa syarat. Dan tidak pernah dijumpai di antara orang Israel. Mengapa? Apakah hal ini suatu ungkapan bahwa jangan memandang rendah orang lain, mentang-mentang merasa sebagai bangsa terpilih? Ataukah bangsa Israel sudah dipenuhi oleh kesombongan rohani, merasa paling dekat dengan Allah?

Memang harus diakui, bahwa kedekatan dengan pejabat atau penguasa sering kali membuat orang merasa lebih dibandingkan orang lain. Perasaan lebih tersebut bisa berubah menjadi sombong dan egonya semakin menonjol. Apa lagi jika perasaan dekat tersebut berhubungan dengan Allah, perasaan sebagai bangsa terpilih. Dampaknya malah sering lupa diri karena menganggap enteng. Sudah dijajah namun masih bisa sombong, karena tidak ada lagi yang bisa ditonjolkan.

Yang jelas orang Katolik selalu mengucapkan kata-kata yang hampir sama dengan perwira tadi, sewaktu akan menerima Tubuh (dan Darah) Kristus dalam wujud Roti (dan Anggur). Pertanyaannya, apakah ucapan tersebut dirasakan dan dimaknai dengan sepenuh hati dan jiwa, atau hanya sekedar hapalan bibir. Hanya kita masing-masing yang bisa merasakan, betapa Tuhan Yesus dengan senang hati mau beserta kita. Yang bisa menyembuhkan hati dan jiwa apabila pasrah, dan biarlah Dia yang menguasai kita. Kita belajar mengalahkan diri sendiri dan memberi tempat kepada Tuhan untuk menguasai jiwa dan raga kita. Disinilah kita bisa bersyukur dan berterima kasih, karena berkat-Nya bersama kita.

Membangkitkan Anak Muda di Nain
7:11. Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. 7:12 Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. 7:13 Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: "Jangan menangis!" 7:14 Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" 7:15 Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. 7:16 Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: "Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita," dan "Allah telah melawat umat-Nya." 7:17 Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.
Kota Nain kira-kira sebelah selatan agak ke barat dari danau Galilea. Kita bisa membayangkan bahwa Tuhan Yesus pergi seperti suatu rombongan besar. Kemanapun Dia pergi, selalu diikuti oleh banyak orang. Dan mereka inilah mestinya yang menjadi saksi-saksi hidup, yang dapat bercerita kepada anak cucu maupun handai taulan.

Kita bisa membayangkan bagaimana Tuhan Yesus begitu berbelas kasihan kepada orang yang sedang sedih. Seorang janda yang ditinggal mati anak tunggalnya, pasti akan merasakan kesedihan yang luar biasa. Mengapa dia yang dipanggil duluan? Mengapa bukan aku yang sudah tua? Itulah kasih pengorbanan seorang isteri, seorang ibu yang rela menderita demi keluarganya. Betapa keluarga itu akan punah tanpa ada penerusnya. Kematian seorang anak tunggal berarti janda tersebut akan sendirian. Pasti ada pengharapan bahwa anak laki-laki tersebut akan menjadi penerus keluarga, beranak pinak. Lha kalau dia mati duluan, maka hilanglah pengharapan tersebut. Mengapa tidak mati sekalian, biar bisa bersama-sama dengan sang anak masuk ke dalam kerajaan surga.

Rombongan pengantar mayat tersebut bertemu rombongan Tuhan Yesus, dan mereka sepertinya berhenti barang sejenak. Sewaktu Tuhan Yesus berkata :”Jangan menangis,” kemungkinan janda tersebut untuk sejenak merasa heran dan kaget. Itu bukan kata-kata yang menghibur, tetapi dibalik ucapan tersebut sepertinya ada sesuatu yang tersembunyi. Sepertinya ada secercah harapan yang masih dalam tanda tanya besar. Kita bayangkan Tuhan Yesus berjalan perlahan mendekati usungan, lalu menyentuhnya. Semua orang berhenti dan melihat, apa yang akan diperbuat oleh Tuhan Yesus dan apa yang akan terjadi. Pada saat itu pastilah tidak akan terbayangkan bahwa akan terjadi mukjizat diluar nalar mereka. Paling-paling Tuhan Yesus menyentuh dan mendoakan jiwa anak tersebut, agar diampuni dan diterima di surga.

“Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” dapat kita bayangkan suatu suara memerintah yang tidak terbantahkan. Dan yang diperintah saat itu sepertinya bukan anak muda yang sedang “tidur”, melainkan takdir kematian yang sudah menguasai si anak muda. Membangkitkan orang mati bukanlah perkara kecil, tetapi suatu mukjizat yang bukan main menakjubkan. Pantaslah jika semua orang geger, ketakutan dan bermacam-macam perasaan campur aduk menjadi satu. Sadar tidak sadar, dalam keadaan demikian hanya bisa mengucap syukur dan memuliakan Allah. Tuhan Yesus disebut sebagai nabi besar, malahan Allah yang sedang melawat umat-Nya. Hanya kuasa Allah yang dapat membangkitkan orang mati.

Semua orang yang menyaksikan kejadian tersebut pastilah tidak bisa menahan diri untuk tidak bercerita kepada orang lain. Mungkin saja sewaktu bercerita dengan berkobar-kobar dan tidak akan luput dengan bumbu-bumbu penyedap, sebagai penekanan pada hal yang menakjubkan. Kabar getok tular itu begitu cepat menyebar, yang mau tidak mau pasti akan menarik perhatian bagi yang membutuhkan pertolongan.

Hal ini menjadi suatu pelajaran bagi para murid, bahwa Sang Guru bukan hanya sakti mandraguna. Dia bisa mengalahkan kematian, maut yang sudah datang menjemput. Hanya dengan ucapan-Nya saja orang mati bisa bangkit lagi. Kuasa seperti itu hanya Allah saja yang empunya, dan hanya orang-orang yang diberi kuasa-Nya yang bisa berbuat seperti itu.

Yesus dan Yohanes Pembaptis
7:18 Ketika Yohanes mendapat kabar tentang segala peristiwa itu dari murid-muridnya, 7:19. ia memanggil dua orang dari antaranya dan menyuruh mereka bertanya kepada Tuhan: "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?" 7:20 Ketika kedua orang itu sampai kepada Yesus, mereka berkata: "Yohanes Pembaptis menyuruh kami bertanya kepada-Mu: Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?" 7:21 Pada saat itu Yesus menyembuhkan banyak orang dari segala penyakit dan penderitaan dan dari roh-roh jahat, dan Ia mengaruniakan penglihatan kepada banyak orang buta. 7:22 Dan Yesus menjawab mereka: "Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. 7:23 Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku."
Menurut pemahaman penulis, dua orang murid Yohanes Pembaptis tersebut bertanya dengan suatu harapan mendapat jawaban langsung, iya atau bukan. Ada semacam keraguan yang mengganjal di hati sanubari Yohanes Pembaptis. Penulis hanya bisa membayangkan adanya suatu rasa yang begitu percaya, namun ada sedikit ganjalan ragu :”Benar tidak ya?” Mungkin keraguan tersebut muncul, salah satunya karena Tuhan Yesus berani menentang adat istiadat Yahudi. Adat kebiasaan yang menjadi dogma dan sudah berlaku anggaplah ribuan tahun, didobrak begitu saja. Keraguan atau ganjalan ini harus mendapat kepastian dari yang bersangkutan sendiri, dan tidak boleh ditunda-tunda.

Coba, percayakah kita bahwa Sangkuriang dengan cerita Tangkuban Perahu itu benar-benar ada, bukan legenda? Atau, percayakah kita bahwa nabi Nuh dengan perahu besarnya itu suatu legenda, bukan seorang nabi yang benar-benar ada? Perkiraan penulis, kebanyakan dari kita akan bingung atau ragu. Mengapa Sangkuriang dengan Tangkuban Perahunya dibandingkan dengan nabi Nuh dengan perahu besar dan Gunung Araratnya? Jika menjadi ganjalan yang serius, pasti akan bertanya kepada orang-orang yang dianggap tahu, untuk meyakinkan diri.

Jawaban Tuhan Yesus begitu sederhana, tanpa mau menonjolkan diri secara langsung. Dia tidak mau mempromosikan diri-Nya seperti para pedagang dan sejenisnya. Dalam bayangan penulis, Tuhan Yesus begitu rendah hati, membalikkan pertanyaan dengan permintaan dengan datar. Biarlah orang melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinganya sendiri. Dengan melihat dan mendengar sendiri, mestinya tidak ada lagi kebimbangan yang menghantui.

Namun sudah menjadi dasarnya manusia, seringkali kita menginginkan jawaban langsung dari sumber berita. Rasanya kurang puas kalau hanya menyaksikan hasil perbuatannya saja, walaupun buah-buahnya sudah dinikmati banyak orang. Harapannya ada jawaban tegas, “Ya benar, ini lho Aku yang ditunggu-tunggu. Coba perhatikan, .... bla-bla-bla.”

Kita diajar untuk tidak kecewa dan menolak Dia, karena tidak menyaksikan sendiri. Kita mendengar atau membaca tulisan para saksi iman yang melihat dan mengalami, atau paling tidak mengumpulkan cerita dari para saksi mata yang mengalami sendiri. Mestinya kita malah berterima kasih kepada para penulis Injil yang telah menyempatkan diri untuk memberikan tinggalan kepada kita. Merekalah para saksi mata yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri, siapakah sebenarnya Yesus orang dari Nazaret itu.

7:24 Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: "Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari? 7:25 Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja. 7:26 Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. 7:27 Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu. 7:28 Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya."
7:29 Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes.
Tuhan Yesus kelihatannya menekankan bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang nabi. Bukan sembarang nabi, karena memang sudah dipersiapkan sebagai pembuka jalan, sebelum Tuhan Yesus berkarya. Kebanyakan dari para murid-Nya pernah mengikuti Yohanes dan dibaptis. Kita bisa membayangkan bahwa murid-murid Yohanes adalah orang-orang yang sudah siap untuk berubah. Berubah melalui pertobatan dan pembaptisan. Kita bisa mengumpamakan mereka seperti buah-buah yang hampir masak. Pohon buah tersebut dipersiapkan oleh Yohanes, yang kemudian diteruskan oleh Tuhan Yesus agar berbuah.

Ayat selanjutnya membikin penulis bingung. Hampir atau malah semua anak dilahirkan oleh seorang perempuan. Namun dikatakan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis. Bagaimana dengan Tuhan Yesus sendiri yang selama ini kita yakini, juga dilahirkan oleh seorang perempuan, Bunda Maria. Apakah Tuhan Yesus sengaja tidak memperhitungkan diri-Nya sendiri karena kerendahan hati-Nya? Apakah Tuhan Yesus termasuk perkecualian karena begitu misteri? Ataukah, kelahiran Tuhan Yesus sendiri melalui Bunda Maria adalah misteri Allah yang tak terungkapkan? Kita anggap saja menurut selera kita yang asal kira-kira, bayi Tuhan Yesus tidak dilahirkan seperti umumnya manusia; tidak melalui rahim dan juga tidak melalui operasi ceasar, atau sejenisnya. Bunda Maria tetap utuh sebagai perawan sejati, seperti perempuan yang belum pernah berhubungan dengan seorang priapun. Disinilah misteri itu dan tak seorangpun tahu selain Bunda Maria dan Tuhan Yesus sendiri.

Yohanes Pembaptis sebagai manusia kebanyakan memang telah dipersiapkan secara khusus oleh Tuhan. Sebagai pembuka jalan lurus dan rata, dialah manusia terbesar sepanjang sejarah peradaban dunia. Sayang sekali bahwa cerita Yohanes Pembaptis begitu sedikit, yang malahan matinya dipenggal oleh raja orang Yahudi.

Sub ayat selanjutnya juga sulit untuk memahaminya. Yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya. Nabi yang begitu besar namun masih dianggap lebih kecil dari yang paling kecil. Apakah karena keraguannya maka dianggap kecil? Ataukah karena ia masih hidup di dunia, yang berarti masih bisa berubah? Yang terkecil dalam Kerajaan Allah pastilah orang kudus, yang sudah bersih dari segala macam dosa. Segala kotoran yang pernah melekat sudah “dicuci” sampai bersih total. Anggap saja seputih kapas atau seputih salju yang tanpa noda sama sekali. Sedangkan di dunia orang hidup ini, belum ada yang disebut sebagai orang kudus. Seputih apapun bagi yang masih hidup di dunia ini, pasti masih ada saja kotoran atau noda yang menempel. Noda disengaja ataupun tidak disengaja yang mengotori, walaupun hanya kecil sekali.

7:30 Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.
7:31 Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? 7:32 Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. 7:33 Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. 7:34 Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. 7:35 Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya."
Dalam pemahman penulis, mungkin orang Farisi dan ahli Taurat merasa tidak selayaknya jika dibaptis oleh Yohanes. Jangan-jangan mereka merasa lebih pandai dan lebih taat dalam aturan dan adat yang berlaku. Menurut anggapan mereka, Yohanes bukan imam agung dan juga bukan nabi yang lebih tinggi dari mereka walaupun keturunan imam. Dia diproklamirkan sebagai nabi kan bukan oleh kelompok mereka, namun oleh masyarakat biasa, kelompok akar rumput. Konyolnya lagi, malah dianggap gelandangan yang kerasukan setan. Orang tidak umum yang makanan dan minumnya juga tidak umum.

Yohanes Pembaptis tidak larut dan mengikuti adat kebiasaan tersebut, dan dianggap aneh, tidak umum. Secara tidak langsung terkucilkan atau malahan memisahkan diri dan hidup menyatu dengan alam yang begitu luas. Alam telah mencukupi kebutuhan makan dan minum serta pakaian yang diperlukan. Ia malah terbebas dari segala macam belenggu yang mengikat dan tidak perlu memakai topeng macam-macam.

Jika kita renungkan, seringkali kitapun berbuat seperti mereka sewaktu bertemu atau melihat gelandangan yang bukan pengemis. Berpakaian compang-camping kotor berdebu dan rambutnya gimbal tidak terurus. Makanannya dari tempat sampah sisa-sisa buangan. Yang langsung terbersit dalam benak kita, dia itu orang kurang waras, stress berat atau depresi. Malahan mungkin orang yang berguru namun tidak kuat menerima ilmu dan akhirnya begitu. Jangan-jangan oleh mereka malah kitalah yang dianggap kurang waras. Jangan-jangan kitapun hampir sama dengan orang Farisi dan ahli Taurat. Mari Kita renungkan dalam hati kita masing-masing.

Begitu juga dengan Tuhan Yesus, malahan lebih dekat dengan orang-orang yang dianggap berdosa. Orang-orang yang semestinya dijauhi, bagaikan kumpulan orang yang berpenyakit menular. Hal tersebut juga tidak umum dalam pandangan mereka, yang merasa sebagai orang-orang terhormat, yang merasa selalu hidup dijalan Allah.

Perumpamaan Tuhan Yesus terhadap mereka cukup sulit untuk memahaminya. Kita hanya bisa membayangkan bahwa adat kebiasaan meniup seruling bagi anak-anak, sebagian dari mereka akan tergerak untuk menari. Demikian juga dengan lantunan kidung duka, akan membawa pengaruh bagi yang lain untuk merasakan kesedihan dan tidak sadar menangis, minimal mengeluarkan air mata.

Mungkin orang Farisi dan ahli Taurat dianggap sebagai orang yang tidak mempunyai kepedulian terhadap situasi, khususnya yang berhubungan dengan kemiskinan dan rohani. Mereka acuh tak acuh terhadap panggilan bertobat yang disuarakan Yohanes Pembaptis maupun Tuhan Yesus sendiri. Mereka menjadi kelompok eksklusif yang membikin tembok pemisah, dan mengangkat diri sebagai kasta terbaik. Hidup di lingkaran aman dan mapan serta tidak ingin keluar dari lingkungannya. Namun dari sisi lain mereka mengangkat diri sebagai wakil Allah, dari sisi lainnya lagi mengaku sebagai wakil rakyat.

Ungkapan Jawa “sing becik ketitik, sing ala ketara” semuanya akan kelihatan pada waktunya. Setiap orang suatu ketika bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Pada suatu ketika kebenaran akan diakui dan diterima oleh orang-orang yang sadar. Kebenaran dan kebaikan bukan hanya dari mulut saja, namun harus dinyatakan dalam perbuatan nyata.

Kita mungkin bisa merasakan dan mengenal bagaimana orang yang pintar bicara dengan bahasa indah, teori text book, namun tidak berbuat apa-apa. Di lain pihak, kita juga mengenal seseorang yang tidak banyak omong namun berbuat nyata, untuk kepentingan banyak orang. Jelas, kita akan cenderung memilih orang yang bisa mengajar dan memberi contoh langsung, satunya pikiran, kata dan perbuatan.
Yesus diurapi oleh Perempuan Berdosa
7:36. Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan. 7:37 Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. 7:38 Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. 7:39 Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa."
Orang Farisi mengundang makan seseorang yang tidak ia sukai, termasuk hal yang agak aneh. Secara nalar pasti ada suatu tanda tanya besar, ada apa dibalik undangan tersebut. Yang sering muncul di benak kita adalah berpikir negatif lebih dahulu. Jika berpikir positif, mungkin dia ingin berdiskusi panjang lebar tentang sesuatu yang diajarkan Tuhan Yesus. Yang paling enak ya tidak usah berpikir macam-macam, kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi.

Bagi penulis untuk saat sekarang ini, malah berpikir sangat kebetulan; di zaman susah dimana bahan kebutuhan pokok begitu mahal bagi kantong yang pas-pasan, ech ada undangan makan datang. Mengapa harus disia-siakan karena tinggi hati atau kesombongan diri yang berlebih? Makan tuh, kerasnya kesombongan diri! Mereka mengundang pasti ada sesuatu yang diharapkan, walau sekecil apapun. Pasti ada secercah keingin tahuan, penghormatan dan sejenisnya, sehingga mengundang.

Kemudian mari kita bayangkan seorang perempuan yang begitu dikenal sangat berdosa. Kita bisa berandai-andai bahwa dia seorang pelacur yang langganannya begitu banyak, maka sangat dikenal. Paling tidak pernah mendengar dari mulut ke mulut, apabila tidak menyaksikan sendiri. Orang-orang seperti ini sebaiknya tidak didekati karena dapat menggoncangkan iman apabila tidak kuat. Paling tidak, apa kata dunia jika berdekat-dekat dengan dia.

Kita sering lupa untuk bertanya, mengapa dia sampai melacurkan diri? Jangan-jangan secara langsung atau tidak langsung kita terlibat, sekecil apapun yang menyebabkan dia melacur. Jika kita berpikir bahwa sebenarnya tidak ada orang yang bercita-cita untuk menjadi pelacur, kira-kira apa yang ada di benak perempuan tersebut? Menurut penulis yang juga selalu berbuat keliru, pada saat-saat sepi akan selalu terbersit perasaan bersalah dan ingin berubah. Hanya karena waktu dan situasi duniawi, untuk bangkit dan berubah seringkali tidak sejalan. Selanjutnya masih ada pertanyaan, apakah aku masih bisa diterima oleh masyarakat. Cap atau stigma sebagai orang berdosa sepertinya akan dibawa seumur hidup, dan masyarakat sering atau malahan selalu curiga, jangan-jangan ..

Perempuan tesebut kelihatannya sudah mendengar akan kehebatan Tuhan Yesus. Guru yang lebih sering berpihak kepada orang-orang kecil, yang tersisihkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat, bukan masyarakat terhormat. Ini suatu kesempatan yang baik untuk menemui-Nya, dan terserah mau dikatakan apa saja. Yang lebih penting bisa bertemu langsung dengan Tuhan Yesus, menyentuh-Nya, atau cara lainnya. Lihat saja nanti bagaimana situasinya, pokoknya harus berani dipermalukan.

Si orang Farisi sendiri melihat situasi yang demikian, memanfaatkan ungkapan “pucuk dicinta ulam tiba.” Mumpung kebetulan, coba kita lihat apa yang terjadi atau yang akan diperbuat oleh Sang Guru yang terkenal tersebut.

7:40 Lalu Yesus berkata kepadanya: "Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu." Sahut Simon: "Katakanlah, Guru." 7:41 "Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh. 7:42 Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?" 7:43 Jawab Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya: "Betul pendapatmu itu."
Yang mengagetkan, Tuhan Yesus bertanya kepada Simon Petrus yang orang biasa, bukan kepada orang Farisi yang pandai. Kelihatannya ungkapan yang disampaikan Tuhan Yesus di atas hanya sebagai pembuka. Pertanyaan yang begitu gampang untuk dijawab, hampir semua orang tahu. Namun hampir semua orang yang berada disitu belum dapat menangkap makna dan akan di bawa kemana. Lebih baik kita dengarkan saja apa yang akan dikatakan selanjutnya.

Paling tidak kita bisa menangkap bahwa ungkapan tersebut menyangkut orang Farisi dan perempuan berdosa. Dosa orang Farisi lebih kecil, hanya sepersepuluhnya saja dari dosa perempuan tadi. Hal ini menurut pandangan mata manusia biasa, termasuk kita-kita ini. Para anti Kristus yang mendapatkan pencerahan dan kemudian berbalik mengikuti perintah-Nya, pasti akan lebih giat berkarya di ladang-Nya, sesuai kemampuan.

7:44 Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. 7:45 Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. 7:46 Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi. 7:47 Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." 7:48 Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."
7:49 Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: "Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?" 7:50 Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"
Nyatanya Tuhan Yesus tidak memberikan suatu penjelasan atau apapun kepada semua orang. Dia malahan bicara kepada Simon yang secara tidak langsung menyindir kelakuan kita. Kita yang sering mengaku orang beradab dan beradat namun melalaikan perbuatan yang sesuai adat. Adat istiadat yang baik untuk umum, seringkali kita kembangkan dengan bertingkat, kita buat kasta-kasta yang membedakan. Betapa kita lakukan lebih baik penuh hormat kepada seseorang yang kita segani, namun berbeda apabila seseorang tersebut kita anggap rendah tidak sederajat. Jika kita renungkan, sindiran tersebut begitu mengena bagaikan bumerang yang membalik memukul kita.

Dalam pemahaman penulis, Tuhan Yesus sepertinya tidak begitu peduli dengan bahasa kata-kata dari si perempuan. Perbuatan nyata yang dilakukan si perempuan sudah cukup menyiratkan harapannya. Dan Tuhan Yesuspun hanya berkata pendek “Dosamu telah diampuni.” Jawaban pendek itu lebih dari cukup bagi si perempuan tersebut, namun menjadi batu sandungan bagi yang lain.

Bagi penulis, Tuhan Yesus seringkali mengungkapkan diri-Nya secara tersamar bahwa Dialah Allah yang hadir ke dunia ini. Allah yang bisa mengampuni dosa manusia, seberapapun besarnya dosa itu. Dan yang bisa merasakan ke-Allahan-Nya pada saat itu, hanya orang-orang yang mengakui dirinya berdosa. Ada suatu kekuatan luar biasa yang tidak bisa dijelaskan, yang bisa mengubah seseorang dari kondisi, situasi, suasana, keadaan yang selama ini dialami. Perubahan yang dirasakan tersebut begitu mengherankan, yang menimbulkan kelegaan, kegembiraan, kebahagiaan, kepuasan, pengakuan dan sejenisnya.

Namun Kuasa ke-Allahan-Nya seringkali diselimurkan kembali melalui kata-kata lanjutan “Imanlah yang menyelamatkan.” Sang Anak Manusia lebih memilih untuk menjadi manusia sejati tanpa mau menonjolkan diri. Ajaran kerendahan hati malah lebih diperlihatkan, biarlah orang lain yang menilai sesuai seleranya masing-masing.

Penulis sering kali berpikir dan bertanya-tanya, mengapa kita ini begitu mudah membuat kelompok, kasta, golongan dan membeda-bedakan. Padahal kita tahu dan sadar bahwa di hadapan Allah semuanya sama. Sewaktu lahirpun sama-sama telanjang. Yang membedakan sebenarnya hanyalah tingkat atau status dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin masih ditambah sidik jari yang membedakan setiap orang, sehingga setiap orang begitu unik hampir tidak ada yang sama. Apabila ada persamaan dan mirip sekali, pasti tetap ada yang berbeda.

Karena keunikan yang membedakan tersebut, mestinya kita duduk sama redah dan berdiri sama tinggi. Pada akhirnya semua orang saling membutuhkan, saling memberi, saling berbagi, saling berkomunikasi, sehingga terjalinlah persaudaraan yang menembus batas ruang dan waktu.

Jika kita renungkan, sepertinya Tuhan Yesus memang mengajak kita semua untuk melaksanakan hukum kasih tanpa pandang bulu. Jika itu berjalan, maka kerajaan-Nya pasti turun ke bumi, dan hal tersebut bisa terjadi apabila kita ambil bagian di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar