Rabu, 14 April 2010

Memahami Yohanes Bab 15:8-17

Perintah supaya saling mengasihi

15:9. "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 15:10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. 15:11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 15:12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 15:13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 15:14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15:15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. 15:16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 15:17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."


Kelihatannya Tuhan Yesus begitu serius dan berulang kali menekankan perlunya saling mengasihi. Mengasihi akan menjadi penuh apabila menuruti perintah-Nya dengan melalui perbuatan nyata. Mengasihi bukan angan-angan atau hanya omongan saja, tetapi harus melalui satunya hati, jiwa, akal budi, perkataan dan perbuatan dengan penuh sukacita dan ketulusan.

Para murid disebut oleh-Nya sebagai sahabat yang begitu dekat, sehingga apapun yang diterima dari Allah Bapa disampaikan kepada mereka. Sahabat sejati yang melebihi hubungan saudara sedarah, mengikat satu sama lain dan tak terpisahkan. Sahabat sejati akan saling berbagi dengan penuh kasih dan mau melakukan apa yang diminta oleh sahabatnya. Tuhan Yesus rela berkorban sampai menyerahkan nyawa-Nya demi para sahabat. Para rasulpun pada akhirnya juga rela menyerahkan nyawanya bagi Sang Sahabat.

Dalam kenyatannya tidak mudah untuk menjadi sahabat sejati seperti yang dikatakan Tuhan Yesus. Banyak alasan yang bisa dikemukakan hanya karena ingin menghindar dari permintaan Sang Sahabat, yang mungkin tidak memberikan keuntungan. Mungkin inilah yang disebut sahabat setengah hati yang suam-suam kuku. Maka Tuhan Yesus mengatakan bahwa Dialah yang memilih dan bukan kita yang menginginkan. Rasanya tanpa sentuhan Tuhan, kita akan tetap menjadi anak-anak dunia. Dan nyatanya sentuhan Tuhan tersebut sering kali kita abaikan, karena kita masih asyik dengan kenikmatan dunia yang kita kejar. Sekali lagi diajarkan bahwa untuk berproses menjadi sahabat sejati, diperlukan langkah awal yaitu belajar saling mengasihi.

Kasih yang lebih tinggi daripada cinta. Cinta dalam artian ingin memiliki untuk diri sendiri. Orang lain dilarang menyentuh, jika bisa melihatpun jangan. Pengorbanan demi cinta ini karena ada maksud ingin merengkuh, pamrih untuk diri sendiri. Jika cinta ini tidak tercapai, kemungkinan malah bisa berubah menjadi benci.

Kasih lebih cenderung ingin membahagiakan yang tanpa pamrih, tidak berhitung untung rugi. Kasih cenderung untuk berani mengalah, pengorbanan yang tulus ikhlas, tidak pernah ada rasa benci dan dendam. Tidak pernah membeda-bedakan. Berbahagia jika melihat yang dikasihi bahagia, sedih jika yang dikasihi dalam duka nestapa. Mungkin masih banyak kata-kata indah dalam kasih tersebut, seperti yang diuraikan rasul Pulus.

Jika kita membayangkan dengan akal kita, bagaimana Anak Manusia begitu mengasihi Allah Bapa, kasihnya tidak berkesudahan. Dalam kasihnya yang begitu membara, Dia siap melaksanakan apa saja yang diperintahkan oleh Bapa. Cawan kesengsaraan yang begitu hebat siap Dia tanggung, demi menyelamatkan manusia.

Sering kita mendengar atau malah mengalami sendiri, bagaimana seseorang begitu menyesal karena pasangannya atau malah anaknya telah mendahului dipanggil Tuhan. Mengapa bukan aku dahulu yang dipanggil? Aku kan yang mengalami penderitaan begitu parah dan siap menerima kematian. Mungkin itu salah satu ungkapan bagaimana dia mencintai pasangan atau anaknya. Pada saat tersebut adalah cinta yang ingin memiliki, dan jangan sampai dipisahkan karena maut. Itu sangat manusiawi karena kedekatan pertalian darah yang sudah lama dijalin.

Mungkin malah akan dianggap aneh jika pada saat tersebut menyampaikan keikhlasan kepada Allah. Tuhan, aku ikhlas jika dia Kau panggil karena itu kehendak-Mu yang terbaik. Kapanpun, dimanapun dengan cara bagaimanapun aku siap menerima apa yang terjadi. Yang lebih penting dia selalu mengikuti dan melaksanakan kehendak-Mu.

Ungkapan di atas biasanya bisa keluar setelah membutuhkan jedah waktu beberapa saat. Yang sudah terjadi tidak bisa kembali seperti sebelumnya, yang harus diterima dengan terbuka. Setidaknya kita belajar seperti apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri, walaupun agak berbeda maksudnya.

Dalam kasih yang begitu dalam, sebagai manusia biasa yang penuh kelemahan, mungkin yang bisa kita katakan atau doakan kurang lebih :”Ya Bapa, sebagai manusia yang lemah aku masih menginginkan pasanganku atau anakku bersatu di dunia ini. Namun apabila Engkau menghendaki lain, berilah ia jalan terbaik untuk menghadap kepada-Mu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar