Senin, 14 Desember 2009

Memahami Lukas Bab22

Bab 22- Pengkhianatan, Perjamuan Malam, Getsemani dan Ditangkap
Rencana membunuh Yesus
22:1. Hari raya Roti Tidak Beragi, yang disebut Paskah, sudah dekat. 22:2 Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat mencari jalan, bagaimana mereka dapat membunuh Yesus, sebab mereka takut kepada orang banyak. 22:3 Maka masuklah Iblis ke dalam Yudas, yang bernama Iskariot, seorang dari kedua belas murid itu. 22:4 Lalu pergilah Yudas kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah dan berunding dengan mereka, bagaimana ia dapat menyerahkan Yesus kepada mereka. 22:5 Mereka sangat gembira dan bermupakat untuk memberikan sejumlah uang kepadanya. 22:6 Ia menyetujuinya, dan mulai dari waktu itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus kepada mereka tanpa setahu orang banyak.
Dalam hal ini kita bisa berandai-andai bahwa telah terjadi konspirasi antara Yudas Iskariot dengan beberapa imam kepala dan ahli Taurat serta para pengawal Bait Allah. Kemungkinan besar ada sesuatu hal yang membuat Yudas merasa tidak puas dengan Sang Guru. Mungkinkah Yudas keliru dengan harapannya yang terlalu berlebih dan nyatanya tidak sesuai? Penulis bisa memaklumi situasi pada saat itu dimana orang Israel sedang dalam penjajahan. Keinginan merdeka pasti ada dalam pikiran banyak orang. Jangan-jangan Yudas mengharapkan semoga gurunya bisa menjadi pemimpin bahkan raja, yang dapat menggerakkan semua hati untuk berontak melawan penjajah. Sebagai salah seorang yang terpilih menjadi murid-Nya, paling tidak bisa ikut mengenyam suatu jabatan, anggap saja menteri keuangan.

Kenyataannya Sang Guru sepertinya mengabaikan hal-hal duniawi, malahan memberikan gambaran nubuat bagaimana Yerusalem akan mengalami kehancuran. Sepertinya Tuhan Yesus tidak peduli dengan perebutan kekuasaan, pemberontakan dan sejenisnya. Buntut-buntutnya pasti penderitaan yang akan dialami oleh masyarakat bawah. Masyarakat yang tidak tahu apa-apa, yang hanya mengharapkan kedamaian dan kesejahteraan sesuai ukuran mereka, pasti akan menjadi korban. Rasa tidak puas sesaat pada waktu itu perlu disalurkan, yang diterima dengan penuh kegembiraan oleh imam-imam kepala dan kelompoknya. Dari penyaluran ketidak puasan itu malahan nyatanya memperoleh uang sebagai tanda ucapan terima kasih.

Kita semua mungkin setuju bahwa perbuatan khianat tersebut jelas salah dan keliru. Namun dalam perjalanan waktu selanjutnya, rasanya kita tidak ada hak untuk menghakimi bahwa Yudas berdosa dan pantas masuk neraka. Biarlah Tuhan sendiri yang menjadi hakim yang pasti adil. Kemungkinan besar Yudas Iskariot tidak sampai berpikir jauh bahwa gurunya akan dianiaya sampai dihukum mati di kayu salib. Mungkin kita bisa membayangkan bagaimana kalau guru kita dipertemukan dengan para tokoh-tokoh agama yang berkuasa pada waktu itu. Harapan awal pasti hal-hal yang baik, yang membawa perubahan bagi semuanya. Kemungkinan yang muncul tinggal siapa yang bisa mempengaruhi siapa, atau tidak terjadi kesepakatan bersama karena perbedaan cara pandang. Jika pertemuan tersebut sudah selesai, pasti guru kita akan kembali lagi kepada kita. Tidak terbayangkan bahwa nubuat harus terjadi dan kita menjadi sarana pemicu yang tidak pernah terlupakan oleh sejarah.

Pertanyaannya, jika tidak ada sosok seorang Yudas Iskariot padahal nubuat harus terjadi, siapakah yang harus menjadi aktor pengkhianatnya? Skenario sejarah penyelamatan tetap harus berjalan sesuai nubuat, maka aktor pengkhianat tetap harus ada.
Persiapan makan Paskah
22:7. Maka tibalah hari raya Roti Tidak Beragi, yaitu hari di mana orang harus menyembelih domba Paskah. 22:8 Lalu Yesus menyuruh Petrus dan Yohanes, kata-Nya: "Pergilah, persiapkanlah perjamuan Paskah bagi kita supaya kita makan." 22:9 Kata mereka kepada-Nya: "Di manakah Engkau kehendaki kami mempersiapkannya?" 22:10 Jawab-Nya: "Apabila kamu masuk ke dalam kota, kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Ikutilah dia ke dalam rumah yang dimasukinya, 22:11 dan katakanlah kepada tuan rumah itu: Guru bertanya kepadamu: di manakah ruangan tempat Aku bersama-sama dengan murid-murid-Ku akan makan Paskah? 22:12 Lalu orang itu akan menunjukkan kepadamu sebuah ruangan atas yang besar yang sudah lengkap, di situlah kamu harus mempersiapkannya."
22:13 Maka berangkatlah mereka dan mereka mendapati semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.
Sekali lagi Tuhan Yesus sudah tahu lebih dahulu sebelum terjadi. Petrus dan Yohanes diberi petunjuk yang begitu jelas, mengikuti seseorang yang membawa kendi berisi air. Sepertinya tuan rumah sudah tahu bahwa Tuhan Yesus akan datang, dan dia sudah menyiapkan ruangan atas untuk keperluan hari raya roti tak beragi. Semua orang Yahudi sudah tahu dan mengerti bagaimana cara menyiapkan pesta makan Paskah tersebut.

Kita bisa membayangkan bagaimana herannya kedua murid akan perkataan tersebut, namun mereka percaya dan berjalan begitu saja. Mungkin saja mereka berdua sedikit berkomentar harus lewat jalan mana, atau mengikuti jalan yang sudah biasa mereka tempuh. Pokoknya jalan saja, sampai masuk ke dalam kota dan nanti dilihat apa yang akan terjadi. Yang jelas hari masih terang, maka pasti akan berjumpa dengan orang. Kenyataannya mereka berjumpa dengan orang yang membawa kendi berisi air. Rasa percaya kepada Sang Guru, mau tidak mau akan mengangkat keyakinan bahwa yang dikatakan-Nya tidak akan meleset. Pengalaman bertahun-tahun akan kehebatan Sang Guru jelas tidak diragukan lagi. Yakin dan percaya kepada Mesias, menjadi kunci pembuka untuk melaksanakan apapun yang dikehendaki-Nya. Tanpa keyakinan dan kepercayaan, maka kita akan berbuat menurut selera kita pribadi.

Dalam pemahaman penulis, kita diajar untuk percaya bahwa apa yang dikatakan-Nya tidak pernah keliru. Yang penting adalah, lakukanlah dahulu dan setelah itu lihat buah-buah perbuatan itu. Banyak komentar dan pertimbangan, apa lagi menghitung untung rugi, akan menghambat perjalanan mencapai tujuan yang kita arah. Berpikir positif dan berbuat lebih penting daripada hanya membayangkan yang tidak-tidak.

Hal ini mungkin bisa kita analogikan apabila kita sedang sakit. Kita mendatangi seorang dokter, kita ceritakan keluhan kita dan kita ingin sembuh. Yang perlu kita pikirkan adalah bahwa kita percaya akan dokter tersebut. Jika sudah tidak percaya, buat apa kita datang kepada dia. Tidak ada seorangpun dokter yang ingin mencelakakan pasiennya. Mestinya segala saran dan pengobatan yang diberikan, kita terima dan kita laksanakan. Baru kemudian kita rasakan buah-buah dari hasil pengobatan tersebut.

Kita bisa memahami bahwa Tuhan Yesus sebagai orang Yahudi, tetap melaksanakan upacara-upacara sesuai tradisi yang berlaku. Kita bisa mengatakan bahwa Tuhan Yesus tetap sebagai orang Yahudi dan beragama Yahudi. Dia tetap menghormati kebiasaan baik dan mengoreksi bahkan mengecam penjabaran yang kebablasan yang malah menjauh dari makna sepuluh perintah Allah. Alangkah baiknya kalau kitapun melakukan tradisi yang menjadi keyakinan kita, selama hal tersebut baik dan benar adanya.
Penetapan Perjamuan Malam
22:14 Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. 22:15 Kata-Nya kepada mereka: "Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. 22:16 Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah."
22:17 Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: "Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu. 22:18 Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang."
22:19 Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." 22:20 Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. 22:21. Tetapi, lihat, tangan orang yang menyerahkan Aku, ada bersama dengan Aku di meja ini. 22:22 Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!"
Penulis tidak tahu apakah rombongan Tuhan Yesus sebatas rasul-rasul-Nya ataukah termasuk para murid yang lain, yang selalu bersama mereka. Logikanya rombongan tersebut bukan hanya para rasul tetapi ada murid lain, yang mungkin ikut membantu persiapan pesta makan tersebut. Sepertinya ada suatu kebiasaan dimana murid yang lain tidak duduk bersama, mungkin di belakang lingkaran para rasul dan Sang Guru.

Betapa Tuhan Yesus sangat merindukan makan Paskah bersama, yang mungkin hanya sekali setahun. Petang itu adalah hari yang istimewa dan tidak akan dialami lagi, karena Dia akan menderita. Mungkin banyak hal yang dibicarakan, yang diisi dengan dongeng tentang hari raya Paskah dengan segala maknanya.

Mungkin acara malam itu adalah cikal bakal perjamuan ekaristi yang kita kenal selama ini. Tuhan Yesus mengambil cawan berisi anggur dan mengucap syukur, kemudian dibagikan kepada murid-murid-Nya. Satu hal yang membingungkan bahwa Dia tidak akan minum anggur lagi sampai Kerajaan Allah telah datang. Apakah hal ini melambangkan bahwa Dialah pokok anggur yang selalu kita minum? Tidak ada pohon anggur yang meminum anggurnya sendiri. Dia memberikan hidup-Nya agar kita semua menjadi hidup. Mungkin minum anggur ini baru sebagai pembukaan sebelum awal acara makan sebenarnya.

Kemudian Dia mengambil roti dan mengucap syukur lagi, memecahkannya dan diberikan kepada para murid. Mereka makan potongan roti, yang jelas lebih besar dari hosti yang kita kenal sekarang ini. Kita tahu dan bisa membayangkan bahwa makanan pokok orang Yahudi adalah roti dan bukan nasi. Roti kita butuhkan sebagai makanan, agar kita bisa bertahan hidup dan berkarya. Roti adalah salah satu sumber kekuatan jasmani agar kita tetap hidup dan bertumbuh.

Disini roti tersebut menjadi simbul Tubuh Kristus yang diberikan kepada para murid. Roti Kudus inilah yang harus menjadi sumber kekuatan rohani kita, agar rohani tersebut hidup dan bertumbuh. Dengan menerima Tubuh-Nya, sudah layak dan sewajarnya kalau kita mengucap syukur dan berterima kasih. Tubuh-Nya yang kita santap akan melebur menjadi satu dengan kita. Dialah sumber dari segala sumber. Jika Sang Sumber Hidup sudah menyatu dengan kita dan kita percaya, kurang apa lagi? Mestinya yang tumbuh di dalam diri kita adalah suatu rasa sukacita, gembira, puas, bahagia, mulia dan sejenisnya. Segala rasa tersebut mestinya akan mengalahkan rasa-rasa negatif yang sedang atau akan kita alami. Mungkin kita pernah mendengar atau membaca tulisan Santo Paulus kepada umat di Galatia, tentang sembilan buah-buah roh. Bunda Maria di Medjugorje mengatakan bahwa berkat yang paling besar di dunia adalah Ekaristi dan menerima Tubuh Puteranya. Berkat penampakannya tidak berarti jika dibandingkan dengan kehadiran Tuhan Yesus dalam Ekaristi dan menerima Tubuh-Nya.

Selanjutnya cawan anggur berputar kembali untuk diminum bersama-sama. Cawan berisi anggur sebagai perjanjian baru oleh darah-Nya yang ditumpahkan bagi kita semua. Kita bisa membayangkan bagaimana suatu perjanjian darah, yang mengharuskan setiap orang tetap setia dan konsekuen dengan janji yang telah diucapkan. Darah adalah sumber kehidupan atau keselamatan, sebab tanpa darah manusia tidak akan bisa hidup. Kita tahu bagaimana Tuhan Yesus menumpahkan darah-Nya sampai tuntas, demi keselamatan manusia. Dia rela menjadi tumbal yang dikorbankan.

Dalam permenungan penulis, ada satu hal yang mencekam yaitu perjanjian darah. Darah yang bukan sembarang darah, namun Darah Kristus yang maha kudus. Secara gampangnya, siapa yang berani meminum Darah-Nya, walaupun itu sudah berwujud Anggur, harus berani hidup seperti Dia. Harus berani hidup suci, sportif dengan konsekuen, satunya hati jiwa dan akal budi yang diungkapkan melalui satunya pikiran perkataan dan perbuatan.

Sering kali penulis berkelahi dalam batin, antara keinginan dan kerinduan dengan ketakutan untuk mencicipi Darah-Nya. Kerinduan untuk memuaskan dahaga akan Darah Tuhan Yesus dan rasa iri mengapa hanya dinikmati oleh para imam. Betapa bahagianya bisa ikut mencicipi Anggur yang begitu kudus. Di balik itu ada rasa takut, kawatir tidak siap, tidak layak dan tidak pantas, belum waktunya. Penulis merasa ragu dan bimbang untuk berjanji terikat dalam perjanjian darah. Jika melihat diri sendiri yang masih jatuh bangun, terasalah bahwa belum layak dan pantas untuk ikut minum Anggur Perjanjian. Mungkin hati dan jiwa ini berkata :”Kapan lagi kalau tidak mulai sekarang? Berubahlah!” Namun akal budi menjawab :”Aku kan masih terikat oleh duniawi dan masih kunikmati. nanti sajalah.” Mestinya penulis membayangkan bahwa Darah-Nya akan menyelusup ke seluruh tubuh, sampai ke relung-relung yang paling kecil. Sebagian masuk ke aliran darah dan menyatu dengan darah penulis. Yang sedikit itu bisa menjadi ragi dan memberi pengaruh besar untuk berubah. Mungkin diperlukan proses beberapa waktu untuk itu.

Para rasul diminta untuk selalu melakukan upacara perjamuan tersebut, sebagai peringatan akan Dia. Dan sampai sekarang setiap hari selalu dilaksanakan Misa kudus. Jika kita renungkan, kita bisa merasakan bahwa pujian kepada Allah itu sambung menyambung tanpa putus-putusnya. Setiap saat selalu ada sekelompok orang yang selalu memuji dan memuliakan Allah dalam Misa Kudus. Di daerah Anu pada saat ini sedang dirayakan perjamuan kudus. Sesaat kemudian di daerah baratnya juga dirayakan, sesuai waktu yang ditetapkan. Demikian seterusnya semakin ke barat, dari utara sampai selatan. Duapuluh empat jam kemudian daerah Anu tadi kembali merayakan perjamuan kudus.

Ketika Tuhan Yesus mengatakan tangan seseorang yang menyerahkan-Nya, mungkin pada saat itu Tuhan Yesus berbicara tanpa melihat kepada seseorang, khususnya Yudas Iskariot yang sudah diketahui akan mengkhianatinya. Biarlah semua yang hadir bertanya-tanya sendiri dalam dirinya. Setelah semuanya terjadi, maka kita bisa merenungkan bahwa semuanya itu sudah diketahui Tuhan Yesus dan memang harus terjadi.
Percakapan waktu Perjamuan Malam
22:23 Lalu mulailah mereka mempersoalkan, siapa di antara mereka yang akan berbuat demikian. 22:24 Terjadilah juga pertengkaran di antara murid-murid Yesus, siapakah yang dapat dianggap terbesar di antara mereka. 22:25 Yesus berkata kepada mereka: "Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. 22:26 Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. 22:27 Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. 22:28 Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. 22:29 Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku, 22:30 bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam Kerajaan-Ku dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. 22:31 Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, 22:32 tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu."
Mungkin hal yang biasa apabila kita mendengar pemimpin kita menegur namun tidak langsung. Kita dibuat bingung dan bertanya-tanya siapakah yang dimaksud oleh teguran boss kita. Dalam hati muncul prasangka mungkin si dia atau si anu atau jangan-jangan aku yang ditegur. Kemudian muncul pembelaan diri, bahwa selama ini aku kan sudah melaksanakan perintahnya, malahan termasuk berprestasi. Mestinya cukup pantas untuk naik jabatan menjadi pemimpin.

Tuhan Yesus mencelikkan mata kita, karena berbeda dengan kenyataan kehidupan yang duniawi. Siapa yang menjadi pemimpin malahan harus bisa melayani mereka yang akan dipimpin. Yang terbesar malahan harus menjadi yang terkecil bagaikan yang paling muda, yang yunior. Semakin tinggi harus bisa semakin menunduk bagaikan ilmu padi. Belajar menjadi orang yang selalu mengalah dan merendah, mau mendengarkan orang lain.

Sepertinya Tuhan Yesus memberikan janji-Nya yang setia, bahwa siapa yang teguh bertahan, upah Kerajaan Surga sudah menanti. Para rasul yang bertahan sampai akhir akan duduk di atas takhta dan ikut menjadi hakim. Bagaimana dengan Yudas Iskariot? Terserah saja kehendak Tuhan, karena dia sudah menjadi aktor untuk penggenapan nubuat.

Kaya gabah diinteri, adalah istilah Jawa yang maksudnya bagaikan menampi gandum untuk memisahkan dengan kulitnya setelah ditumbuk. Beras atau gandum tersebut digetarkan dan diputar-putar tidak karuan. Pada saatnya beras yang besar mengumpul dan yang kecil berkumpul dengan yang kecil, sedang kulit gabah kabur saat ditiup dengan mulut sewaktu penampi diputar.

Ungkapan tersebut sepertinya hanya ditujukan untuk Simon Petrus. Mungkin Petrus termasuk orang yang cepat jawab, berani dengan bahasa yang termasuk kasar, namun polos dan setia. Apa yang dirasakan langsung diucapkan tanpa berpikir panjang. Pada saatnya setelah merenung bahwa itu keliru, dia akan sangat menyesal dan tanpa rikuh akan menangisi kesalahannya. Nyatanya dialah yang akan terpilih untuk menjadi pemimpin, melanjutkan karya Tuhan Yesus. Di dalam penyesalannya, dia malah bisa memberikan kesaksian yang meneguhkan buat yang lain.

Sepertinya kita diajar oleh Tuhan Yesus sendiri, apabila kita sedang kacau menghadapi suatu hal yang cukup ekstrim. Antara bertahan untuk tetap bersama Dia, atau dengan keraguan karena sesuatu yang menggetarkan hati. Yang menggetarkan tersebut bisa bermacam-macam situasi. Mungkin berhubungan dengan keselamatan jiwa, tergulingnya periuk nasi, kebimbangan akan ajaran-Nya dengan ajaran lain yang sepertinya begitu hebat. Iman kepercayaan kita kepada Tuhan Yesus jangan sampai gugur, walaupun dalam berdebat sepertinya kita kalah. Justru dalam kekalahan tersebut sudah seharusnya dan selayaknya jika semakin mendalami ajaran-Nya. Ajaran-Nya sudah barang tentu ada di dalam Kitab Suci.

Tuhan Yesus memaklumi keadaan tersebut dan Dia tetap mengharap agar kita kembali insaf. Mengharap dengan penuh kerinduan kapan kembali ke pangkuan-Nya. Jika dalam permenungan diri kita insaf dan kembali, maka pengalaman tersebut bisa menjadi suatu kesaksian untuk meneguhkan orang lain.

22:33 Jawab Petrus: "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" 22:34 Tetapi Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, Petrus, hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku."
22:35 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?" 22:36 Jawab mereka: "Suatupun tidak." Kata-Nya kepada mereka: "Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang. 22:37 Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi." 22:38 Kata mereka: "Tuhan, ini dua pedang." Jawab-Nya: "Sudah cukup."
Tanggapan Petrus nyatanya penuh keberanian dan kesetiaan bahwa siap mati bersama Sang Guru. Mungkin jawaban Tuhan Yesus yang langsung seperti itu, membuat semua rasul cukup terhenyak dan kaget. Apakah maksudnya? Biarlah apa yang terjadi terjadilah. Kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi, dan apakah sesuai dengan perkataan Sang Guru.

Mungkin hal ini sering kita alami juga, bahwa kita siap untuk berkarya, siap ditempatkan dimana saja. Dalam wawancara melamar pekerjaan, siap dengan segala yang baik, pokoknya siap menjadi pahlawan. Dalam perjalanan waktu, sumpah atau janji tersebut mulai meluntur bagaikan embun pagi. Penyakit tersinggung, merasa tersakiti, tidak diperhatikan, ketidak puasan dan sejenisnya menjadi batu sandungan. Kesetiaan memang perlu diuji melalui proses waktu yang panjang.

Ungkapan Tuhan Yesus selanjutnya membuat penulis bingung untuk memahaminya. Apakah yang dimaksud berhubungan dengan rencana penangkapan Tuhan Yesus sendiri? Dalam keadaan seperti itu, mau tidak mau mereka masih mempunyai rasa ketakutan dan perlu bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Dalam persembunyian, maka akan dibutuhkan pundi-pundi dan bekal untuk penyambung hidup. Yang tidak mempunyai bekal supaya mempersiapkan pedang, dua saja sudah cukup. Senjata untuk menghadapi hal-hal yang tidak terduga perlu dipersiapkan.

Setiap orang mempersiapkan diri sesuai dengan kemampuan, kemudian digabungkan menjadi satu menjadi kelompok yang bersatu padu dan saling mengisi. Alangkah indahnya apabila semua orang bisa saling memberi sesuai kemampuan, menghilangkan kesombongan ataupun rendah diri. Setiap orang pasti mempunyai sesuatu betapapun kecilnya, yang dapat dibagikan kepada orang lain yang tidak mempunyai sesuatu tersebut.

Penggenapan nubuat tentang Tuhan Yesus sedang berjalan seiring waktu yang semakin dekat. Dalam sejarah duniawi Dia akan menderita sebagai pesakitan, kelompok penjahat dan diperlakukan seperti seorang pemberontak. Hukuman didera dan disalib yang melambangkan kehinaan yang bukan main.

Di Taman Getsemani
22:39. Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia. 22:40 Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: "Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan." 22:41 Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya: 22:42 "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." 22:43 Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. 22:44 Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. 22:45 Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita. 22:46 Kata-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."
Perintah Tuhan Yesus kepada para rasul untuk berdoa, sepertinya berlaku juga untuk kita saat ini. Berdoa dan berdoa agar diluputkan dari pencobaan, seperti dalam doa Bapa Kami. Berdoa dan berdoa dengan sepenuh hati jiwa dan akal budi, tidaklah gampang. Nyatanya akan banyak gangguan dan halangan yang menghambat niat tersebut. Menurut penulis, dalam kenyataannya hambatan tersebut malahan datang dari dalam diri sendiri. Mungkin kita semua pernah mengalami sewaktu doa rosario sendirian dengan niat sepenuh hati. Pada awalnya terasa mulus teratur, lama kelamaan ada perasaan kantuk yang tidak bisa ditolak. Pendarasan doa mulai tidak karuan, kelupaan sampai dimana tadi dan diulang kembali. Pada suatu saat segalanya hilang dari pikiran dan kemudian mata meram dan kebablasan tidur.

Dalam pemahaman penulis sewaktu Tuhan Yesus lapor kepada Allah Bapa, Dia betul-betul sebagai manusia sejati. Perasaan ngeri dan ketakutan itu harus dinyatakan karena Dia betul-betul manusia seperti kita. Peran manusia sejati pada saat itu harus dipisahkan dengan keallahan-Nya. Sampai-sampai malaikat dari langit datang menyertai Dia dan memberi penghiburan dan kekuatan. Dia tahu persis apa yang akan terjadi dengan diri-Nya sebentar lagi. Penyiksaan di luar batas kemanusiaan namun tidak sampai mati. Segala macam cemoohan, pukulan, penghinaan dan siksaan lainnya sudah menanti. Dan semuanya itu masih belum cukup, Dia harus menderita sampai mati di kayu salib.

Segala macam ketakutan sebagai manusia sejati harus dinyatakan secara jelas dalam doa-Nya. Betapa Dia sampai berkeringat darah, membasahi bumi yang menunjukkan bagaimana Dia bertekun dalam doa dengan hati yang bergetar. Dia tidak mau menyombongkan diri walaupun Dia Allah yang mahakuasa, yang dapat berbuat apa saja. Segalanya harus terjadi sesuai skenario yang telah disusun sebelumnya. Pada akhirnya Dia pasrah total kepada Bapa di surga, demi penebusan untuk semua manusia yang mau bertobat. Dia secara langsung memberi contoh bagaimana berdoa dengan bersungguh-sungguh, sepenuh hati jiwa dan akal budi serta kekuatan.

Memang ada suatu hal yang menggelitik pikiran penulis, bagaimana Lukas tahu bahwa Tuhan Yesus berdoa sampai meneteskan keringat darah. Jika Lukas mendengar dari para rasul, bagaimana rasul tersebut juga tahu dan melihat-Nya, karena mereka terlelap dan agak jauh dari tempat Tuhan Yesus berdoa.

Setelah semuanya dianggap cukup, Dia menemui para murid yang didapati sedang tidur. Dalam dukacita yang tak terhingga, sepertinya dapat menghabiskan semua kekuatan tubuh. Kecapaian pikiran yang dialami para murid menyebabkan mereka tertidur. Tidur berarti terlena tanpa ketahanan diri, yang akan mempermudah untuk jatuh dalam pencobaan. Yang paling gampang adalah kalah oleh rasa kantuk yang tak tertahankan. Dalam keadaan tidur, seluruh hati jiwa dan akal budi bagaikan terlena, istirahat penuh. Tidak ada persiapan untuk bertahan atau membela diri sewaktu pencobaan datang.

Pengalaman penulis sewaktu ke Taman Getsemani, ada sebuah pohon Zaitun yang begitu besar, yang diperkirakan sudah tumbuh di zaman itu. Pohon tersebut tumbuh di samping gereja yang diberi nama gereja segala bangsa. Tempat Tuhan Yesus berdoa berada di dalam gereja, yang berbentuk bongkahan atau gundukan batu cadas yang keras, persis di depan altar.

Sewaktu penulis memimpin doa bersama rombongan, penulis mencoba membayangkan situasi dan keadaan pada waktu itu. Dalam bayangan penulis, Tuhan Yesus berlutut di atas batu cadas yang keras dan tidak rata. Bagi penulis, sangat terasa betapa sakit lutut ini sewaktu berlutut. Sepertinya Tuhan Yesus agak merebahkan tubuh-Nya di gundukan batu cadas di depannya. Kedua tangan-Nya merentang keatas berpegangan batu. Bukan seperti lukisan pada umumnya dimana tubuh Tuhan Yesus berlutut tegak, mengatupkan kedua belah telapak tangan di depan dada agak keatas.

Begitu mulai berdoa, getaran hati yang bergelora membuat tembok air mata runtuh, isakan tangis membuat kata terbata-bata. Terjadilah koor isakan tangis dari sebagian besar rombongan, tanpa dikomando. Kita bisa merasakan bahwa kesakitan yang selama ini kita rasakan, kita alami, sebenarnya bukan apa-apa jika kita bandingkan dengan kesakitan yang dialami Tuhan Yesus. Kita begitu mudah untuk mengeluh, merasa beban begitu berat, sepertinya kita ini sudah yang paling sengsara di dunia.

Kita bisa merasakan bergeriming sedikit mengangkat bahu, sewaktu kita diberi cawan berisi cairan obat yang pahit, walaupun obat itu sebagai penyembuh. Lidah ini sepertinya sudah merasakan pahitnya walaupun belum diminum. Kita lebih sering lupa bahwa ada bagian lidah yang memang bisa merasakan pahit dan harus bisa kita nikmati. Mungkin ini suatu contoh kehidupan, bahwa kalau bisa lidah ini hanya merasakan yang manis, asin, gurih, pedas, pokoknya enak dan jangan yang pahit.

Ada suatu hal yang cukup menyentuh hati penulis, adalah berdoa dan berdoa. Berdoa dalam pengertian penulis adalah berbicara dengan yang kudus, namun konotasi kata doa sendiri sering membutuhkan syarat tertentu. Bagi penulis sendiri, kata doa tersebut sering diganti dengan kata ngobrol dengan yang kudus. Ngobrol dari hati ke hati, yang tidak memerlukan pakem, yang dapat dilakukan setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Yang namanya ngobrol, berarti apapun bisa dibicarakan. Bukan hanya pujian dan permohonan serta ucapan syukur. Pasti yang kudus akan senang apabila sering diajak ngobrol, walau yang kudus tersebut tidak bisa kita lihat dan kita dengar secara nyata. Penulis merasakan bahwa sebenarnya ada suara dari yang kudus di dalam hati, yang merasuk kalbu. Sering seperti sapaan, nasihat bijaksana, mengingatkan, untuk direnungkan dan sebagainya.

Namun kembali, akal budi ini sering tidak tanggap, mengabaikan, membantah, enggan dan sejenisnya. Menjadi pelayan yang tempatnya di bawah, harus mengalah, direndahkan tidak boleh membantah, tidak mengumbar ketersinggungan, memang sangat sulit. Sering kita menyebunya sebagai manusiawi, padahal katanya sudah diangkat menjadi anak-anak Allah melalui pembaptisan.
Yesus ditangkap
22:47. Waktu Yesus masih berbicara datanglah serombongan orang, sedang murid-Nya yang bernama Yudas, seorang dari kedua belas murid itu, berjalan di depan mereka. Yudas mendekati Yesus untuk mencium-Nya. 22:48 Maka kata Yesus kepadanya: "Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?" 22:49 Ketika mereka, yang bersama-sama dengan Yesus, melihat apa yang akan terjadi, berkatalah mereka: "Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?" 22:50 Dan seorang dari mereka menyerang hamba Imam Besar sehingga putus telinga kanannya. 22:51 Tetapi Yesus berkata: "Sudahlah itu." Lalu Ia menjamah telinga orang itu dan menyembuhkannya.
22:52 Maka Yesus berkata kepada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah serta tua-tua yang datang untuk menangkap Dia, kata-Nya: "Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung? 22:53 Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu."
Peristiwa penangkapan ini bisa kita bayangkan bahwa terjadi di malam hari, ketika semua orang sedang tidur. Dalam kegelapan tanpa lampu di taman Getsemani, pastilah yang terlihat hanya bayangan sekelompok orang yang tidak begitu jelas. Selama ini boleh dikatakan bahwa Tuhan Yesus selalu berkarya di luar kota Yerusalem. Yudas Iskariot sebagai penunjuk jalan sudah pasti hafal dengan gurunya. Yudas sudah tahu dimana Guru dan kawan-kawannya akan berkumpul di malam hari. Agar tidak sampai keliru menangkap orang, maka Yudas mempergunakan tanda dengan ciuman. Rombongan penangkap pastilah jumlahnya cukup banyak, karena Tuhan Yesus selalu bersama para murid yang setia mendampinginya.

Mungkin yang terjadi pada saat gelap tersebut, begitu mendengar perkataan Sang Guru, maka para murid bersiap untuk berperang, kalau perlu mendahului. Mungkin Petrus yang menyerang lebih dahulu sehingga melukai telinga hamba Imam Besar. Betapa kagetnya mereka menerima serangan, dan mungkin semua orang yang berada di situ sudah bersiap untuk tawuran. Yang ketakutan akan terjadi sesuatu, ekstrimnya pembantaian, pastilah lari terbirit-birit berusaha menghindar.

Tuhan Yesus mendahului sebagai penengah dan melerai mereka. Dia masih sempat menyembuhkan orang yang terluka. Pasti yang terluka tersebut mendapat pengalaman pribadi tak terlupakan karena disembuhkan seketika.

Sindiran Tuhan Yesus kepada para penangkapnya pasti dirasakan cukup menohok hati. Pasti rona wajah mereka memerah dan tidak mampu menjawab sindiran tersebut. Untunglah kegelapan menutupi kejengahan dan kenyataannya mereka memang berusaha menangkap di waktu malam. Dalam kegelapan pastilah mereka dapat berlindung agar tidak diketahui oleh orang banyak. Akan sangat sulit untuk menuduh, siapa saja yang terlibat dalam penangkapan tersebut.

Ada kekawatiran kalau siang hari dapat menimbulkan huru hara. Para pengikut-Nya yang masih mendambakan penghiburan dan penyembuhan jangan-jangan malah menyerang mereka. Disinilah kuasa kegelapan menyelimuti mereka yang bisa kita katakan bahwa mereka melakukan penculikan secara sembunyi-sembunyi.

Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Yudas pada waktu itu. Perasaan yang bercampur baur ketika disindir, menerima uang dan anggapan para murid lainnya. Anggapan sebagai pengkhianat dan pastilah para murid lainnya menggerutu akan kelakuan Yudas yang tidak tahu berterima kasih.

Kita bisa belajar dalam kehidupan ini bahwa sesuatu yang baik dan kokoh bisa hancur berantakan karena adanya pengkhianat. Ketidak puasan karena tidak sesuai harapan yang diinginkan, sadar tidak sadar bisa menjadi benih yang berbahaya. Benih tidak puas tersebut bila dilontarkan ke luar, apalagi disambut baik dan disemaikan orang lain, krisis bisa terjadi setiap saat.
Petrus menyangkal
22:54. Lalu Yesus ditangkap dan dibawa dari tempat itu. Ia digiring ke rumah Imam Besar. Dan Petrus mengikut dari jauh. 22:55 Di tengah-tengah halaman rumah itu orang memasang api dan mereka duduk mengelilinginya. Petrus juga duduk di tengah-tengah mereka. 22:56 Seorang hamba perempuan melihat dia duduk dekat api; ia mengamat-amatinya lalu berkata: "Juga orang ini bersama-sama dengan Dia." 22:57 Tetapi Petrus menyangkal, katanya: "Bukan, aku tidak kenal Dia!" 22:58 Tidak berapa lama kemudian seorang lain melihat dia lalu berkata: "Engkau juga seorang dari mereka!" Tetapi Petrus berkata: "Bukan, aku tidak!" 22:59 Dan kira-kira sejam kemudian seorang lain berkata dengan tegas: "Sungguh, orang ini juga bersama-sama dengan Dia, sebab ia juga orang Galilea." 22:60 Tetapi Petrus berkata: "Bukan, aku tidak tahu apa yang engkau katakan." Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. 22:61 Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku." 22:62 Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
Dalam pemahaman penulis, Petrus sebagai orang Kapernaum di Galilea, tidak begitu dikenal secara khusus di Yerusalem. Api unggun yang dinyalakan tidak memberikan pandangan secara jelas. Mungkin logat bicaranya juga agak berbeda dengan orang Yerusalem pada umumnya. Dalam kumpulan dimana Petrus sebagai orang asing, maka bisa ditebak pastilah dia salah satu pengikut Tuhan Yesus. Mungkin bentuk tubuh, raut wajah dan logat bicara mempunyai peran penting untuk membedakan asal seseorang.

Dengan yakin dan nekadnya Petrus menyangkal mereka, seolah-oleh tidak kenal dengan Sang Guru. Dia hanya ikut-ikutan berkumpul karena malam-malam koq ada keramaian di rumah Imam Besar. Pasti ada suatu kejadian besar yang perlu ditengok dan didatangi. Menyangkal kenal Sang Guru sampai tiga kali, dengan segala macam alasan. Mungkin yang dipikirkan Petrus pada waktu itu campur aduk tidak karuan. Hasrat bergelora ingin melihat bagaimana keadaan gurunya bercampur dengan kekawatiran manusiawi apabila ikut ditangkap dan diadili. Akal budi yang kacau bagaikan beras diinteri dalam penampi. Roh jahat ikut menyelinap ke dalam tubuh Petrus dan membantu akal budi untuk menyangkal dengan alasannya.

Kokok ayam di waktu menjelang pagi dan pandangan Tuhan Yesus yang berpaling kepadanya, seakan-akan langsung menyentuh hati sanubari. Teringatlah dia akan kata-kata Tuhan Yesus kepadanya. Dia merasakan dan mengerti apa yang dimaksud kata-kata Tuhan Yesus sebelumnya. Betapa imannya begitu kecil dan kalah oleh pengaruh iblis, sehingga terjadi perang batin bagai gandum diinteri atau ditampi. Keberanian yang baru beberapa waktu lalu dipertunjukkan, dengan begitu cepat berubah menjadi penyangkalan. Dia insyaf, sedih dan menyesal sepenuh hati sampai menangis seperti anak kecil. Tangisan penyesalan yang tulus dan tidak bisa ditahan. Hal tersebut menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Kemungkinan besar Petrus pergi menemui para rasul lainnya dan menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya. Kita bisa membayangkan bagaimana raut wajah Petrus yang masih lebam bekas tangis, mengakui tanpa malu-malu. Betapa kata-kata Sang Guru benar apa adanya bahwa dia akan menyangkal. Biarlah apa yang sudah terjadi, dan mulai sekarang perlu bersatu padu agar tetap teguh dalam iman. Berdoa dan berdoa agar dijauhkan dari segala macam pencobaan. Kesombongan rohani tidak perlu dipertahankan malah harus dilepaskan, agar tidak menjadi batu sandungan di kemudian hari.

Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita pernah mengalami sutiasi yang hampir mirip dengan Petrus. Kita berani berbicara dengan lantang sewaktu masih di dalam kelompok sendiri. Begitu dihadapkan kepada situasi sendirian dimuka orang-orang lain yang berbeda pandangan, apalagi jika wajahnya garang, kelantangan tersebut hilang lenyap tak berbekas. Bedanya mungkin hanya satu, kita tidak berani mengakui secara langsung di dalam kelompok, bahwa telah kalah oleh iblis. Mungkin jawaban gurau sebagai alasan pembenaran diri, yang waras ngalah.
Di hadapan Mahkamah Agama
22:63. Dan orang-orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya. 22:64 Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" 22:65 Dan banyak lagi hujat yang diucapkan mereka kepada-Nya. 22:66 Dan setelah hari siang berkumpullah sidang para tua-tua bangsa Yahudi dan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu mereka menghadapkan Dia ke Mahkamah Agama mereka, 22:67 katanya: "Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami." Jawab Yesus: "Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; 22:68 dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab. 22:69 Mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa."
22:70 Kata mereka semua: "Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?" Jawab Yesus: "Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah." 22:71 Lalu kata mereka: "Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita ini telah mendengarnya dari mulut-Nya sendiri."
Kitab Suci tidak menceritakan bagaimana kesengsaraan dan penganiayaan yang dialami Tuhan Yesus. Mungkin kita pernah membaca cerita “penampakan” Tuhan Yesus kepada beberapa orang kudus. Betapa Dia menceritakan penderitaan yang dialami begitu sadis dan mengerikan. Jika tidak kuat, jangan-jangan kita akan menangis membayangkan penderitaan tersebut. Dalam sepenggal sisa malam itu, Dia dihajar habis-habisan oleh para penahan-Nya. Dan waktu tersebut masih cukup lama untuk menganiaya dan memukuli sepuasnya. Demi manusia, Dia rela menderita sampai mati dan Dia hanya meminta tidak banyak. Bertobat dan kembali ke jalan Allah yang lurus!

Pengalaman penulis sewaktu mengunjungi rumah Imam Besar, oleh pemandu kami ditunjukkan ruangan tersebut yang berada di bawah rumah. Ruangan tersebut seperti gua batu keras tidak rata dengan langit-langitnya yang tinggi. Sepertinya banyak ruang di bawah tanah dengan lorong-lorongnya yang berliku-liku. Di langit-langit batu yang tidak begitu tinggi ada dua lobang untuk memasukkan tangan pesakitan. Dijelaskan bahwa disitulah Tuhan Yesus pernah dianiaya, dipukuli sampai mata sebelah kanan bengkak besar dan hidung patah.

Sewaktu penulis membacakan sepenggal Injil dan memimpin doa bersama dengan rombongan, penulis tidak kuasa menahan sedu tangis sehingga terbata-bata. Isteri penulis bersandar di dinding batu yang tidak rata sambil berdoa dalam bisu. Setelah selesai doa bersama, pemandu bercerita bahwa dinding tempat sandaran isteri tersebut persis bekas Tuhan Yesus terpelanting kena hajaran dan darah dari kepala-Nya muncrat ke dinding.

Pada pagi harinya Tuhan Yesus dihadapkan ke Sanhedrin, Mahkamah Agama Yahudi. Tuhan Yesus tidak mau bersilat lidah dengan mereka karena tidak akan bisa nyambung. Dia hanya menekankan bahwa pertanyaan mereka adalah jawaban yang keluar dari mulut mereka sendiri. Berani menyebut diri sebagai Anak Allah pada waktu itu, berarti dianggap menghujat Allah. Hukuman menghujat Allah adalah mati dan pengadilan agama sudah menjatuhkan putusan. Hal ini perlu disampaikan kepada penguasa pada waktu itu.

Tuhan Yesus hanya menjawab :”Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab.” Hal ini mengisyaratkan bahwa apapun yang akan dikatakan-Nya, walaupun segala macam nubuat para nabi diungkapkan satu persatu, mereka tetap tidak akan percaya. Demikian juga sebaliknya apabila mereka dikejar dengan pertanyaan Tuhan Yesus, pasti tidak akan menjawab. Jangan-jangan jawabannya malah akan memperlihatkan betapa mereka buta dan tuli dari segala macam tanda-tanda yang mendahului-Nya.

“Mulai sekarang Dia sudah duduk di sebelah kanan Allah” membuat penulis sulit untuk memahami. Apakah yang dimaksud dengan sekarang adalah sebentar lagi, ataukah ada ungkapan lain yang tersembunyi. Kemaha-kuasaan Tuhan Yesus yang begitu misteri, menembus segala batas, ruang dan waktu serta yang lainnya. Kita yang masih hidup ini masih penuh dengan batas-batas yang kita ciptakan, sesuai dengan kemampuan nalar kita. Kita masih mengenal batas siang dan malam, matahari terbit dan tenggelam. Coba kalau kita bayangkan, kita bisa naik terbang tinggi keluar batas bumi dan bulan. Mungkin kita tidak mengenal apa itu malam, karena matahari dengan sinarnya selalu kita lihat. Bumi yang kita lihat sepertinya berputar pelan-pelan, tergantung kita berada dimana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar