Sabtu, 17 April 2010

Memahami Yohanes Bab 18:12-27

Yesus di hadapan Hanas - Petrus menyangkal Yesus

18:12 Maka pasukan prajurit serta perwiranya dan penjaga-penjaga yang disuruh orang Yahudi itu menangkap Yesus dan membelenggu Dia.
18:13. Lalu mereka membawa-Nya mula-mula kepada Hanas, karena Hanas adalah mertua Kayafas, yang pada tahun itu menjadi Imam Besar; 18:14 dan Kayafaslah yang telah menasihatkan orang-orang Yahudi: "Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa." 18:15 Simon Petrus dan seorang murid lain mengikuti Yesus. Murid itu mengenal Imam Besar dan ia masuk bersama-sama dengan Yesus ke halaman istana Imam Besar, 18:16 tetapi Petrus tinggal di luar dekat pintu. Maka murid lain tadi, yang mengenal Imam Besar, kembali ke luar, bercakap-cakap dengan perempuan penjaga pintu lalu membawa Petrus masuk. 18:17 Maka kata hamba perempuan penjaga pintu kepada Petrus: "Bukankah engkau juga murid orang itu?" Jawab Petrus: "Bukan!" 18:18 Sementara itu hamba-hamba dan penjaga-penjaga Bait Allah telah memasang api arang, sebab hawa dingin waktu itu, dan mereka berdiri berdiang di situ. Juga Petrus berdiri berdiang bersama-sama dengan mereka. 18:19 Maka mulailah Imam Besar menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan tentang ajaran-Nya.
18:20 Jawab Yesus kepadanya: "Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. 18:21 Mengapakah engkau menanyai Aku? Tanyailah mereka, yang telah mendengar apa yang Kukatakan kepada mereka; sungguh, mereka tahu apa yang telah Kukatakan."
18:22 Ketika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang berdiri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata: "Begitukah jawab-Mu kepada Imam Besar?" 18:23 Jawab Yesus kepadanya: "Jikalau kata-Ku itu salah, tunjukkanlah salahnya, tetapi jikalau kata-Ku itu benar, mengapakah engkau menampar Aku?"
18:24 Maka Hanas mengirim Dia terbelenggu kepada Kayafas, Imam Besar itu. 18:25 Simon Petrus masih berdiri berdiang. Kata orang-orang di situ kepadanya: "Bukankah engkau juga seorang murid-Nya?" 18:26 Ia menyangkalnya, katanya: "Bukan." Kata seorang hamba Imam Besar, seorang keluarga dari hamba yang telinganya dipotong Petrus: "Bukankah engkau kulihat di taman itu bersama-sama dengan Dia?" 18:27 Maka Petrus menyangkalnya pula dan ketika itu berkokoklah ayam.


Orang yang terbelenggu pada umumnya mereka yang berbuat salah, jangan sampai melarikan diri. Jadi Tuhan Yesuspun dianggap sebagai orang yang bersalah yang bisa sewaktu-waktu melarikan diri dengan segala macam kepandaiannya. Kekawatiran melarikan diri bisa dimaklumi karena selama ini Dia begitu dikenal yang bisa berbuat apa saja. Suara-Nya saja sudah bisa menjatuhkan banyak orang, bagaikan mengandung kekuatan daya dorong yang tidak kasat mata.

Penulis tidak tahu persis siapakah murid yang telah kenal dengan Imam Besar tersebut. Namun perkiraan penulis dia adalah Yohanes yang menulis Injil ini. Kelihatannya murid ini termasuk lebih luas pergaulannya dibandingkan dengan murid-murid yang lain. Dia mungkin termasuk orang yang senang mempelajari Kitab Suci dan berguru kemana-mana sebelum bertemu dengan Tuhan Yesus. Dia salah seorang murid Yohanes Pembaptis.

Mungkin kita bisa membayangkan bagaimana suasana pada malam tersebut. Udara luar yang dingin dapat diperkirakan bahwa musimnya memang sedang tidak bersahabat. Bisa jadi perbedaan suhu pada siang hari dengan malam hari pada waktu itu cukup besar, sehingga terasa dingin. Mungkin mereka berkelompok mengelilingi api arang untuk melawan hawa dingin, sambil ngobrol tentang kejadian pada malam itu. Wajah yang tidak begitu jelas ditambah selubung jubah untuk mengurangi rasa dingin, sulit untuk mengenal jika tidak betul-betul sudah dikenal. Mungkin hanya dialek daerah yang bisa membedakan bahwa Petrus bukan orang Yerusalem.

Malam-malam menjelang pagi dimana penangkapan Tuhan Yesus dilakukan secara diam-diam, mestinya tidak ada orang asing yang keluyuran ikut bergabung. Mungkin lebih nyaman tidur berselimutkan jubah hangat dari pada keluar malam. Namun yang namanya alasan, seribu satu macam dapat dikeluarkan. Apalagi mendekati hari Sabat dan Paskah maka siapapun bisa berdatangan ke Yerusalem untuk berziarah ke Bait Allah. Petruspun bisa menyangkal dengan berbagai alasan, agar jangan sampai ditangkap.

Jika dipikir memang cukup aneh dan tidak umum, pada malam hari menanyai seseorang seperti di pengadilan. Kan masih ada hari esok yang sebentar lagi pagi, sehingga banyak orang bisa terlibat dan bersaksi. Penangkapan Tuhan Yesus kelihatannya lebih cenderung kepada penculikan karena maksud tertentu. Namun untuk pembenaran diri, maka perlu direkayasa sedemikian rupa agar semuanya kelihatan sah, sesuai tradisi yang berlaku.

Jawaban Tuhan Yesus rasanya begitu mengena dan menohok yang menginterogasi. Orang yang bersalah, kalau ditanya pasti mencoba berkilah untuk pembenaran diri. Tuhan Yesus tidak pernah berbuat yang aneh-aneh, semuanya terbuka di hadapan banyak orang. Dia berbicara di Sinagoga ataupun di Bait Allah dan bisa ditelusuri, apa saja yang diajarkan. Jika ada orang atau kelompok yang merasa disinggung, tinggal bertanya kepada diri sendiri, apakah singgungan tersebut benar atau tidak. Jika ya, mengapa mesti tersinggung kalau benar adanya. Mestinya kan berubah menjadi lebih baik kalau masih ada orang yang mau mengingatkan. Kalau tidak benar, berarti bukan termasuk yang disinggung tersebut.

Jawaban Tuhan Yesus malah membuat marah seorang penjaga dan menampar-Nya. Imam Besar mungkin mendongkol namun karena jabatan keimamannya, hal tersebut bisa diredam seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Paling tidak untuk memperlihatkan diri bahwa ia bijaksana, tidak termasuk pemarah. Yang namanya penjaga, apalagi hidupnya tergantung dari upah dari pekerjaan menjaga. Dia menampar dan berbicara agar bisa dilihat, bahwa perbuatan tersebut mempunyai nilai tertentu. Dia merasa berjasa telah berbuat sesuatu yang dianggapnya benar. Mestinya mendapat upah walaupun hanya sekedar ucapan terima kasih.

Tuhan Yesus bukan membela diri, namun hanya ingin menunjukkan kebenaran. Tidak ada kesalahan yang telah diperbuatnya, mengapa harus ditampar. Penulis merasa yakin bahwa penjaga tersebut tidak menduga bahwa Tuhan Yesus akan berkomentar sedemikian rupa. Pada umumnya atau pengalaman selama ini hampir semua orang diam dan takut untuk melawan penguasa. Karena kekuasaan dan terpatri oleh tradisi, mereka bagaikan dewa-dewa dengan para penjaganya. Mereka sudah diproklamirkan sebagai wakil-wakil Allah yang Mahatinggi.

Mungkin Hanas sendiri bingung untuk menjatuhkan tuduhan terhadap Tuhan Yesus. Paling tidak ia sudah melihat sendiri siapakah Yesus itu sebenaranya. Orang yang begitu berwibawa, tidak takut kepada orang lain walaupun yang dihadapi para pejabat tinggi. Dia tidak mau berdebat yang tidak ada gunanya.

Kembali kepada Petrus, dia pasti kaget menerima pertanyaan bahwa ia salah satu murid-Nya. Tidak ada waktu untuk berpikir mencari kata-kata yang tepat, kecuali menyangkal. Pada saat tersebut dia sudah lupa dan tak terpikirkan akan kata-kata nubuat Tuhan Yesus tentang penyangkalannya. Dan itu terulang sampai tiga kali. Pasti perasaannya bercampur aduk menjadi satu, tidak bisa lagi berpikir terang. Tekanan yang diterimanya begitu hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar