Selasa, 01 Desember 2009

Memahami Markus Bab12

Bab 12 - Perumpamaan, Pajak, orang Saduki, Hukum utama, Persembahan

Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur
12:1. Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: "Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. 12:2 Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. 12:3 Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. 12:4 Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. 12:5 Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. 12:6 Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. 12:7 Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. 12:8 Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. 12:9 Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. 12:10 Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: 12:11 hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita."
12:12 Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia.
Yang empunya kebun anggur menyewakan kepada para penggarap dan dia sendiri pergi ke negeri lain. Yang empunya kebun tidak hanya mengurusi kebun di satu tempat, namun juga di daerah lain. Kita bisa membayangkan bahwa tanah garapan yang dijadikan kebun tersebut tersebar dimana-mana. Para penggarap kebun anggur hanyalah menyewa dan akan ditagih hasilnya setelah saatnya panen. Penulis merasa yakin bahwa sebenarnya Allah selalu berkarya dimana-mana di seluruh pelosok dunia ini dari zaman dahulu kala. Mungkin di setiap kebun anggur ada hamba-Nya, sebagai utusan yang mengingatkan kewajiban para penggarap.

Dalam pemahaman penulis, hal tersebut ditujukan kepada bangsa Yahudi yang menolak Dia. Para nabi yang diutus mendahului juga ditolak dan dianiaya bahkan dibunuh. Tuhan Yesus yang menjadi ahli waris karena Dia sebagai Allah Putera, juga akan dianiaya dan dibunuh. Pantaslah jika Allah Bapa akan membalas perbuatan para penggarap tersebut. Kebun-Nya akan dipercayakan kepada penggarap-penggarap lainnya.

Perkataan Tuhan Yesus sepertinya menyiratkan bahwa perjanjian dengan bangsa Yahudi sudah berakhir. Bangsa terpilih karena perjanjian Abraham dengan Allah, kontraknya sudah dicabut. Para penggarap kebun Allah sudah diserahkan kepada bangsa-bangsa lain, dengan catatan selama mereka tetap mentaati perjanjian yang sudah dimeteraikan. Apabila mereka pada suatu ketika berontak seperti bangsa Yahudi, jangan-jangan kontraknya akan dicabut juga.

Jika kita renungkan, sebenarnya kitapun hanyalah salah satu penggarap kebun Tuhan di dunia ini. Kita hanya menyewa sebagian lahan, sesuai batas waktu yang ditentukan. Kitapun mungkin sama dengan bangsa Yahudi pada waktu itu. Karena keinginan lebih bahkan mungkin cenderung serakah, kitapun berhasrat memperluas tanah garapan yang kita sewa. Sering kita lupa bahwa sebagai penyewa, kita harus membayar sewa tersebut kepada yang empunya. Buah-buah anggur yang enak, manis dan segar harus kita persembahkan kepada Sang Pemilik. Pada saatnya pasti kita akan ditagih dan diperhitungkan, berapa banyak hasil yang harus kita bayar sampai lunas.

Selanjutnya penulis agak bingung memahami batu yang dibuang malah akan menjadi batu penjuru. Batu yang tidak dimanfaatkan oleh tukang bangunan kemungkinannya karena batu tersebut tidak memenuhi syarat. Yang pertama kualitasnya jelek dan yang kedua batu tersebut terlalu keras dan sulit untuk dibentuk. Kita mengenal peri bahasa tidak ada rotan akarpun jadi. Kita masih bisa memanfaatkan barang apapun walaupun barang tersebut kelasnya tidak sesuai. Dari pada tidak ada, maka barang afkiran tersebut sebagai pengganti.

Nalar dan pemikiran kita yang sudah dianggap secara umum pas, sering kali dicelikkan oleh Tuhan dan kita dibuat bingung. Aneh, ajaib, tidak ketemu nalar, di luar pemikiran kita. Sepertinya Tuhan Yesus mengajak kita untuk berpikir secara sederhana, apa adanya. Tidak ada yang sulit yang harus memeras otak, karena semua orang bisa melakukan, kalau mau. Bersedia memanggul salibnya masing-masing, bersedia menyangkal diri dan bersedia mengikuti-Nya. Secara pikiran dunia, mengapa Tuhan Yesus memilih murid saja koq orang-orang sederhana tidak berpendidikan tinggi? Namun pada saatnya mereka malah akan menjadi panutan di seluruh dunia. Orang-orang pintar dan berpengalaman malahan sering minteri orang-orang awam, bukan mencerdaskan malahan menjerumuskan.

Saulus yang awalnya begitu membenci pengikut Kristus dan ditakuti, koq bisa menjadi rasul kesohor? Dan masih banyak cerita yang sepertinya tidak masuk akal namun malah terjadi, yang semuanya karena sentuhan Tuhan sendiri. Apa yang dikehendaki Tuhan pasti terjadi, walaupun melalui proses yang panjang dan berliku-liku menurut ukuran dunia. Dialah Sang Batu Penjuru yang dijadikan pedoman, yang menjadi pusat paling inti dari segala macam ajaran baik dan benar penuh kasih.

Tentang membayar pajak kepada Kaisar
12:13. Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. 12:14 Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?"
12:15 Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" 12:16 Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." 12:17 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia.
Walaupun dengan bahasa yang begitu halus penuh pujian, Tuhan Yesus tahu persis apakah semuanya itu tulus dari hati atau hanya semu memuji sebatas bibir. Segala kepalsuan semu akan dicelikkan dan dibuka pada waktunya. Tidak ada sesuatupun yang bisa mengelabui Tuhan, karena Dia Mahamelihat walupun tersembunyi.

Tuhan Yesus tidak mau dijebak dengan hal-hal yang duniawi, walaupun Dia tahu bahwa bangsa Yahudi sedang dijajah bangsa Romawi. Kita malah diajar untuk mematuhi setiap kewajiban yang dibuat pemerintah yang berkuasa. Di lain pihak kita diajar juga untuk patuh kepada kewajiban yang diminta oleh Tuhan. Ada kewajiban duniawi dan juga kewajiban yang surgawi. Keduanya harus berjalan seiring karena memang kita masih hidup di dunia.

Dalam kehidupan sekarang ini, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, apakah sudah menjadi warga masyarakat yang baik sesuai kehendak Tuhan. Kewajiban dari tingkat Rukun Tetangga, Rukun Warga (RT/RW) sampai yang lebih tinggi. Mungkin setiap daerah bisa berbeda aturannya dalam nenentukan hak dan kewajiban di tingkat RT/RW sampai Desa atau Kelurahan. Yang jelas kita diajar untuk mematuhi kewajiban yang telah disepakati bersama-sama.

Kita masih menjadi salah satu bagian kecil dari dunia ini, menjadi warga masyarakat dimana kita bertempat tinggal. Kita diajar untuk bisa ajur-ajer, menyatu dengan lingkungan kita. Apabila kita umpamakan kehidupan itu bagaikan masakan dalam satu kuali atau panci, kita adalah garamnya. Yang lainnya bisa dari segala macam unsur bumbu yang ada dalam kuali tersebut. Semuanya bercampur menjadi satu, membaur bersinergi dan tak terpisahkan.

Sebagai warga Gereja yang tidak ada lagi penyekat, menembus batas ruang dan waktu, ada kewajiban-kewajiban yang seiring sejalan dengan kehidupan yang kita jalani. Kita diajar untuk menjadi pelaku firman, yang diungkapkan melalui perbuatan nyata. Yang utama harus dilaksanakan, yang lainnya tidak diabaikan.

Pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan
12:18. Datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 12:19 "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati dengan meninggalkan seorang isteri tetapi tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. 12:20 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. 12:21 Lalu yang kedua juga mengawini dia dan mati dengan tidak meninggalkan keturunan. Demikian juga dengan yang ketiga. 12:22 Dan begitulah seterusnya, ketujuhnya tidak meninggalkan keturunan. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati. 12:23 Pada hari kebangkitan, bilamana mereka bangkit, siapakah yang menjadi suami perempuan itu? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia."
12:24 Jawab Yesus kepada mereka: "Kamu sesat, justru karena kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. 12:25 Sebab apabila orang bangkit dari antara orang mati, orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. 12:26 Dan juga tentang bangkitnya orang-orang mati, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam ceritera tentang semak duri, bagaimana bunyi firman Allah kepadanya: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? 12:27 Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Kamu benar-benar sesat!"
Dalam pemahaman penulis, kita seperti diingatkan kembali seperti sewaktu kita mendaraskan Syahadat para rasul. Setelah mati ada kebangkitan badan dan kehidupan kekal, seperti malaikat di sorga. Seperti apa itu, penulis tidak tahu persis, karena belum pernah mengalami. Paling tidak kebangkitan dan kehidupan kekal akan diterima oleh mereka yang mendapat perkenan Tuhan sendiri. Semuanya tergantung kepada Sang Hakim Agung yang akan mengadili dengan bijaksana dan adil.

Kita hanya bisa berharap semoga menerima karunia tersebut setelah mengalami kematian di dunia ini. Begitu mati langsung bangkit dan disongsong oleh Tuhan dan diajak masuk ke dalam hidup kekal. Pegangannya hanyalah percaya dan melakukan perbuatan penuh kasih yang diajarkan oleh Tuhan sendiri.

Orang Saduki sepertinya keturunan imam Zadok, yang selama waktu itu tidak mengenal kebangkitan orang mati. Memang, untuk membayangkan sesuatu yang belum pernah kita alami akan sulit sekali. Namun kita bisa percaya apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus. Setelah kematian dan rohnya diangkat ke surga, mereka akan seperti para malaikat. Roh kita akan berbeda dengan sewaktu masih hidup di dunia. Pakaian roh ya pakaian surgawi yang masih sulit untuk diimajinasikan.

Kita membayangkan semak duri yang menyala namun tidak terbakar. Itulah pengalaman rohani Musa sewaktu bertemu Allah di gunung Sinai. Menyala tetapi tidak terbakar, adalah suatu misteri di luar jangkauan nalar kita. Allah memperkenalkan Diri sebagai Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub, yang berarti nenek moyang Musa. Pada waktu itu Musa diajak bercengkerama dengan Allah yang tidak kelihatan, kemudian mendapat pengajaran yang kita kenal sebagai “sepuluh perintah Allah.” Mereka semua ngobrol dengan Allah sewaktu masih hidup jiwa dan raganya. Kemudian roh mereka yang tidak bisa mati berkumpul bersama di hadapan Allah di surga.

Siapapun yang mendapat karunia Tuhan, ketika dia melewati kematian badan, rohnya akan dijemput dan didandani dengan raga surgawi. Inilah kebangkitan badan yang sulit untuk membayangkannya. Roh yang hidup dengan badan surgawi yang sering kita sebut sebagai orang-orang kudus. Agak berbeda dengan roh yang mati dimana tempatnya di kegelapan yang kelam penuh dengan kertak gigi.

Hukum yang terutama
12:28. Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"
12:29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. 12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. 12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
12:32 Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. 12:33 Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." 12:34 Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Tuhan Yesus menegaskan kepada kita bahwa Tuhan Allah itu esa. Tiada allah lain kecuali Allah sendiri yang tunggal. Allah Bapa sama dengan Allah Putera sama dengan Allah Roh Kudus, ya Dia-Dia juga. Allah yang Maha, menembus batas, ruang, waktu dan segalanya.

Hukum utama adalah mengasihi Allah dengan sepenuh hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Dalam kenyataannya menggabungkan empat unsur tersebut tidaklah mudah. Penulis sendiri tidak tahu persis, mana yang disebut hati dan mana yang jiwa. Demikian juga mana yang akal budi dan kekuatan. Ciri-cirinya seperti apa, tidak tahu persis. Kesemuanya tidak kasat mata dan tidak bisa dilihat secara langsung, namun ada yang bisa dirasakan.

Kira mengenal istilah sakit hati, sakit jiwa, kehilangan akal dan mungkin jenis lainnya yang berkaitan dengan itu. Masalah benar tidaknya istilah tersebut, biarlah para ahli yang membahasnya. Yang jelas, sepertinya jiwa kita mempunyai saudara yaitu hati dan akal budi. Mereka berkumpul menjadi satu yang kadang berkelahi kadang bersepakat, tergantung situasi dan kondisi. Sepertinya si akal ini yang paling berpengaruh, yang tercemin dalam tindak perbuatan. Walaupun si hati dan jiwa tidak setuju, sering kali si akal nekat tidak kompromi, maka munculah istilah perang batin. Mungkin inilah yang sering disebut nafsu kedagingan, dan si akal bisa membuatkan seribu satu macam alasan atas tindakan tersebut.

Tuhan Yesus menegaskan bahwa hati, jiwa, akal budi dan kekuatan harus bersinergi, kompak bersatu untuk mengasihi Allah yang tidak kelihatan kasat mata. Berarti harus selalu berpihak kepada kehendak Allah dan melaksanakan firman-Nya.

Hukum kedua adalah mengasihi sesama seperti kepada diri sendiri. Dan dikatakan bahwa inilah hukum utama yang harus ditaati dan dilaksanakan. Penulis sering merasa bingung untuk melaksanakan ajaran tersebut. Bagimana caranya mengasihi Allah yang tidak kelihatan? Kalau mengasihi manusia maupun diri sendiri ujud manusianya masih kelihatan.

Yang muncul dalam benak penulis, apakah pelaksanaan kedua hukum utama tersebut, proses tahapan yang dilakukan malah dibalik. Mungkin yang lebih tepat bukan tahapan, karena bisa bersamaan. Yang pertama adalah belajar mengasihi diri sendiri dahulu, yang berarti bisa mensyukuri pemberian Tuhan dengan segala kelebihan dan kekurangannya ini. Kita diciptakan karena kita mempunyai nilai yang berharga, yang perlu dijaga dan dirawat, ya rohani ya jasmani. Dalam hal ini kita diajar untuk bisa berdamai, bersetuju dengan Tuhan. Rasanya, bagaimana mungkin kita bisa mengasihi sesama, selama belum bisa mengasihi diri sendiri. Mengasihi lebih condong untuk bisa mengalahkan diri sendiri, sama dengan mengalahkan ego, sang Aku. Kasih yang tanpa syarat dan tanpa embel-embel.

Yang kedua barulah belajar mengasihi orang lain, karena mereka juga sama-sama ciptaan yang berharga di Mata Tuhan. Sejelek dan secacat apapun tetaplah orang tersebut sesama ciptaan. Penilaian tersebut muncul karena kita sudah dipengaruhi oleh panca indera dan ajaran pengalaman hidup. Dalam kenyataan hidup, mengasihi sesama tidak semudah seperti yang kita ucapkan. Banyak kriteria dan persyaratan kita ciptakan untuk pembenaran diri dan akhirnya seperti ada pembatas yang menghambat untuk mengasihi. Padahal mengasihi perlu keberanian untuk mengalah dan mengampuni. Seperti Tuhan Yesus yang siap dan rela untuk berkorban sampai mati demi mengasihi manusia.

Jika kita lulus dalam tahap ini, sepertinya itulah ungkapan nyata untuk mengasihi Allah. Wajah atau citra Allah sepertinya menempel di tubuh setiap orang. Bagaimana bisa mengasihi Allah jika tidak dapat mengasihi sesama. Mengasihi Allah hanya bisa diungkapkan dan dinyatakan melalui mengasihi sesama. Rasanya kita semua perlu belajar dan berproses untuk menuju ke situ, karena memang sangat sulit.

Nyatanya ada juga seorang ahli Taurat yang mendapat pujian dari Tuhan Yesus. Kerajaan Allah sudah berada dekat di orang tersebut. Segala macam korban yang dilakukan hanyalah salah satu cara atau uba-rampe untuk menuju ke kedua hukum utama tersebut. Hukum Kasih! Pertanyaannya, sudah siapkah kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama? Hanya kita masing-masing yang bisa menjawabnya.

Hubungan antara Yesus dan Daud
12:35. Pada suatu kali ketika Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berkata: "Bagaimana ahli-ahli Taurat dapat mengatakan, bahwa Mesias adalah anak Daud? 12:36 Daud sendiri oleh pimpinan Roh Kudus berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. 12:37 Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat.
Perkataan Tuhan Yesus disini kelihatannya begitu penuh dengan bahasa rohani, penuh makna di dalamnya. Mungkin karena bapak Yusuf disebutkan sebagai keturunan Daud, maka Anaknya disebut juga masih keturunan Daud. Padahal Mesias bukan dilahirkan karena Yusuf. Mungkin kita hanya bisa meraba-raba, bagaimana para nabi zaman dahulu bernubuat dengan bahasa nalar yang bisa diterima oleh akal. Mungkin para nabi zaman dahulu, juga tidak bisa membayangkan akan misteri kelahiran Mesias. Penampakan ataupun pencerahan akan masa depan yang mereka alami, diungkapkan dengan bahasa nalar yang berlaku pada waktu itu.

Dalam benak penulis, Daud menerima berkat melalui Samuel dan Roh Tuhan menyertainya. Kemudian dia menjadi raja orang Israel menggantikan Saul. Daud mengalami pergumulan hidup yang begitu hebat, malahan jatuh ke dalam perbuatan yang tidak baik. Dia sadar dan menyesali perbuatannya. Keturunannya malahan berkelahi berebut warisan kerajaan. Entah bagaimana ceritanya, “ndilalah kersaning Allah” salah satu keturunannya adalah Yosef yang menjadi ayahnya Yesus. Kita semua tahu yang tertulis dalam Injil bahwa Yosef tidak behubungan badan dengan Bunda Maria; jadi tidak ada darah keturunan dari Daud. Hanya ada satu kesamaan bahwa Roh Tuhan juga menyertai Yesus.

Sebagai manusia biasa, segala hal masih dikaitkan dengan pertalian darah. Apalagi dengan adanya nubuat bahwa Mesias dari keturunan Daud, mau tidak mau yang disesuaikan dengan tradisi, maka disebut Yesus anak Daud. Mungkin tradisi “bobot, bibit, bebet” sampai sekarangpun masih ada.

Tuhan Yesus mengubah paradigma tersebut atau mengembalikan kepada awalnya, bahwa pada dasarnya semua orang masih satu saudara. Gereja yang satu yang menembus batas ruang dan waktu. Bukan lagi pertalian darah namun pertalian niat melaksanakan kehendak Allah Bapa. Di dalam nama Dia kita semua menjadi saudara seiman yang harus bisa saling mengasihi.

Nasihat supaya hati-hati terhadap para ahli Taurat
12:38 Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, 12:39 yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, 12:40 yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat."
Dalam pemahaman penulis, kita diajar untuk tidak gila hormat namun sebaliknya yaitu kerendahan hati. Kita diajar untuk tidak perlu menonjolkan diri namun malah mengalah dan sederhana saja. Kita diajar untuk tidak menginginkan milik orang lain, apalagi kepada orang-orang lemah yang malahan perlu mendapat perhatian. Kita diajar untuk tidak perlu mempersiapkan doa panjang yang mungkin begitu indah mengalir, dibuat sedemikian rupa sehingga menyenangkan dan mendapat pujian orang yang kita doakan. Mungkin maksudnya doa tersebut bukan ditujukan kepada Tuhan, tetapi malahan sebaliknya hanya untuk didengar orang lain. Doa yang dipersiapkan sebelumnya, diedit, diperbaiki kembali sehingga begitu menarik dan enak didengar telinga yang masih hidup ini. Karena merasa dipuaskan dengan darasan doa tersebut, maka yang didoakan akan dengan ikhlas memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih.

Sebagai manusia biasa apalagi begitu awam, kita pasti akan menghormati para hierarki, suster dan bruder yang sudah berani berkorban melalui niatnya. Mereka pasti memiliki kelebihan dalam banyak hal, khususnya yang berhubungan dengan rohani. Para awam ini akan merasa lebih yakin dan mantab apabila doanya dipimpin oleh para kaum selibat. Secara umum akan beranggapan bahwa mereka lebih dekat dengan Tuhan. Harapannya, semoga mereka tidak berubah menjadi para ahli Taurat dan kaum Farisi zaman sekarang.

Demikian juga kepada para pejabat resmi maupun tidak resmi, yang dituakan, dianggap sesepuh. Secara tradisi, mereka pasti akan dipersilahkan untuk duduk di tempat yang kita anggap lebih baik. Lain ceritanya apabila mereka sendiri yang berkeinginan duduk di belakang dengan berbagai alasan.

Mungkin secara umum kita diajar untuk berani mengalah dalam segala hal, biarlah semuanya mengalir seperti air yang mencari tempat lebih rendah. Diajar untuk tidak munafik tetapi satunya pikiran, perkataan dan perbuatan. Diajar untuk menelungkupkan tangan, bukan menengadahkan tangan.

Dalam bayangan penulis, para ahli Taurat pada zaman itu sangat pandai memilih ayat-ayat Kitab Suci yang cocok dengan situasi, sangat pandai merangkai kata-kata doa yang begitu indah. Para janda pada zaman itu akan sangat tersentuh hatinya, sehingga dengan penuh kerelaan menyumbangkan miliknya. Para janda adalah kelas perempuan yang masih merasa dan meyakini bahwa mereka warga kelas dua di bawah kaum laki-laki.

Persembahan seorang janda miskin
12:41. Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. 12:42 Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. 12:43 Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. 12:44 Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
Jika kita berani jujur, harus kita akui bahwa sering kali kita memberikan persembahan hanya dari uang kecil kita. Mungkin saja uang tersebut cukup bernilai dibandingkan dengan rata-rata persembahan. Namun prosentasenya mungkin begitu kecil dibandingkan dengan kekayaan kita. Si miskin yang hanya memberi persembahan begitu kecil, jangan-jangan prosentasenya malahan begitu besar dibandingkan dengan kekayaannya. Dan hal inilah yang lebih mendapat perhatian dari Tuhan Yesus.

Mungkin hal ini bisa dipergunakan untuk berdebat, karena kita masih ingin pembenaran diri. Dalam pemahaman penulis, Tuhan Yesus menekankan bahwa penilaian Tuhan bisa sangat berbeda dengan cara pandang kita. Yang besar bisa menjadi kecil, yang dahulu bisa menjadi belakangan, yang diatas bisa jadi rendah dan sebagainya. Dalam perkiraan penulis, pada pokoknya pemberian persembahan itu mestinya didasari oleh rasa ikhlas dan pantas penuh suka cita, tanpa menengok kiri kanan.

Kita bisa membayangkan yang namanya seorang janda pada umumnya. Apalagi disebutkan sebagai janda dan miskin lagi. Perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, kehilangan tulang punggung keluarga. Penghasilannya sebagai seorang janda akan sangat berbeda dengan sewaktu masih ada suami. Yang sudah semestinya perlu dikasihani dan dipedulikan. Terus kita membayangkan dan merenung, janda yang miskin saja rela memberikan persembahan dengan suka cita. Kesetiaan dan ketaatan sebagai warga yang baik dilakukan dengan gembira. Kemudian bagaimana dengan kita yang tidak termasuk kelompok miskin?

Jika kita berani jujur, pada umumnya semakin kita kaya maka kekayaan tersebut akan semakin menjerat dan mengikat kita. Adalah wajar apabila setiap orang mengharapkan grafik kehidupan yang semakin baik. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Semakin tinggi kebutuhan kita maka akan semakin tinggi pula kelekatan kita kepada duniawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar