Minggu, 04 April 2010

Memahami Yohanes Bab 9:1-41

Orang yang buta sejak lahirnya

9:1. Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. 9:2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" 9:3 Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. 9:4 Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. 9:5 Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."
9:6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 9:7 dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.

9:8. Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: "Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?" 9:9 Ada yang berkata: "Benar, dialah ini." Ada pula yang berkata: "Bukan, tetapi ia serupa dengan dia." Orang itu sendiri berkata: "Benar, akulah itu." 9:10 Kata mereka kepadanya: "Bagaimana matamu menjadi melek?" 9:11 Jawabnya: "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat." 9:12 Lalu mereka berkata kepadanya: "Di manakah Dia?" Jawabnya: "Aku tidak tahu."

9:13. Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. 9:14 Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. 9:15 Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: "Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat." 9:16 Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: "Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat." Sebagian pula berkata: "Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?" Maka timbullah pertentangan di antara mereka. 9:17 Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: "Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?" Jawabnya: "Ia adalah seorang nabi." 9:18 Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka memanggil orang tuanya 9:19 dan bertanya kepada mereka: "Inikah anakmu, yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?" 9:20 Jawab orang tua itu: "Yang kami tahu ialah, bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta, 9:21 tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri." 9:22 Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan. 9:23 Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: "Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri." 9:24 Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan berkata kepadanya: "Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu orang berdosa." 9:25 Jawabnya: "Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat." 9:26 Kata mereka kepadanya: "Apakah yang diperbuat-Nya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?" 9:27 Jawabnya: "Telah kukatakan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?" 9:28 Sambil mengejek mereka berkata kepadanya: "Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa. 9:29 Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa, tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang." 9:30 Jawab orang itu kepada mereka: "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. 9:31 Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. 9:32 Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. 9:33 Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa." 9:34 Jawab mereka: "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Lalu mereka mengusir dia ke luar.

9:35. Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: "Percayakah engkau kepada Anak Manusia?" 9:36 Jawabnya: "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya." 9:37 Kata Yesus kepadanya: "Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!" 9:38 Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya.
9:39. Kata Yesus: "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." 9:40 Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?" 9:41 Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu."


Tuhan Yesus meludah dan ludah-Nya dicampur dengan tanah, untuk mengobati orang buta sejak lahirnya. Orang tersebut disuruh untuk membasuh matanya di kolam Siloam dan ternyata terjadi kesembuhan. Dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa kelahiran cacat bukan karena dosa orang tua ataupun yang bersangkutan. Hal tersebut kelihatannya agar Tuhan Allah bisa dimuliakan, melalui penyembuhan yang sepertinya tidak mungkin. Dialah Sang Juru Selamat yang dapat berbuat apa saja seturut kehendak-Nya.

Sering terbersit di dalam hati penulis, bagaimana di zaman sekarang ini apabila menjumpai seorang cacat sejak lahir. Masihkah para murid-Nya bisa melanjutkan karya Tuhan untuk menyembuhkan orang cacat tersebut. Maksudnya agar dengan demikian semua orang bisa memuliakan Allah yang telah menyembuhkan melalui pilihan-Nya. Mungkin yang paling sulit adalah kekuatan iman dan pasrah, bahwa Tuhan bisa berbuat apa saja melalui sang utusan tersebut.

Kita bisa merasakan bahwa orang-orang Farisi tetap meragukan akan keallahan Tuhan Yesus. Sedangkan si orang buta malah merasa yakin bahwa Anak Manusia datang dari sorga dan mau bersujud menyembah-Nya. Orang-orang Farisi yang meresa melek dalam segala hal, malah dibutakan dan sama sekali tidak bisa merasakan bahwa Allah telah hadir di dunia. Mungkinkah hal ini salah satu kesombongan rohani yang merasa lebih paham tentang ajaran Allah yang diturunkan melalui nabi Musa? Mereka tidak bisa menerima pengalaman rohani dengan yang kudus, yang dialami oleh orang-orang biasa.

Di zaman sekarangpun penulis merasa yakin bahwa banyak orang biasa yang mengalami sendiri sentuhan Tuhan melalui Roh Kudus-Nya. Mereka bisa memberikan kesaksian apa dan bagaimana sentuhan Tuhan tersebut, sesuai dengan apa yang dirasakan. Karena begitu pribadi, mungkin saja sangat sulit untuk dijelaskan ataupun dinyatakan secara kasat mata. Jangan-jangan para ahli gereja yang merasa lebih baik, lebih tahu, lebih dekat dengan Tuhan, malah tidak percaya. Akan menjadi konyol karena kesombongan rohani, apabila kesaksian pengalaman rohani tersebut diangap sebagai karya roh kuda.

Sentuhan Tuhan tidaklah harus yang sedemikian hebat dan mengagumkan, dan mungkin saja malah yang kelihatan begitu sepele. Namun bagi yang bersangkutan, hal tersebut pasti akan dirasakan begitu menakjubkan. Rasanya pengalaman rohani yang memberikan sukacita ini perlu diwartakan, perlu disampaikan, bahwa Tuhan berkarya terus menerus sampai sekarang maupun yang akan datang.

Masalah orang lain tidak percaya atau meragukan, tidak perlu diambil hati. Tuhan Yesus sendiri saja juga tidak dipercaya oleh para imam, ahli Taurat maupun kaum Farisi. Mereka termasuk dedengkotnya dalam hal agama dan keyakinan Yahudi. Sejarah mengajarkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang dihormati karena kedekatannya dengan Yahwe. Masyarakat awam pasti lebih menuruti perkataannya jika berbicara masalah keyakinan.

Mereka pasti orang sehat jasmani, bisa melihat dan membaca sehingga wawasannya lebih banyak dibanding dengan yang awam. Kitab Taurat dan kitab para nabi mungkin sudah menjadi salah satu santapan harian. Mungkin perkembangan dogma itu sendiri tumbuh secara perlahan. Dari sepuluh perintah Allah, secara perlahan mereka beranak-pinak, entah menjadi berapa banyak. Salah satunya adalah dogma tentang larangan pada hari Sabat.

Mereka yang bisa melihat segala macam ajaran, malah tidak bisa melakukan seperti yang mereka lihat. Secara perlahan pula muncul rekayasa alternatif sebagai pengganti yang tidak bisa dilakukan tersebut. Akhirnya akan muncul, ungkapan “apabila tidak bisa melakukan seperti ini, maka bisa digantikan dengan melakukan seperti itu.” Seperti itu biasanya relatih lebih mudah dibandingkan dengan seperti ini.

Mungkin kita pernah mendengar keluhan atau malahan mendekati gossip terhadap seseorang. Kita membicarakan seseorang yang jarang sekali ke gereja dan kita berpraduga bahwa dia mau murtad. Secara tidak langsung muncul anggapan bahwa orang yang lebih sering ke gereja itu mesti lebih baik, dibandingkan dengan yang jarang ke gereja. Padahal pada saat tersebut, yang dibutuhkan mungkin pencerahan, penerangan melalui kunjungan dan dialog. Di sisi lain si pengunjung akan lebih mengenal dan akhirnya bisa memaklumi keadaan orang tersebut.

Paling tidak, menyampaikan kesaksian akan karya Tuhan, hampir sama dengan mewartakan kabar gembira. Masih banyak orang-orang sederhana yang menantikan kabar sukacita tersebut, dengan penerimaan yang sederhana juga. Mungkin yang begitu rohani malahan harus diterima dengan kesederhanaan bahwa sebenarnya kita bukan apa-apa. Dalam ketidak berdayaan kita, jangan-jangan kita malah bisa lebih pasrah kepada Sang Pencipta. Dalam kepasrahan total ini, jangan-jangan malahan itulah yang disukai Tuhan. Biarlah Tuhan yang menguasai kehidupan kita, bukan ego kita yang menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar