Senin, 12 April 2010

Memahami Yohanes Bab 12:1-8

Yesus diurapi di Betania

12:1. Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. 12:2 Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. 12:3 Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. 12:4 Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: 12:5 "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?"
12:6 Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. 12:7 Maka kata Yesus: "Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. 12:8 Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu."


Dalam kehidupan sehari-haripun kita juga sering berkata seperti Yudas Iskariot. Kita sering usil akan perbuatan orang lain, karena kita tidak bisa berbuat seperti itu. Kita merasa sok lebih baik dan benar, dengan segala macam alasan yang dapat kita kemukakan. Kita bisa ngobrol panjang lebar hanya karena melihat seseorang ke gereja memakai sandal jepit ataupun berpakaian super mini. Padahal kita tidak tahu persis mengapa orang tersebut berpenampilan seperti itu. Kita juga masih berkomentar tentang orang yang sulit berkumpul bersama dalam doa lingkungan. Pembenaran diri memang sudah menjadi makanan kita setiap hari. Akan sangat berat melaksanakan penyangkalan diri, apa lagi di hadapan orang. Mungkin kita bisa melihat dalam pelaksanaan sakramen pengakuan dosa, yang zaman sekarang mungkin hanya dua kali setahun. Berapa prosen dari seluruh umat yang melakukan itu?

Dalam kenyataannya memang cukup sulit untuk belajar memaklumi orang lain secara positif. Mengapa si Anu begini dan mengapa si Badu begitu, seolah-olah kita merasa lebih baik. Secara tidak sadar kita ingin mengarahkan orang lain tersebut seperti kita. Padahal kita belum tahu latar belakang yang sesungguhnya, mengapa seperti itu. Sepertinya kita menganggap bahwa jalan kehidupan orang lain itu sama dengan kita. Tanpa bisa merabarasakan kehidupan yang dilalui orang tersebut, jangan-jangan kita malah cenderung memaksakan kehendak.

Kembali kepada Maria Betania, jika kita membayangkan bagaimana saudaranya yang sudah mati dibangkitkan kembali, pasti ada suatu perasaan sukacita yang sulit untuk diungkapkan. Kita bisa melihat atau mendengar bagaimana suatu keluarga mengeluarkan biaya yang sedemikian besar, hanya karena ingin saudaranya sembuh dari sakit. Segala upaya dilakukan sehingga tidak memikirkan lagi dari mana biaya tersebut diperoleh. Harta benda masih mungkin untuk dicari, namun kesehatan sampai kematian lebih sulit untuk mencari jalan keluarnya.

Penulis tidak tahu persis siapakah yang dimaksud dengan Maria disini. Namun dalam anggapan penulis, salah satu saudara Lazaruspun bernama Maria. Ada juga nama Maria lain yang mendapatkan kesembuhan dari Tuhan Yesus. Diapun pasti penuh sekacita dan syukur, yang ikhlas mengeluarkan harta miliknya untuk Sang Penyembuh.

Sukacita dan syukur lebih bernilai dibandingkan dengan minyak narwastu. Semahal apapun minyak itu, tetap tidak bisa merubah seseorang dari keadaan sebenarnya. Mengungkapkan syukur dan sukacita penuh kasih, lebih sering melupakan jumlah atau nilai materi. Keinginannya hanya satu, hanya ingin mengungkapkan segala macam rasa yang bercampur baur, dan itu kemampuan yang dia miliki. Peribahasa ”utang budi dibawa mati” mungkin pas sekali untuk mengungkapkan perasaan Maria dari Betania.

Mari kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari ketika secara tiba-tiba ada tamu yang dihormati datang ke rumah kita. Entah itu pastor, Uskup, lurah atau Camat atau siapapun juga. Ada bermacam perasaan bercampur, entah kekagetan, keheranan namun terselip juga kegembiraan merasa diakui. Untuk meluapkan segala perasaan tersebut dan keinginan menyenangkan, menghargai dan lain-lain, jangan-jangan hidangan yang disediakan saja sampai berhutang. Hutang masih bisa dibayar, namun kedatangan orang tersebut yang sulit untuk dilupakan. Pengalaman indah dan hebat tidak datang dua kali.

Hal tersebut jelas akan sangat berbeda jika begitu sering berkumpul dengan para hierarki, para pejabat pemerintah dan para tokoh. Apalagi kalau kita juga dianggap sebagai tokoh yang dihormati. Mungkin malahan kita yang akan berkata sewaktu bertamu :”Jangan repot-repot.” Apakah itu basa-basi yang mengharapkan sesuatu, atau dengan tulus tidak ingin merepotkan tuan dan nyonya rumah, tergantung pada diri kita.

Mungkin hal ini mengajarkan kepada kita untuk menghormati dan menerima pemberian dari seseorang, sekecil apapun nilai pemberian tersebut. Seseorang datang kepada kita dan memberikan sesuatu, pasti ada sesuatu di balik itu. Pemberian bukan karena relasi dalam pekerjaan, pamrih akan sesuatu, tetapi ungkapan terima kasih, syukur, kebahagiaan dan persaudaran. Betapa tidak enaknya bahkan bisa tersinggung dan terhina karena pemberian yang ditolak, gara-gara kita merasa lebih cukup atau dalih apapun.

Kita diajar untuk meraba-rasakan pikiran dan perasaan seseorang yang datang untuk bertemu dengan kita. Demikian juga apabila kita yang diundang untuk keperluan sesuatu. Entah itu hanya dalam obrolan ataupun yang lebih serius karena ingin didengarkan, dan minta komentar, atau malahan saran.

Kita dicipta dan lahir di dunia, mestinya ada sesuatu karya misteri bahwa kita dibutuhkan di dunia. Sekecil apapun itu di mata manusia, pastilah bisa mewarnai indahnya dunia. Segalanya dimulai dari yang kecil, yang sedikit dan lama kelamaan akan menjadi besar, menjadi banyak. Tinggal, siapkah kita untuk berbuat sesuatu yang baik dan benar, sesuai kemampuan kita masing-masing.

Jawaban Tuhan Yesus sepertinya mengungkapkan bahwa sebentar lagi Dia akan wafat. Biasanya orang yang sudah mati yang diberi rempah-rempah dan minyak wangi. Namun Tuhan Yesus diurapi minyak wangi selagi masih hidup dan setelah kematian-Nya malah tidak keuber diurus dengan selayaknya.

Kelihatannya di dunia ini akan selalu diisi oleh orang miskin di sekitar kita. Bisa miskin materi, miskin iman rohani ataupun miskin dalam hal lainnya. Jika ada orang miskin, tentunya ada juga orang kaya. Orang kayalah yang bisa membantu orang miskin dan ia akan berguna apabila melakukan perbuatan baik dan benar kepada yang miskin. Dan yang miskin ini selalu ada di sekitar kita.

Tuhan Yesus tidak selalu ada pada kita. Sepertinya hal ini secara tidak langsung ditujukan kepada Yudas Iskariot, sewaktu ia berkhianat menjual Sang Guru. Dia Yang Ada tidak selalu ada pada kita, karena kita yang meniadakan Dia. Seringkali kita merasa bisa, dengan kekuatan sendiri melakukan sesuatu. Keakuan kita kita manjakan dan kita merasa paling berkuasa di dalam diri kita. Mungkin disinilah Dia tidak selalu ada pada kita. Jika hal tersebut dibalik, Allah malah selalu ada apabila kita pasrahkan kelemahan dan percaya kepada-Nya. Semakin kita bukan apa-apa, Roh Kudus-Nya akan semakin menguasai kita dan Dia ada pada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar