Kamis, 10 Desember 2009

Memahami Lukas Bab15

Bab 15- Perumpamaan
Perumpamaan Domba yang Hilang
15:1. Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. 15:2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." 15:3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: 15:4 "Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? 15:5 Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, 15:6 dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. 15:7 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita berpihak kepada yang sembilan puluh sembilan orang yang masih mau berkumpul. Yang satu dan tersesat kita biarkan saja, karena itu sudah menjadi pilihannya sendiri. Dibujuk diajak jangan-jangan malah marah karena dikira mencampuri urusan orang lain. Ungkapan bahasa Jawa “ilang-ilangan endog siji” yang berarti kehilangan telur satu tidak apa-apa. Telur busuk dan berbau dapat mencemari telur-telur lainnya, dapat mencemarkan nama keluarga. Kita lebih bisa menikmati kehidupan ini di dalam lingkaran aman, mapan. Kita ragu-ragu malahan kawatir keluar dari lingkaran nyaman, jangan-jangan di luar banyak hal yang tidak kita kehendaki. Bagaimana kalau domba yang hilang itu dibawa harimau atau serigala untuk disantap?

Jika kita renungkan, angka seratus adalah angka bulat, angka penuh yang bisa kita ibaratkan bundar sempurna. Betapa seringkali pikiran kita terjebak oleh iklan penjualan yang mencantumkan harga dengan angka belakangnya sembilan sembilan. Ach murah tidak sampai seribu, sejuta dan seterusnya. Padahal sebenarnya sejuta kurang satu atau seribu kurang satu menjadi angka yang tidak bulat.

Dengan berkurang satu maka yang bulat atau sempurna tadi menjadi berubah dan tidak utuh lagi. Betapa Tuhan Yesus begitu mengasihi semua orang, betapapun jahatnya mereka. Kalau bisa semua orang dapat dirangkul ke dalam pelukan-Nya dengan segala cara. Orang-orang yang tersesat inilah malah yang menjadi target utamanya. Orang-orang benar tidak perlu dikuatirkan karena mereka sudah tahu jalan kembali ke kandang-Nya.

Mungkin kita bersetuju apabila kita katakan bahwa persembahan yang paling tinggi bagi Tuhan adalah membawa seseorang kembali ke jalan yang benar. Pertobatan dan perubahan menjadi lebih baik dan benar yang harus diwartakan kepada semua orang, khususnya mereka yang tersesat dalam lembah kekelaman. Berani dan mau menerima mereka kembali tanpa kecurigaan dan kekawatiran, karena pernah mendapat stigma buruk. Rasanya, tidak ada seorangpun sejak kecil bercita-cita menjadi perampok, pembunuh, pelacur dan sejenisnya. Jangan-jangan penyebabnya karena hilangnya kasih dan persaudaraan sejati, dan kita secara tidak sadar ikut andil di dalamnya.
Perumpamaan tentang Dirham yang Hilang
15:8 "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? 15:9 Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. 15:10 Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat."
Tuhan Yesus masih memberikan perumpamaan seorang perempuan yang kehilangan satu dirham. Perumpamaan tersebut berarti berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Gembala seringkali menjadi tugas seorang laki-laki dan perempuan menjadi ibu rumah tangga yang mengatur keadaan di rumah. Segala keperluan sehari-hari di rumah disiapkan oleh perempuan.

Laki-laki bekerja di luar dan perempuan bekerja di dalam rumah. Kedua-duanya bekerja sesuai dengan kodrat, tradisi dan situasi pada waktu itu. Ada sesuatu yang hilang pasti akan menjadi beban pikiran, perasaan kehilangan. Kalau bisa yang hilang itu harus dicari dan diketemukan. Semuanya mempunyai nilai dan berharga, yang untuk mendapatkannya juga melalui perjuangan, sekecil apapun perjuangan itu. Tidak ada domba dan dirham yang datang sendiri. Kalau toch ada dirham atau domba yang datang sendiri, pasti dibalik itu semua ada cerita panjangnya, kecuali mukjizat.

Sudah semestinya apa yang hilang dan akhirnya diketemukan menjadi suatu sukacita, perasaan puas, senang dan lainnya lagi. Menjadi utuh kembali rasanya menjadi dambaan setiap orang yang berkehendak baik dan benar. Keutuhan keluarga yang saling mengasihi saling mendoakan maupun saling berbagi. Keutuhan dan kesatuan anggota Gereja yang sekarang ini masih tercerai berai, padahal kepalanya hanya satu, Tuhan Yesus sendiri.

Ada baiknya kalau para gembala gereja diajak keliling melihat para domba, khususnya yang sedang “tersesat,” mengalami krisis rohani ataupun sedang berantakan sehingga menjauh dari gereja. Banyak faktor yang mempengaruhi yang seringkali membutuhkan perhatian khusus, sapaan dan kepedulian dari gembalanya. Ada sesuatu yang khusus yang membedakan antara awam dan imam, yang dalam hal-hal tertentu membutuhkan kehadiran dan sapaan gembala.
Perumpamaan tentang Anak yang Hilang
15:11. Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 15:14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."
Seringkali penulis bingung dengan perumpamaan ini. Yang satu dapat dipahami dan yang lain malah membuat hati bertanya-tanya, apa maksudnya. Pemahaman yang paling gampang adalah masuk ke zaman dulu sewaktu Tuhan Yesus menghadapi para ahli Taurat dan kaum Farisi. Ada tiga tokoh utama dalam perumpamaan tersebut, yaitu bapa, anak sulung dan anak bungsu.

Kita bisa menggambarkan bahwa bapa adalah Allah yang hati-Nya selalu tergerak oleh belas kasihan kepada anak-anak-Nya. Perhatian dan kasih-Nya begitu misteri yang kadang-kadang susah diterima oleh akal budi ini. Seringkali kita merasa sulit untuk menangkap belas kasih-Nya yang tak terungkapkan. Padahal yang diharapkan Allah hanya satu, agar semua umat-Nya menjelajahi kehidupan ini melalui jalan lurus, agar pulangnya tidak tersesat dan sampai ke haribaan Tuhan. Memang umat-Nya diberi kebebasan dalam mengarungi kehidupan ini, namun apabila tidak berhati-hati bisa tersesat. Tersesat dan tidak bisa kembali ke rumah Bapa. Betapa sedihnya hati seorang bapa yang menunggu anaknya pulang. Kadang-kadang sampai mengutus orang untuk mencarinya, paling tidak mencari informasi kira-kira berada dimana.

Anak bungsu bisa kita gambarkan sebagai orang awam yang disebut pendosa, pelacur dan pemungut cukai, sampah masyarakat dan sejenisnya. Anak bungsu ini ingin bebas dari ikatan bapa yang mengasihinya. Padahal segalanya dipenuhi dan dibahagiakan dan tidak berkekurangan. Namun sulitnya ada sesuatu yang muncul dalam diri yang merayu, mengajak bertualang, bahwa di dunia luar ada sesuatu yang berbeda. Kebebasan itu dimanfaatkan untuk berfoya-foya menikmati gemerlapnya duniawi, dengan segala daya tariknya. Segala macam nafsu duniawi dapat direngkuh dan dinikmati sepuasnya, tanpa peduli kepada yang lain. Pada batas tertentu habislah kekuatannya sehingga tidak mempunyai apa-apa lagi yang bisa dibanggakan atau dipamerkan. Terpaksalah dia makan ampas makanan babi. Bagi orang Yahudi, babi adalah binatang yang najis dan haram. Bisa kita bayangkan bagaimana anak juragan yang jatuh ke lembah kemiskinan rohani, sehingga memakan jatahnya babi yang najis. Martabatnya seakan-akan sudah seperti binatang najis.

Di saat merenungkan nasibnya, teringatlah ia kepada bapanya yang mengasihi sepenuh hati. Timbulah penyesalan atau pertobatan dan ingin kembali kepada bapanya. Dia mengakui telah berdosa terhadap surga maupun bapanya. Karena sudah menghabiskan warisan, maka menganggap dirinya sudah tidak layak sebagai anaknya lagi. Biarlah jadi upahan juga tidak apa-apa, masih terjamin hidupnya.

Anak sulung adalah anak yang merasa dirinya sebagai anak penurut, melaksanakan perintah bapanya. Sayangnya dia tidak tahu persis kehendak bapanya yang begitu mengasihi. Dia menjadi orang tertutup yang hanya dekat dengan kelompoknya saja, tidak peduli dengan yang lainnya. Merasa lebih baik dan lebih benar dibandingkan dengan orang lain atau si bungsu. Yang lainnya tidak dianggap karena tidak selevel dengan dia. Si sulung melaksanakan kehendak bapanya karena mengharapkan ganjaran atau imbalan agar dilihat dunia sebagai yang lebih baik, lebih terhormat. Ia sebagai anak sulung yang tertutup sehingga tidak dapat menerima adiknya yang pendosa. Tidak mengetahui secara persis bagaimana mengasihi yang sebenarnya. Dampaknya dia tidak mau tahu dan tidak dapat mengambil bagian dalam pesta bapanya. Dalam pemikiran penulis, para ahli Taurat dan kaum Farisilah yang diumpamakan sebagai anak sulung. Si anak sulung diajak untuk lebih peduli kepada saudaranya yang membutuhkan dukungan. Bukan cuek dan egois mencari enaknya sendiri.

Dalam pemahaman yang lain, orang Yahudi adalah anak sulung yang dipilih Allah dan merasa sudah mengenal-Nya dengan baik. Bangsa lain yang juga sama-sama manusia ciptaan Allah bagaikan si anak bungsu yang sudah lari dari Bapa. Mereka menjadi penyembah berhala yang diciptakannya sendiri. Kekayaan rohaninya sudah digadaikan atau malah dijual sampai habis. Pada kenyataannya si bungsu ini begitu dirindukan Bapa untuk kembali ke rumah. Orang tua mana yang tidak mendambakan dan merindukan anaknya yang telah minggat entah kemana?
Bagimana dengan kita? apakah sebagai anak sulung atau sebagai anak bungsu? Mari kita renungkan sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar