Selasa, 01 Desember 2009

Memahami markus Bab11

Bab 11 - Dielu-elukan, Mengutuk, Menyucikan, Kuasa Yesus

Yesus dielu-elukan di Yerusalem
11:1. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya telah dekat Yerusalem, dekat Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun, Yesus menyuruh dua orang murid-Nya 11:2 dengan pesan: "Pergilah ke kampung yang di depanmu itu. Pada waktu kamu masuk di situ, kamu akan segera menemukan seekor keledai muda tertambat, yang belum pernah ditunggangi orang. Lepaskan keledai itu dan bawalah ke mari. 11:3 Dan jika ada orang mengatakan kepadamu: Mengapa kamu lakukan itu, jawablah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya ke sini."
11:4 Merekapun pergi, dan menemukan seekor keledai muda tertambat di depan pintu di luar, di pinggir jalan, lalu melepaskannya. 11:5 Dan beberapa orang yang ada di situ berkata kepada mereka: "Apa maksudnya kamu melepaskan keledai itu?" 11:6 Lalu mereka menjawab seperti yang sudah dikatakan Yesus. Maka orang-orang itu membiarkan mereka. 11:7 Lalu mereka membawa keledai itu kepada Yesus, dan mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya. 11:8 Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang.
11:9 Orang-orang yang berjalan di depan dan mereka yang mengikuti dari belakang berseru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, 11:10 diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud, hosana di tempat yang maha tinggi!" 11:11 Sesampainya di Yerusalem Ia masuk ke Bait Allah. Di sana Ia meninjau semuanya, tetapi sebab hari sudah hampir malam Ia keluar ke Betania bersama dengan kedua belas murid-Nya.
Kita mengenal hari itu pada saat ini sebagai hari Minggu Palma. Tuhan Yesus melihat yang tidak kelihatan dari tempat-Nya bahwa ada keledai muda tertambat. Apakah kata-kata ”Tuhan memerlukannya” mempunyai arti yang khusus? Apakah bila diperlukan oleh Tuhan dapat diartikan sebagai korban sembelihan untuk keperluan khusus. Namun keledai tersebut akan dikembalikan pada waktunya, yang berarti hanya dipinjam untuk sementara waktu. Sepertinya keledai tidak termasuk bagian dari korban sembelihan.

Yang jelas “Tuhan memerlukannya” sudah menjadi jaminan bagi orang-orang yang ada disitu. Nalar kita bisa berandai-andai bahwa Tuhan Yesus sudah mereka kenal dengan segala karya ajaibnya. Mungkin nilai seekor keledai muda masih belum sebanding dengan nilai kesembuhan yang mungkin mereka peroleh. Dalam suasana kegembiraan dan kebahagiaan, kitapun bisa menjadi orang yang murah hati. Dengan ikhlas kita bisa melepaskan barang milik kita untuk seseorang yang membuat kita penuh sukacita. Pastilah mereka cukup mengenal bahwa kedua orang itu sebagai murid Tuhan Yesus.

Penulis mencoba membayangkan bahwa pada saat itu para murid secara spontan melepaskan jubah luar untuk mengalasi keledai. Tuhan Yesuspun terus menaiki keledai itu. Mungkin tanpa ada komando, orang-orang yang mengikuti perjalanan tersebut juga melepas jubah untuk dihamparkan di jalan yang akan dilalui-Nya. Dengan sukarela, mereka menganggap bahwa Tuhan Yesuslah yang pantas sebagai raja penerus Daud yang ditunggu-tunggu. Calon seorang raja yang perlu diberi penghormatan, yang disesuaikan dengan zaman itu. Jika tidak ada jubah, maka ranting-ranting muda dengan daun hijaunya bisa dihamparkan di jalan. Betapa suasana pada waktu itu penuh gegap gempita, pujian penuh penghormatan bagaikan paduan suara mengumandang dan menarik perhatian orang lain.

Mungkin banyak orang keluar dari rumahnya dan ingin mengetahui apa yang terjadi. Ada yang ikut bersukaria, ada yang hanya menonton dan ada juga yang merasa kesal dan kuatir. Apa jadinya jika penguasa setempat mendengar bahwa ada calon raja baru keturunan Daud yang diusung oleh banyak rakyat kecil. Kampanye mendadak seperti ini pastilah dapat menimbulkan huru-hara yang tidak dikehendaki oleh orang-orang yang sudah mapan pada waktu itu.

Mungkin pada malam harinya banyak tokoh pemerintahan dan tokoh agama saling berkumpul dan memperbincangkan kejadian tersebut. Mereka melakukan evaluasi dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, dan hal ini perlu diantisipasi. Kemungkinan besar banyak orang mapan yang tidak setuju apabila Anak Manusia sampai menjadi raja orang Israel. Langkah selanjutnya adalah menyusun strategi bagaimana caranya agar hal tersebut tidak terjadi.

Tuhan Yesus sendiri bersama para murid-Nya nyatanya tidak memanfaatkan situasi tersebut, malahan meninggalkan Bait Allah dan bermalam di Betania sebelah tenggara Yerusalem. Mungkin ada dari murid tersebut yang merasa kesal, mengapa situasi yang sangat mendukung tersebut tidak dijadikan kesempatan oleh Gurunya. Unjuk kekuatan dengan prosesi yang sudah dijalani menjadi tidak bernilai dan sia-sia.

Orang Katolik pasti mengenal dan hafal dengan sebagian pujian yang dikumandangkan para peserta posesi, sewaktu mereka mengikuti perayaan ekaristi kudus. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan selalu didaraskan dalam doa syukur agung.

Yesus mengutuk pohon ara
11:12. Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. 11:13 Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara. 11:14 Maka kata-Nya kepada pohon itu: "Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!" Dan murid-murid-Nyapun mendengarnya.
Penulis merasa bingung untuk memahami mengapa pohon ara tersebut dikutuk oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus pasti tahu dan mengerti bahwa belum musimnya pohon ara berbuah. Tindakan tersebut pasti menarik perhatian para murid dan menimbulkan pertanyaan di dalam hati. Apakah dibalik itu ada maksud lain yang lebih dalam?

Penulis mencoba meraba rasakan situasi pada waktu itu. Orang Yahudi sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Walaupun ada raja orang Yahudi namun tetaplah dia bawahan dari bangsa Romawi. Dalam Perjanjian Lama sering kita dengar bahwa selama bangsa Yahudi menjauh dari Allah, maka mereka akan mengalami kesengsaraan. Kalah perang, dijajah atau bahkan dibuang keluar negeri. Beberapa nabi malah mereka bunuh termasuk Yohanes Pembaptis, gara-gara perempuan. Buah-buah kebaikan dan kebenaran tidak dihasilkan oleh pemerintahan pada waktu itu. Buah yang dihasilkan malah kedurhakaan dan kesengsaraan rakyat.

Sepertinya Tuhan Yesus menghendaki bahwa berbuah itu tidak mengenal musim. Setiap waktu harus berbuah walaupun hanya sedikit, yang penting selalu berbuah. Apakah mungkin bahwa pohon ara tersebut sebagai kiasan bangsa Yahudi? “Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!” yang menyiratkan bahwa buahnya tidak layak untuk dinikmati. Apakah buah-buah bangsa Yahudi sampai sekarang ini secara rohani memang tidak layak? Penulis tidak berani untuk memastikan hal tersebut. Yang jelas sampai sekarang ini rasanya memang tidak ada kedamaian dan ketenangan. Setiap saat bisa terjadi pertumpahan darah karena keserakahan, menganiaya bangsa Palestina.

Kesombongan rohani yang berlebih karena merasa sebagai bangsa terpilih, menjadikan terlena dan lupa diri. Buah-buah yang dihasilkan malahan perselisihan yang sepertinya tidak pernah kunjung selesai. Sewaktu penulis berziarah ke Israel pada tahun 2001, dikatakan oleh pemandu bahwa sudah enam tahun tidak ada hujan. Air danau Galilea maupun laut Mati sudah menyusut banyak sekali.

Paling tidak kita diajar untuk selalu berbuah dan berbuah tanpa mengenal musim. Sekali waktu berbuah banyak dan dilain waktu hanya berbuah sedikit. Biarlah buah-buah tersebut dapat dinikmati dan dirasakan orang lain, kapanpun mereka membutuhkannya.

Yesus mengucikan Bait Allah
11:15 Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerusalem. Sesudah Yesus masuk ke Bait Allah, mulailah Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, 11:16 dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah. 11:17 Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: "Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!" 11:18 Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mendengar tentang peristiwa itu, dan mereka berusaha untuk membinasakan Dia, sebab mereka takut kepada-Nya, melihat seluruh orang banyak takjub akan pengajaran-Nya.
Mungkin secara gampang gedung Bait Allah itu kita anggap seperti gedung gereja yang ada pelatarannya. Bedanya mungkin, yang boleh masuk ke dalam Bait Allah hanyalah para imam dan orang-orang tertentu. Khususnya orang asing, mereka hanya diperbolehkan sampai di pelataran tersebut. Terus kita bayangkan bagaimana kalau di pelataran atau serambi gereja itu dipergunakan untuk tempat jualan. Padahal tempat tersebut mestinya dimanfaatkan oleh orang yang sedang berdoa dan tidak kebagian tempat di dalam.

Kita bisa membayangkan bagaimana ramainya di pelataran, karena banyaknya binatang persembahan yang dijual belikan. Belum lagi dalam acara tawar menawar yang bisa mengganggu bagi orang yang betul-betul ingin berdoa. Karena sudah begitu biasa dengan situasi seperti itu, jangan-jangan bangsa Yahudi ini melakukan ritual hanya sebatas tradisi dan kewajiban tinggalan leluhur.

Jangan-jangan para imam tidak mempedulikan situasi seperti itu, malahan mendapatkan keuntungan dari para pedagang. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Rumah-Nya dijadikan sarang penyamun. Mungkin para pedagang ini sudah bermain mata dengan para imam, sehingga barang atau binatang merekalah yang layak dan sah untuk persembahan. Apa yang dibawa dari rumah bisa saja dianggap tidak memenuhi syarat dan terpaksa harus membeli dari mereka. Dan biasa, harganya pasti di atas rata-rata pada umumnya karena layak tersebut. Mereka dianggap sebagai perampok yang mengelabui orang-orang yang ingin berdoa dan memberikan korban persembahan.

Perbuatan Tuhan Yesus yang mengusir para pedagang jelas merugikan mereka dan para imam. Namun Tuhan Yesus yang notabene bukan imam tidak peduli dengan mereka maupun rencana akan membunuh Dia. Yang lebih penting rumah-Nya akan menjadi tempat orang-orang yang ingin mencari Dia. Rumah untuk bertemu dan ngobrol dengan Tuhan dalam doa. Rumah tersebut kita kenal sebagai gereja dimana ada lampu yang tidak pernah padam, karena Allah bersemayam di dalamnya.

Tersirat dalam benak penulis, Tuhan Yesus berkata :”Gereja-Ku sudah diperdagangkan!” yang membuat Dia begitu bersedih. Hal ini mau tidak mau menjadi permenungan tersendiri, jangan-jangan tanpa kita sadari telah memperdagangkan kehidupan rohani kita. Sepertinya segala macam kegiatan yang kita lakukan tidak ada yang keliru dan lumrah-lumrah saja. Sudah wajar apabila dalam setiap kegiatan membutuhkan biaya untuk ini dan itu. Adakah aku mendapat keuntungan dari kegiatan tersebut, yang sudah dikemas bagi perkembangan gereja? Ataukah malahan itu sudah menjadi profesi yang harus memperoleh keuntungan, karena sudah menjadi mata pencaharian? Merampok atau menyamun tidak harus dengan cara kasar, namun bisa juga dengan cara yang halus. Bisa saja istilahnya suka-rela namun dengan penekanan kata-kata, maka yang dirasakan malah terpaksa.

Nasihat tentang Doa
11:19 Menjelang malam mereka keluar lagi dari kota. 11:20 Pagi-pagi ketika Yesus dan murid-murid-Nya lewat, mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar-akarnya. 11:21 Maka teringatlah Petrus akan apa yang telah terjadi, lalu ia berkata kepada Yesus: "Rabi, lihatlah, pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering." 11:22 Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah! 11:23 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. 11:24 Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. 11:25 Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." 11:26 (Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu.)
Dalam pemahaman penulis, kita diminta untuk hanya percaya kepada Allah. Percaya dengan penuh iman mempunyai suatu daya kekuatan yang berasal dari Allah sendiri. Hanya penulis belum pernah mendengar bahwa ada orang yang pernah mencampakkan gunung ke dalam laut. Pastilah hal tersebut akan menjadi berita besar dan tersebar kemana-mana.

Penulis hanya bisa merasakan bahwa karena iman, maka gunung bisa kita campakkan ke laut. Dalam hal ini gunung adalah simbul segala penghalang, pencobaan yang menghadang kita. Karena iman kepada Tuhan, maka pencobaan bisa kita kalahkan dan kita buang ke dalam laut sampai tenggelam. Laut bisa kita jadikan simbul yang begitu berbahaya untuk rohani kita. Jika tidak hati-hati dan pandai berenang, maka kita bisa ditelan oleh gelombangnya yang menggelora.

Kita tidak bisa melihat jalan terang, jalan lurus, selama gunung pencobaan itu menghalangi pandangan mata hati kita. Iman kepercayaan yang disertai dengan aksi, semangat untuk berubah dengan keyakinan, pasti bisa mencampakkan gunung tersebut.

Penulis percaya bahwa dalam suatu permohonan yang baik, Allah menjawab kita yang bisa dirasakan dalam hati. Kita merasakan dan percaya bahwa hal itu terjadi dan nyatanya memang terjadi. Yang paling sulit memang keyakinan bahwa kita telah menerima pengabulan doa, padahal belum terjadi. Pengalaman penulis dalam doa permohonan agar dikabulkan untuk berziarah ke Israel dan Italia. Penulis merasa yakin bahwa doa tersebut dikabulkan dan jauh-jauh hari penulis mengajak isteri untuk membuat passport. Isteri pada awalnya mengerutu mengapa buang-buang duwit yang belum jelas. Kenyataannya pada tahun itu juga kami mendapat penghargaan perusahaan untuk berangkat ziarah. Terima kasih Tuhan!

Pengajaran selanjutnya tentang berdoa, kita diminta untuk bersih dahulu dari segala macam sakit hati, dendam, tidak suka, benci terhadap seseorang. Membersihkan diri yang seperti itu berarti proses belajar mengampuni orang lain, sehingga hati ini tidak berisi beban apapun, yang membuat kita bisa enak ngobrol dengan Tuhan.

Dua hal penting dalam hidup kita namun sering kali begitu sulit untuk memahami dan menghayatinya. Percaya kepada Allah dan pengampunan begitu mudah untuk diucapkan, namun cukup sulit untuk dilakukan. Kita begitu memanjakan rasa kebimbangan dan sakit hati yang membelenggu kita. Rasanya sangat sayang jika harus melepaskannya.

Namun penulis masih bisa bersyukur karena Allah Bapa begitu mahamemaklumi akan kelemahan kita. Dia begitu mahasabar menunggu kita tumbuh berkembang dan berubah, walaupun secara pelan-pelan. Mungkin bagaikan orang tua yang begitu mengasihi anaknya, yang dengan sabar mendidik dan membesarkan si anak. Biarlah si anak berproses tumbuh berkembang walaupun harus jatuh bangun melewati kegagalan dan keberhasilan.

Pertanyaan mengenai kuasa Yesus
11:27. Lalu Yesus dan murid-murid-Nya tiba pula di Yerusalem. Ketika Yesus berjalan di halaman Bait Allah, datanglah kepada-Nya imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua, 11:28 dan bertanya kepada-Nya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?"
11:29 Jawab Yesus kepada mereka: "Aku akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu. Berikanlah Aku jawabnya, maka Aku akan mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. 11:30 Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia? Berikanlah Aku jawabnya!"
11:31 Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? 11:32 Tetapi, masakan kita katakan: Dari manusia!" Sebab mereka takut kepada orang banyak, karena semua orang menganggap bahwa Yohanes betul-betul seorang nabi.
11:33 Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami tidak tahu." Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."
Pertanyaan yang menjebak dan menyudutkan dijawab dengan pertanyaan yang hampir sama. Dalam hal ini kita diajar untuk selalu berhati-hati dan waspada terhadap suatu pertanyaan. Jawaban yang asal menjawab bisa menjadi batu sandungan di kemudian hari. Kita diajar untuk balik bertanya, apa yang dimaksud dari pertanyaan tersebut, agar jawabannya tepat. Malahan ada pertanyaan yang tidak harus dijawab, karena dianggap ada indikasi yang bisa membuahkan perpecahan atau pertumpahan darah.

Dalam kehidupan sehari-hari hal seperti inipun sering kita jumpai. Dalam keraguan ataupun ingin mendapatkan jawaban yang memuaskan, kita juga sering bertanya kepada seseorang. Atau sebaliknya kita menerima pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu untuk dijawab. Orang pandai sering kali memberikan pertanyaan yang aneh-aneh menurut pemikiran kita yang dangkal ini. Sering kali kita tidak sadar bahwa dibalik pertanyaan tersebut ada maksud lain, yang lebih menjurus dan jawabannya bisa mendua.

Selanjutnya kita bisa menangkap tanda bahwa para imam, ahli Taurat dan tua-tua tidak percaya akan kenabian Yohanes Pembaptis. Mereka mengakui Yohanes Pembaptis hanya sebatas bibir dan perasaan takut kepada orang banyak yang percaya akan dia. Mungkin mereka merasa lebih baik dalam segala hal, atau malahan takut akan kehilangan karisma dan penghormatan yang selama ini mereka peroleh.

Kita bisa dibuat bingung apabila para tokoh dan pemimpin agama memberikan jawaban “tidak tahu.” Jika mereka yang disebut para ahli saja tidak tahu, bagaimana dengan yang disebut awam ini? Jangan-jangan sampai sekarangpun bangsa Yahudi tetap merasa dan berpendapat bahwa Yohanes Pembaptis bukan seoang nabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar